Showing posts with label half square. Show all posts
Showing posts with label half square. Show all posts

Monday, 2 April 2012

40m Half Square Antenna

‘ngobrol~’ngalor~’ngidul ihwal per~antena~an bersama bam, ybØko/1 

40m Half Square Antenna

Pengantar:
Salah satu directive antenna   yang cukup populer di kalangan DX-er berkantong cekak adalah Half Square Antenna, yang sepintas tongkrongan, footprint dan di- mensinya mirip dengan sebuah dipole 1/2λbiasa, karena secara kasatmata memang yang terlihat adalah sebuah dipole yang pada masing-masing ujungnya disambung- kan ke sebuah elemen vertikal sepanjang 1/4λ.
Kedua buah vertikal 1/4λ tersebut lantas diumpan bareng-bareng (phased fed) dari ujung atas salah satu vertikal (persis di titik sambung antara elemen vertikal dan horisontal). Dengan itu sinyal lantas berjalan lewat segmen atas antena (flat top) yang berupa  dipole  1/2λ tadi menuju ujung atas vertikal satunya, sehingga kedua vertikal tersebut akan serempak memancarkan sinyal ke angkasa
Karena ukurannya, bagi homebrewers  yang demen ber- low band DX-ing, kaya’ nya cuma versi buat band 40m aja yang  bakal ketanganan buat dikerjaian sendiri, dari proses ’ngebahan, merakit sampé naikinnya.

Kenapa Vertikal?
Antena vertikal cukup populer bagi low-band DX-ers lantaran salah satu karakteristik antena ini adalah take-off angle-nya yang rendah (sekitar 20").
Untuk mendapatkan sudut pancar segitu sebuah dipole   (ato   variant-nya,   termasuk   antena   Yagi) mesti dinaikin dengan feed point pada posisi seti- daknya 1/2λ dari permukaan tanah — suatu yang agak muskil buat rata-rata amatir anak negri, yang paling-paling mengandalkan 2 batang pipa galva- nized ato lonjoran bambu andong yang disambung- sambung (!).
Bagi para DX-er, alas an lain kenapa ogah memaké antena vertikal adalah karena sifatnya yang omni- directional, sehingga tidak bisa menolak QRM yang ’ngerubutin dari segala penjuru, yang kadang- kadang sampe “mengubur” stasiun DX yang dituju. Belum lagi kecenderungannya untuk noisy (brisik) dan tuntutannya akan sistim radial yang cukup ek- stensip, yang bagi banyak rekans dianggap cukup ngrepotin.

Rancangan Inverted Grounplane
Sebelum pecah PD-II, Woody Smith W6BCX  banyak bereksperimen dengan Inverted Groundplane,  se- butan yang diberikan kepada antena vertikal yang diumpan dari atas.
Diem-diem (karena kegiatan amatir radio dilarang pada masa perang) Woody memendam keinginan untuk   mengembangkan eksperimennya lebih lan- jut dengan ‘ngejajal 2 ato lebih elemen vertikal.
Baru segera sesudah PD-II usai, kebebasan ber- amatir radio kembali didapatkan, dan Woody tak ayal lagi kembali berkutet dengan serangkaian ujicoba dan eksperimen yang melahirkan versi 2 elemen, yang kemudian dikenal sebagai Half Square Antenna (untuk selanjutnya di sepanjang tulisan ini disingkat HSq) .
Versi asli HSq dibikin dari seutas kawat sepanjang 1λ  (full  wave  lenght),  yang  masing-masing ujungnya ditekuk 900 sepanjang 1/4λ, dan dibentang membentuk huruf U yang terbalik (Inverted U) — sehingga tongkrongannya mirip dengan  sebuah  dipole  1/2λ  yang  diberi  kuncir 1/4λ di kedua ujungnya. Inverted U ini lantas diumpan dari salah satu pojok flat top-nya.
Belum sempat ‘ngejajal naikin sendiri rancangannya, Woody harus pindah QTH ke lain negara bagian. Sebelum pergi, dia coba membangkitkan minat rekan—rekannya untuk mencoba naikin, ato melanjutkan bereksperimen dengan rancangannya tersebut.
Sayang,   idee   ini   kurang   mendapat   response, karena kebanyakan mereka belum bisa diyakinkan bahwa kiat sesederhana itu (cuma dengan penambahan  kuncir)  akan  memberikan  peningkatan  yang  signifikan  terhadap  kinerja  sebuah dipole 1/2λ biasa.
Di kediaman barunya Woody berfikir, mungkin desain yang lebih complicated akan lebih bisa menarik  perhatian.  Maka  di  majalah  CQ  edisi Maret 1948 Woody melansir rancangan Bobtail Curtain, yang berupa bentangan flat top sepanjang 1λ penuh yang diberi kuncir 1/4λ di tiga titik: di tengah dan pada kedua ujung.
Disain  baru  ini  mendapat  tanggapan  positip  banyak yang melaporkan bahwa tirai Bobtail ini bener-bener bisa diandalkan untuk nge-DX (it was a great DX performer), terutama untuk jangkauan > 2500 mil (!!!).
Walaupun ada juga - yang karena keterbatasan lahan — melaporkan keberhasilan versi dengan hanya 2 buah kuncir vertikal,  ingatan bahwa pada dasarnya antena ini adalah hasil othak-athikan sebuah bentangan kawat 1λ (tanpa memper- hatikan footprint-nya lagi) membuat   orang jeri untuk ngejajal Bobtail curtain di low-band HF, se- hingga pelan-pelan disain ini meredup dari per- hatian para lo-band DX-ers.
Justru HSq — sesudah lewat hampir 30 tahun se- jak diuthak-athik W6BCX — kemudian jadi naik daun, gara-gara artikel Ben Vester K3BC di edisi Maret 1974 majalah QST.
Ben cukup lama memakai Bobtail curtain untuk mojok di 80m DX-window, sampai suatu hari badai merontokkan salah satu sayap 1/2λ-nya. Anehnya, di dalam ham sack-nya Ben ngga’ ‘ngrasain perbedaan apapun, baik saat memancar maupun menerima. Sesudah melakukan serangkaian test, dia tuliskan hasilnya dalam artikel di QST tersebut di atas, dengan judul yang merujuk ke nama asli yang dilansir Woody puluhan tahun yll.: “The HALF SQUARE Antenna”.
Lewat 20 tahun kemudian, sesudah melakukan sendiri berjenis ujicoba di hi-band, Paul Carr, N4PC (redaktur tehnik majalah CQ) melansir versi 40m HSq di CQ edisi September 1994, yang — karena merupakan hasil eksperimen paling mutakhir yang bisa ditemui — penulis coba wedar di orèk-orèkan ini.

Merakit HSq antenna
Dengan merujuk kepada gambar berikut, ikuti pe- tunjuk perakitan sbb.:


Bahan:
1. 40  mtr  kawat  tembaga,  1.6—2  mm,  bersalut PVC/nylon, jenis stranded/serabut.
2. 2 bh isolator (bikin aja dari potongan pipa PVC ato acrylic sheet 5 mm)
3. coax RG-58 (feeder line) secukupnya (dari feed- point ke TX, pertimbangkan panjang keselu- ruhan dengan memperhatikan cara penyam- bungan feeder- line pada baris-baris berikut)

Proses perakitan:
1. Seperti terlihat pada gambar, HSq ter-diri dari 2 segmen: 1 segmen vertikal 1/4λ dan 1 segmen 3/4λ (flat top 1/2λ yang di titik A tersambung lang-sung ke 1/4λ vertikal di sisi lain).
2. Sesuai  butir  1  di  atas,  potong  kawat  untuk kedua segmen dengan panjang masing-masing 10 dan 30 mtr.
3. Perhatikan gambar, pada titik A sisi flat top yang 20 mtr LANGSUNG TERSAMBUNG dengan sisi vertikal yang 10 mtr (jangan sampé ada sam- bungan di titik A, karena di situ ada pertemuan dua gaya tarik: ke samping (horizontal) dan ke bawah. Kiat yang dipaké N4PC ialah dengan menekuk/melipat bagian yang 10 mtr tersebut, kemudian tekukan/lipatan tersebut dimasukkan ke  salah  satu  lubang  pa-a  isolator.  Buat  loop kecil pada ujung tekukan, masukkan isolator ke loop tersebut kemudian tarik (ke arah ke dua sisi, horizontal dan vertikal), sampé loop mengecil dan akhirnya ter”kunci” mati (bagusnya, kiat ini meng- tidak usah-kan urusan solder menyolder yang rawan putus)!
4. Lakukan  cara  pengikatan   (ke  isolator)  yang sama pada ujung lain dari flat top, tapi inget di ujung ini tidak ada “kuncir” yang sepuluh meter yang harus di klewerkan ke bawah. Alih-alih ter- sambung ke   kuncir, pada titik ini sambungkan flat top dengan inner conductor dari coax/ feederline.
5. Ikatkan  kuncir  vertikal    pada  lubang  lain  dari isolator , kemudian sambung-kan outer braid/ serabut dari coax ke kuncir tersebut.
6. Yang kudu diperhatikan adalah dalam menarik coax  (ke  arah  TX)  JANGAN  menggantungkan coax sejajar dengan kuncir, karena   kemung- kinan akan ada interaksi antara keduanya (yang
bisa mengacaukan penunjukan SWR!).
Sesudah  langkah  6  ini  dilakukan,  HSq  sudah siap untuk dikèrèk naik ke kedua tiang yang tentunya sudah disiapkan sakbelonnya.


Penalaan:
Naikkan HSq dengan mengusahakan jarak bebas  +/- 2 mtr dari ujung bawah kedua sisi vertikal dengan permukaan tanah. Di samping mencegah biar ‘nggak  ‘nyampluk  kepala  orang  yang  lewat  di bawahnya,  juga ketinggian  segitu  masih  cukup mudah terjangkau di saat harus melakukan trim- ming & pruning (memotong ‘dikit-demi-’dikit) ujung- ujung sisi vertikal ini pada proses penalaan, sampé didapat penunjukan SWR terrendah  (paling nggak di bawah 1:1.4).
Pemotongan  mesti  dilakukan  SAMA  pada  kedua sisi, dan  pemotongan pada sisi yang langsung ter- sambung ke serabut coax akan lebih kliatan efeknya (pada penunjukan SWR) ketimbang sisi yang lain.


Kinerja yang diharapkan:
1. Walopun  dari  jauh  tongkrongannya  seperti  di- pole 1/2λ biasa, HSq polarisasinya vertikal.
2. Take  off  angle  +/-  200,  yang  cukup  “menjan- jikan” untuk nge-DX.
3. Arah pancaran bi-directional dengan pola radiasi angka 8 yang nyaris sempurna (tegak lurus ter- hadap arah bentangan antena) — ato yang dike- nal juga dengan istilah pola bow-tie (dasi kupu).
4. Gain sekitar 3.50—3.75 dBi

Dari keempat parameter di atas, sebenarnya bu- kan perolehan Gain yang pas-pasan itu benar yang merupakan daya tarik rancangan ini, melainkan pada  efek  directivity  (pengarahan)  dan  take-off angle yang bisa didapatnya pada ketinggian in- stalasi yang cuma sekitar 1/4λ itu, HSq juga meniadakan salah satu   ke-ogah-an ba- nyak rekans akan antena vertikal, yaitu tuntutan akan adanya sistim grounding yang cukup eksten- sip untuk mau bekerja sempurna.

Ketinggian instalasi
HSq ini juga tidak terlalu rewel terhadap urusan ketinggian instalasi.
Kalo’ misalnya ketinggian mast/tiang yang ada cuma 9 mtr, tekuk aja 3 mtr bagian bawah sisi ver- tikal ke arah dalam (lihat gambar di bawah), se- hingga jarak minimal dari ujung bawah kuncir ke permukaan tanah yang 2 mtr itu  tetap dapat diper- tahankan.



Bagi rekans yang memang demen uthak-athik, mungkin bisa dicoba memperpendek  panjang fisik kuncir yang seharusnya +/- 10 mtr itu dengan menggunakan linear loading, sehingga bisa dida- patkan ukuran baru (sekitar 7 mtr) yang mungkin akan lebih mudah untuk di”tangan”i, apalagi bagi mereka    yang    ‘ngerjain    sendiri    dari    urusan
‘ngebahan (proses potong memotong kawat, bikin isolator dll.) sampé naikinnya.

BTW, walopun teoritis perolehan Gain-nya cuma segitu, di berbagai milist banyak yang melaporkan bahwa HSq ini tidak malu-maluin kalo’ diajak trèk- trèkan dengan 2-elemen Yagi yang diinstall pada ketinggian feedpoint yang nyaris sama (ya laah ya, dengan ketinggian segitu 2-ele Yagi tentunya belon ato tidak akan bekerja sebagaimana mustinya, karena masih akan sangat terpengaruh konduktipi- tas tanah dibawahnya, sehingga jangan-jangan directivitynya pun belon terasa banget!).
Kalo’ mau — ukuran-ukuran tersebut di atas bisa aja di scale up/down untuk cakupan di band-band lain, dengan mempertahankan 2 mtr sebagai jarak minimal dari ujung bawah kedua kuncir ke permu- kaan tanah.

Kesimpulan & Evaluasi
Mengamati blah-blah-blah pada halaman-halaman di depan (baik yang bener-bener tersurat maupun yang sekedar tersirat), dapat disimpulkan sbb.:

• Rancangan  Half  Square  ini  cukup  sederhana cara  pembuatannya,  dengan  tingkat  kesulitan dan footprint yang tidak banyak terpaut dengan pembuatan dipole biasa, tetapi dapat memberi- kan peningkatan kinerja sebuah dipole (kalo’ memang mau dikonversi ke HalfSquare, dengan tinggal  menambahkan  kedua  segmen  vertikal dan memindahkan feedpoint ke pojok) yang cu- kup signifikan: pancaran yang lebih kuat, lebih terarah dan dengan sudut pancar yang jauh lebih rendah.
• Pada   dasarnya   Half   Square   adalah   sebuah Monobander antenna. Memang bisa diakalin untuk menjadi multibander, a.l. dengan meletak- kan elemen-elemen dari band yang lebih tinggi secara paralel dengan elemen-elemen band utama dan kemudian diumpan jadi satu, tapi, dikhawatirkan  adanya  interaksi  antar  elemen yang akan menyulitkan proses penalaan.
• Sebagai  receiving  antenna  Half  Square  dapat “menjinakkan” (karena tidak bisa menangkap) sinyal dari close-in stations dalam radius sekitar
2000an KM (= sinyal domestik/lokal), sehingga penggunanya lebih bisa berkonsentrasi dengan sinyal (yang mungkin riyep-riyep ato kempas- kempis yang bakal habis dilibas local QRM) dari jarak jauh (DX).
• Half  Square  ini  bisa  dikategorikan  dalam jenis Ground independent antenna, yakni jenis antena yang kinerjanya tidak tergantung pada ato ter- pengaruhi oleh kondisi tanah di bawahnya
• Salah satu kelemahan (tapi bagi beberapa peng- guna justru merupakan kelebihan) adalah band- withnya yg lebih sempit ketimbang dipole biasa. Bagi DX-ers sebenarnya ini BUKAN masalah, ka- rena slot di DX window memang sempit adanya. Apalagi buat kita di sini dengan lebar band 40m yang cuma 100 KHz itu, tinggal di tune aja Half Square ini di 7.050 MHz, coverage 50 KHz ke atas ato ke bawah (antara phone dan CW seg- men) tentunya tidak terlalu jadi masalah.
• Kelemahan   lain   adalah   karena   polarisasinya yang vertikal, sehingga dalam penerimaannya (receiving) cukup rawan terhadap local QRN yang kebanyakan memang berpolarisasi vertikal.

Betapapun, it’s worth to try, bro’ ...(!), lagian desain ini kan cukup terjangkau adanya, baik dari segi pembiayaan maupun tingkat kesulitan dalam pem- buatannya.
Selamat mencoba, ES HPI DX-ing (!)

- 73 -

Saturday, 10 December 2011

Ngobrol Ngalor Ngidul 0701

Ngobrol Ngalor Ngidul 0701

Meningkatkan kinerja Half Square

kalo’ ada pertanyaan sila kirim lewat Ja-Um: buletin@orari.net MILIST orari_news@yahoo.groups.com JaPri: unclebam@gmail.com

Dengan  lahan  yang  tibang  pas  untuk membentang    sebuah    Dipole    1/2λ, penambahan kuncir  1/4λ pada  masing- masing    ujungnya   serta    penggeseran feedpoint   ke   salah   satu   ujung   akan merubah  kinerja  Dipole  tersebut,  dari yang semula sekedar “asal nyampé” buat QSO domestik menjadi piranti andal buat nge-DX. Inilah kesan yang didapat para pengguna   antena   Half   Square   (yang diwedar di BeON edisi kemarin), walopun gagasan   awal   Woody   Smith   W6BCX (penemu  rancangan  ini)  adalah  untuk meningkatkan kinerja sepasang Inverted Ground Plane, yang pada kondisi aslinya memang sudah dikenal karakteristiknya sebagai Low Take Off angle radiator itu.. 

Sayangnya, sebagai pengembangan dari antena  vertikal  (Inverted  Ground  Plane kan pada dasarnya antena vertikal biasa yang diumpan dari atas), maka Hi Square mewarisi salah satu karakteristik antena vertikal,    yaitu    BANDWIDTH-nya    yang sempit.    Pengumpanan    bareng-bareng kedua    1/4λ  Inverted    Ground    Plane tersebut (lewat  1/2λ phasing line) hanya sedikit saja bisa memperlebar band- widthnya  (memang  sih  jadi  lebih  lebar dari vertikal biasa, tapi tidak terpaut jauh dari sebuah Dipole).

Ini yang membuat gundah para pe-DX, terutama yang gemar ikutan kontes dengan   multi-mode,   karena   tentunya akan sangat tidak praktis kalo’ mesti re- tuning ATU-nya tiap kali ganti mode dari CW, ato Digimode ke Phone dan sebaliknya, terlebih lagi di low band HF yang antara kedua mode frekwensinya bisa terpaut sekiitar 300 KHz itu.

Half  Square  Antenna  yang  diambil sebagai  “proyek  percontohan”  di  edisi lalu adalah untuk band 40m yang lebar band-nya cuma 100 KHz itu. Lagi pula, di band ini lebih banyak pe-DX anak negeri yang bekerja dengan mode CW ato berbagai DIgimode di segmen bawah band ini, sehingga kalaupun sekali-sekali mau paké phone, paling jauh frekwensi kerjanya  cuma  terpaut  30-50  KHz  ke atas.  Dengan  demikian,  kalo’  toh  Half  Square-nya dari awal di tune di frekwensi tengah band ini (7.050 MHz),  tidak akan terlalu jadi masalah kalo’ harus hopping from edge-to-edge di band ini.

Karenanya,  orèk-orèkan  kali  ini  lebih ditujukan  bagi   mereka   yang   kepingin ‘nge-jajal Half Square di 80 ato 160m. 

Pertimbangannya adalah dari segi efisien si  yang didapat dan investasi yang harus dikeluarkan,   kalaulah   lahannya   ada, jatoh-nya akan lebih feasible untuk naikin Half Square ketimbang Dipole (yang pada ketinggian instalasi/feedpoint yang  sama akan dilibas abis di urusan take-off angle), ato vertikal (yang biasanya sudah dibonsai abis-abisan sehingga electrically cuma tinggal 1/8λ, belum lagi keribetan ekstra di urusan ‘ngebentang radialnya. (!)

Upaya memperlebar bandwidth

Selama  ini  dikenal  beberapa  kiat  untuk bisa memperlebar bandwidth antena, kata- kanlah yang biasa dilakukan pada sebuah Dipole.

Yang paling sederhana adalah dengan memperbesar diameter kawat yang dipaké ‘ngebahan antena, ato mengganti 2-3 mtr (untuk band 80m) kedua ujung antena dengan pipa aluminium dia.1/2—3/4 inch, ato mengganti kawat yang semula berupa kawat tunggal (single wire) dengan multi-wire    (seperti    pada    folded    dan    3-wire  dipole)

Cara lain yang “lebih cepet kliatan hasil nya” (ditandai dengan nge-tune-nya ‘nggak susah-susah amat) adalah dengan membuat   sebuah   Fan   Dipole   (antena Kumis   Kucing,   lihat   Gambar   1),   yang konduktornya alih-alih dipotong untuk resonan di dua  band (tarohlah di 80 dan 40m), di versi broadband ini salah satu dipole ditala di 3.500—3.520 Mhz, sedang dipole kedua ditala di  3.750-3.800 MHz kedua rentang frekwensi tersebut adalah celah pada DX-windows di 80m).


Rudy   Steverns   N6LF   tertantang   untuk menjajal kiat ini pada Half Square Anten- na, yang dia lakukan dengan mengganti kedua sisi tegak dengan sayap-sayap Fan Dipole seperti yang di Gambar atas

Hal pertama yang dia temukan adalah ada perbedaan signifikan pada cara merentang kedua  konduktornya. Kalo’  pada  Fan  Di- pole jarak antara ke dua ujung luar kon- duktor tidak terlalu kritis, pada Half Square justru jarak pada kedua ujung   ini cukup menentukan  kinerja  antena  hasil  modifikasian ini.

Untuk di 80m, jarak antara L1 dan L2 pada Gambar 2 mesti dibuat sekitar 13 meteran. Trus lagi, akan ada perbedaan karakteristik antara  kalo’  segitiga  semu L1-L2-L3 diglantungin pada bidang yang sama dengan (in  the  same  plane  with) arah  bentangan  flat  top  (lihat  Gambar 2) ....


Keterangan:
L-1 dibuat resonan di 3.500—3.520 MHz
L-2 dibuat resonan di 3.750—3.800 MHz
L-3 = +/- 13 mtr (panjang persisnya di cari waktu proses penalaan)

dengan yang kalo’ ‘ngegantungnya seakan membentuk sudut 900  (perpen- dicular)  dengan bentangan flat  top  se- perti di Gambar 3 di bawah ini


Dengan konfigurasi seperti di Gambar 2 maka akan didapatkan pancaran yang bi- directional (F/B ratio = 0), sedangkan konfigurasi pada Gambar 3 akan menghasilkan arah pancaran yang mendekati uni-directional, dengan F/B ratio 3-4 dB (terutama di frekwensi ren- dahnya), yang berarti ada sedikit penambahan Gain ke jurusan yang dituju.

Namun demikian, walo-pun footprintnya ja-di membesar, kalo’ toh lahan yang ada memungkinkan, banyak pe- DX yang le- bih  memilih  konfigurasi  di  Gambar  2, yang     dengan     arah     pancaran     bi- directional  akan   lebih   memungkinkan dalam menguber stasiun DX yang tidak bisa  didapatkan  dengan  bekerja  short- path  (mengambil jarak  terdekat  antara dua  buah  titik  seperti  yang  bisa  diliat dengan  ato  pada  azimuthal  map  yang dibuat dengan me-ngambil QTH si pe-DX sebagai titik pusat), ato dengan kata lain sinyalnya   harus   berjalan   mengelilingi bulatan  bumi  dengan  mengambil  jarak ato bekerja long path (ada yang ‘ambil gampangnya dengan menafsirkan termi- noloji long path sebagai “sinyalnya lom- pat”; karena kata “long” emang nyrèm- pèt-nyrèmpèt dengan suku kata “lom”). 

BTW, ukuran pasti untuk tiap elemen SA- NGAT tergantung pada kondisi lapangan, ka rena     m enyangk ut     luas     la han (bertambah  panjang  bentangan  flattop berarti  sisi  vertikal  bisa  dibuat  lebih pendek, yang juga berarti ketinggian in- stalasi bisa dibuat lebih rendah), konduk-tifitas tanah di bawah bentangan antena, dan beberapa faktor lain. Karenanya rumus untuk   menghitung   ukuran   1/2λ   Dipole yang L = 143/f sekali lagi hanya sekedar untuk ancer-ancer saja. Dalam memotong kawat harap ditambah barang 0.5 — 1 mtr karena bagaimanapun lebih baik memo- tong  daripada harus  menyambung kawat pada  proses  penalaan  nanti.  Dalam  hal ada kelebihan kawat, seyogyanya selagi masih dalam proses penalaan lipat ato tekuk aja kelebihan itu ke arah yang ber- balikan dengan arah bentangan kawat, kemudian ikat/kencangkan pada kawat itu sendiri dengan menggunakan cable ties.

Proses penalaan
Siapkan kedua sisi vertikal dengan mem- buat sebuah Fan Dipole seperti di Gambar
1, setelah jadi kemudian tune ato tala se- bagus mungkin sehingga didapatkan SWR terrendah (‘ngga’ perlu 1:1) dimasing- masing frekwensi.

Kalo’ sudah ketemu, copotin masing- masing sayap Dipole itu, dan gunakanlah keduanya sebagai sisi vertikal yang di- klèwèrin di masing-masing ujung flattop ato sisi horizontal., dengan memben-tangnya sesuai kondisi lahan atau   konfigurasi macam mana (simetris ato asimetris) yang dikehendaki.

Kèrèk   ato   naikan   atena   keposisinya. Pada   point   ini   anda   akan   bersyukur bahwa penalaan selanjutnya bisa dilaku- kan TANPA naik-turunin antena lagi, pa- ling-paling rasa capèk anda lebih dise- babkan karena mesti mondar-mandir antara ke-empat titik jatuhnya ujung sisi vertikal, dan mungkin juga karena anda harus ’ngejinjit (berjingkat) waktu nge- trim  ke-empat ujung itu (!).

Kalo’ anda beruntung punya ato dapat pinjeman Antenna Analyzer, rasanya proses mondar-mandir sambil ‘narik-ulur ke empat ujung itu akan jauh mengurangi rasa capek anda.

Lakukan penalaan lagi, kali ini tweak it sampai SWR 1:< 1.5 bisa didapatkan. Kemudian? Tergantung time of the day, sepertinya sekarang tinggal tunggu jam- jam yang pas (bukaan propagasi) untuk ngejajal antena  anda.  Sekali lagi  inga’- inga’, Half Square didesain dengan pemikiran untuk  dipaké  DX-ing,  jadi  ja- ngan lantas kelewat kuciwa kalo’ anda selalu dipanggil terakhir kalo’ check-in di net-net lokal macam Riau  morning net, kecuali  kalo’  anda  tinggal  ato  operate dari Merauke sono. 

Bonus edisi ini
Just an afterthought (baru keinget), kiat memperlebar bandwidth di  band 80m dengan membuat Fan Fipole yang dibi- kin resonan di low dan high segments of the  band  ini  kaya’nya  bisa  ditrapkan juga   untuk   memperlebar   bandwidth 80m Dipole biasa (ato pun yang short- ened alias dibonsai).

Alih-alih   membuatnya   d ari   kawat sepanjang 1/2λ seutuhnya (baik secara
fisik maupun elektrikal), ganti kira-kira 6 mtr di masing-masing ujung dengan kabel monster, twin-lead TV, window- type ladder line, open wire ato berjenis kawat  2-ler  (dwi-konduktor) semacam- nya. Setelah dinaikin, tune salah satu konduktor di  sekitar 3.5-3.6  MHz,  ke- mudian tune konduktor lainnya di seki- tar 3.800 MHz.

Seperti yang biasa terjadi pada spasi antar  elemen  yang  nyaris  dèmpèt  ini, pse antisipasi kalo’ terjadi interaksi antara kedua segmen pada waktu tun- ing.

OK, guys— let’s try it, es GL (!)
[73]

Ngobrol Ngalor Ngidul 0612

Ngobrol Ngalor Ngidul 0612

40m Half Square Antenna

kalo’ ada pertanyaan sila kirim lewat JARUM: buletin@orari.net MILIST orari-news@yahoo.groups.com JAPRI: unclebam@gmail.com


Pengantar:
Salah  satu  directive  antenna     yang  cukup populer di kalangan DX-er  berkantong  cekak adalah  Half  Square  Antenna,  yang  sepintas tongkrongan  dan  dimensinya  mirip   dengan sebuah  dipole  biasa  yang  disambungkan  ke sebuah  vertikal  1/4λ  pada   masing-masing ujungnya.
Kedua  buah  vertikal  1/4λ  tersebut  lantas diumpan   bareng-bareng   (phased   fed)   dari ujung atas  salah satu vertikal. Sinyal berjalan lewat segmen atas antena yang berupa  dipole 1/2λ itu menuju ujung atas vertikal satunya, sehingga  kedua  vertikal  tersebut  serempak memancarkan sinyal ke angkasa.
Karena ukurannya,  bagi homebrewers    yang demen ber-low band DX-ing,  kaya’ nya cuma versi  buat  band  40m  aja  yang    bakal  keta- nganan  buat  dikerjain   sendiri,   dari  proses ’ngebahan, merakit sampé naikinnya.

Kenapa Vertikal?
Antena      vertikal cukup populer bagi low- band DX-ers lantaran salah satu karakteristik  antena  ini  adalah  take-off angle-nya yang rendah (sekitar 20').

Untuk mendapatkan sudut pancar segitu sebuah dipole (ato  variant-nya,  termasuk antena Yagi)  mesti dinaikin dengan feed point  pada  posisi  setidaknya  1/2λ  dari permukaan  tanah  —  suatu  yang  agak muskil buat rata-rata amatir anak  negri, yang   paling-paling     mengandalkan    2 batang   pipa    galvanized    ato   lonjoran bambu yang disambung-sambung (!).


Bagi   para DX-er, salah satu sebab kenapa ogah   memaké  antena  vertikal  adalah karena   sifatnya   yang   omni-directional, sehingga tidak bisa menolak QRM   yang ’ngerubutin    dari   segala   penjuru,   yang kadang-kadang     sampe     “mengubur” stasiun   DX       yang    dituju. Belum           lagi kecenderungannya   untuk  noisy  (brisik) dan  tuntutannya akan sistim radial yang cukup    ekstensip, yang    bagi    banyak rekans dianggap cukup ngrepotin.

Sebelum pecah   PD-II, Woody Smith W6BCX banyak  bereksperimen dengan Inverted Groundplane (antena  vertikal yang diumpan dari atas).

Diem-diem (karena kegiatan amatir radio dilarang  pada  masa perang) Woody memendam  keinginan  untuk mengembangkan    eksperimennya lebih lanjut dengan   ‘ngejajal   2 ato   lebih   elemen vertikal.
Baru  segera sesudah PD-II usai, keinginan ini jadi kenyataan, dan lewat serangkaian ujicoba  lahirlah  versi  2   elemen,   yang kemudian  dikenal  sebagai  Half  Square Antenna (untuk  selanjutnya di tulisan ini disingkat HSq) .

Versi asli HSq dibikin dari seutas kawat sepanjang  1λ (full   wave  lenght),   yang masing-masing ujungnya    ditekuk   90' sepanjang 1/4λ, dan dibentang memben- tuk huruf U yang  terbalik  (Inverted  U) — sehingga   tongkrongannya  mirip  dengan sebuah   dipole  1/2λ yang  diberi  kuncir 1/4λ di  kedua  ujungnya.  Inverted  U  ini lantas diumpan dari salah satu pojok flat top-nya.


Belum    sempat ‘ngejajal naikin sendiri rancangannya,  Woody  harus pindah QTH ke lain negara bagian. Sebelum pergi, dia tinggalkan  pesan  buat   rekan—rekannya untuk mencoba  naikin, ato melanjutkan bereksperimen dengan rancangannya tersebut.

Sayang, idee ini kurang mendapat response,   karena   kebanyakan  mereka belum bisa diyakinkan bahwa kiat sesederhana itu (cuma dengan     penam- bahan     kuncir)     akan     memberikan peningkatan   yang    signifikan   terhadap kinerja sebuah dipole 1/2λ.

Di kediaman barunya Woody berfikir, mungkin  disain  yang  lebih  complicated akan lebih bisa menarik perhatian. Maka di majalah CQ  edisi Maret  1948 Woody melansir rancangan Bobtail Curtain, yang berupa bentangan flat top sepanjang  1λ penuh yang diberi kuncir 1/4λ di tiga titik: di tengah dan pada kedua ujung.

Disain baru   ini   mendapat   tanggapan positip banyak yang melaporkan bahwa tirai  Bobtail ini bener-bener bisa diandalkan untuk nge-DX  (it  was a great DX performer), terutama untuk jangkauan > 2.500 mil (!!!).

Walaupun ada   juga yang   karena keterbatasan lahan — melaporkan keberhasilan versi dengan hanya 2 buah kuncir vertikal, betapapun ingatan bahwa pada  dasarnya  antena  ini  adalah  hasil othak-athikan  sebuah  bentangan  kawat 1λ (tanpa   memperhatikan   footprint-nya lagi) membuat   orang jeri untuk  ngejajal Bobtail     curtain di low-band  HF,  sehingga pelan-pelan    disain   ini    meredup   dari perhatian para lo-band DX-ers.


Justru   HSq  - sesudah lewat hampir 30 tahun sejak diuthak-athik W6BCX - kemudian   jadi   naik    daun, gara-gara artikel  Ben  Vester K3BC   di  edisi  Maret 1974 majalah QST.

Ben cukup lama memakai Bobtail curtain untuk mojok di 80m DX-window, sampai suatu hari badai merontokkan salah satu sayap  1/2λ-nya. Anehnya,  di dalam ham shack-nya Ben ngga’ ‘ngrasain perbedaan apapun, baik  saat  memancar maupun menerima. Sesudah  melakukan  serang- kaian  test,  dia  tuliskan  hasilnya  dalam artikel di  QST  tersebut di  atas, dengan judul  yang  merujuk  balik  ke  nama  asli yang dilansir Woody 30 tahun yll.:  “The HALF SQUARE Antenna”.


Lewat 20  tahun kemudian, sesudah melakukan sendiri berjenis ujicoba di hi- band, Paul  Carr,  N4PC  (redaktur  teknik majalah CQ)  melansir  versi 40m  HSq  di CQ edisi September 1994, yang — karena merupakan  hasil eksperimen paling mutakhir  yang bisa  ditemui  -  penulis coba wedar di edisi ini.

Merakit HSq antenna
Dengan    merujuk kepada gambar berikut, ikuti petunjuk perakitan sbb.:

Bahan
1. 40  mtr  kawat  tembaga,  1.6—2  mm, bersalut   PVC/nylon, jenis stranded/ serabut.
2. 2 bh isolator (bikin aja dari  potongan pipa PVC ato acrylic sheet 5 mm)
3. coax  RG-58  (feeder line)  secukupnya (dari feedpoint ke  TX,  pertimbangkan panjang keseluruhan dengan memper- hatikan  cara   penyambungan  feeder- line pada baris-baris berikut)

Proses perakitan:
1. Seperti terlihat pada gambar, HSq  ter- diri dari 2 segmen:  1  segmen vertikal 1/4λ  dan  1   segmen  3/4λ  (flat   top 1/2λ yang di titik A      tersambung lang- sung dengan 1/4λ vertikal di sisi lain).
2. Sesuai  butir 1  di atas, potong  kawat untuk kedua segmen dengan  panjang masing-masing 10 dan 30 mtr.
3. Perhatikan gambar, pada titik A sisi flat top   yang   20  mtr   LANGSUNG   TER- SAMBUNG dengan sisi vertikal yang 10 mtr (jangan sampé ada sambungan di titik A, karena di situ  ada  pertemuan dua gaya tarik: ke samping (horizontal) dan ke bawah. Kiat  yang dipaké  N4PC ialah dengan menekuk/melipat bagian yang   10    mtr    tersebut, kemudian tekukan/lipatan tersebut  dimasukkan ke  salah  satu  lubang pada  isolator. Buat     loop kecil pada  ujung tekukan, masukkan  isolator  ke  loop  tersebut kemudian  tarik (ke arah ke dua sisi, horizontal dan  vertikal),  sampé  loop mengecil dan akhirnya ter”kunci” mati (bagusnya, kiat ini  meng-  tidak usah- kan  urusan  solder   menyolder  yang rawan putus itu !)
4. Lakukan  cara pengikatan (ke isolator) yang sama pada ujung lain dari flat top, tapi inget di ujung ini tidak  ada “kuncir” sepuluh meter yang harus di- klewerkan     ke     bawah.     Alih-alih tersambung  ke   kuncir, pada titik ini sambungkan  flat  top  dengan  inner conductor dari coax/feederline.
5. Ikatkan  kuncir  vertikal    pada  lubang lain dari isolator , kemudian sambung- kan outer  braid/serabut  dari coax ke kuncir tersebut.
6. Yang  kudu diperhatikan adalah dalam menarik  coax  (ke arah  TX)   JANGAN menggantungkan coax sejajar  dengan kuncir, karena  kemungkinan akan ada interaksi antara  keduanya (yang bisa mengacaukan penunjukan SWR!). Sesudah langkah 6  ini dilakukan, HSq sudah  siap   untuk  dikèrèk  naik   ke kedua   tiang   yang   tentunya   sudah disiapkan sakbelonnya.

Penalaan:
Naikkan HSq dengan mengusahakan jarak  +/- 2 mtr dari ujung bawah kedua sisi vertikal dengan permukaan tanah. Di samping mencegah biar nggak ‘nyampluk kepala  orang  yang  lewatdi  bawahnya, juga ketinggian segitu   masih   cukup mudah terjangkau di saat harus melakukan trimming & pruning  (memotong ‘dikit-demi-’dikit)   ujung-ujung sisi vertikal ini pada proses penalaan, sampé didapat  penunjukan SWR terrendah (paling nggak di bawah 1:1.4). 

Pemotongan mesti dilakukan SAMA pada kedua  sisi, dan pemotongan pada sisi yang  langsung  tersambung  ke  serabut coax akan lebih kliatan efeknya (pada penunjukan  SWR) ketimbang  sisi  yang lain.

Kinerja yang diharapkan:
1. Walopun     dari   jauh   tongkrongannya seperti dipole  1/2λ biasa, HSq  polari-sasinya vertikal.
2. Take  off  angle  +/- 200,  yang  cukup “menjanjikan” untuk nge-DX.
3. Arah pancaran bi-directional dengan pola radiasi angka 8 yang nyaris sempurna (tegak lurus terhadap  arah bentangan antena) — ato yang dikenal juga dengan istilah “bow-tie” pattern.
4. Gain sekitar 3.75 dBi

Dari keempat parameter di atas, sebenarnya bukan perolehan Gain yang pas-pasan itu benar yang  merupakan  daya tarik   rancangan ini, melainkan   pada directivity (pengarahan) dan take-off anglenya HSq juga meniadakan salah satu ke-ogah- an  banyak  rekans  akan  antena  vertikal,  yaitu tuntutan akan adanya sistim ground- ing   yang   cukup   ekstensip   untuk   mau bekerja sempurna.

Desain      ini juga tidak terlalu rewel terha- dap urusan ketinggian instalasi. 

Kalo’ misalnya ketinggian mast/tiang yang ada  cuma 9 mtr, tekuk aja 3 mtr  bagian bawah  sisi  vertikal ke  arah  dalam  (lihat gambar di bawah), sehingga jarak minimal dari  ujung  bawah  kuncir  ke  permukaan tanah yang 2 mtr itu   tetap dapat diperta- hankan.

Bagi    rekans yang memang demen uthak- athik, mungkin bisa dicoba  memperpen- dek  panjang fisik kuncir yang seharusnya +/-  10   mtr  itu  dengan  menggunakan linear loading, sehingga bisa  didapatkan ukuran baru (sekitar 7 mtr) yang mungkin akan   lebih   mudah   untuk   di”tangan”i, apalagi bagi mereka yang ‘ngerjain sendi- ri dari urusan ‘ngebahan  (proses  potong memotong kawat) sampé naikinnya.

BTW, walopun teoritis perolehan Gain-nya cuma  segitu, di  berbagai  milist  banyak yang  melaporkan  bahwa  HSq  ini  tidak malu-maluin  kalo’     diajak    trèk-trèkan dengan 2-elemen Yagi yang diinstall pada ketinggian feedpoint yang nyaris sama.

Kalo’   mau —  ukuran-ukuran  tersebut di atas  bisa  aja  di  scale  up/down  untuk cakupan   di    band-band lain, dengan mempertahankan  2 mtr  sebagai  jarak minimal dari ujung bawah kedua kuncir ke permukaan tanah.

Selamat mencoba, ES HPI DX-ing (!)  [73]