Monday 5 December 2011

Ngobrol Ngalor Ngidul 0406

Ngobrol Ngalor Ngidul 0406  


Omni Directional Antenna Untuk Band 2 M, bagian II

kalo’ ada pertanyaan silah kirim via orari-news@yahoogoups.com, atau langsung ke
unclebam@indosat.net.id


Antena 1/4l yang diwedar di edisi kemarin layaklah kalau disebut sebagai entry point buat rekan amatir radio yang mau belajar homebrewing dengan merakit sendiri antenanya.

Taruhlah “proyek antena” yang pertama tersebut sudah diselesaikan, ditala, diujicoba dan digunakan… tentunya lantas terpikir untuk mencari rancangan lain dengan kinerja yang seharusnya lebih baik dari antena pertama tersebut. Pantas-pantasnya, yang lantas terbayang untuk dieksperimen berikutnya adalah antena 1/2 l (atau 2 x 1/4 l). Tapi, kebanyakan praktisi perantenaan lantas memilih untuk ‘loncat satu step lagi, yaitu dengan menjajal antena 5/8 l (yang= 1/2+1/8 l), yang di kalangan homebrewers memang menduduki ranking ke dua (sesudah antena 1/4 l) dalam popularitasnya, baik sebagai antena di base, mobile atau untuk dibawa working portable.

Antenna 5/8 l menjanjikan sudut pancar (radiation angle) yang lebih rendah, dengan gain sekitar 3 dB (= penguatan 2x) ketimbang “adik”nya yang 1/4 l. Ini berarti untuk komunikasi jarak dekat (misalnya dari base station ke repeater lokal di atas gedung tinggi atau bukit terdekat) mungkin antena 1/4 l dengan sudut pancar yang lebih tinggi (higher radiaton angle) akan menunjukkan kinerja yang lebih baik dari segi reliability dalam menjamin komunikasi selama 24 jam, tapi untuk jarak sedang dan jauh tentunya sang “kakak” akan lebih berjaya ….

Walaupun banyak merek bikinan pabrik yang beredar di pasar, sepertinya selama beberapa dasawarsa ini merek Larsen dari Amrik (atau tiruannya) masih tetap mendominasi pasar.

Ukuran antena 5/8 l
Seperti juga waktu membahas antena 1/4l, kita ambil saja ukuran yang selama ini lazim  dirujuk para homebrewers, yaitu 47” atau ±120 cm.

Sebenarnya antena 5/8 l sudah mau dan bisa bekerja baik TANPA radials, tapi buat yang  kurang pédé dengan konfigurasi tanpa radial ini, silah pakai radial ukuran 19” seperti yang dicontohkan pada wedaran tentang antena 1/4 l di edisi kemarin.

Mengamati distribusi arus (current distribution) pada antena 5/8 l ini (lihat gambar  berikut), maka kalau ujung A dianggap sebagai feedpoint, ujung ini berada di titik voltage maxima dengan impedansi tinggi, yang tentunya tidak akan cocok untuk di feed dengan kabel coax yang umum dipakai.


Sedangkan ujung B – dari mana signal di”lempar” ke udara atau dipancarkan - berada di  posisi yang serba ‘nanggung (idealnya kan signal dipancarkan dari point di mana terdapat current maxima) Karenanya, untuk “mengakali” bagaimana impedansi di ujung A bisa diturunkan dan secara elektrikal posisi ujung B bisa digeser mendekati titik di mana terdapat current maxima (sehingga pancaran lebih efisien), pada pembuatannya di ujung A (feedpoint) lantas ditambahkan sebuah coil (L), yang di samping berfungsi sebagai impedance transformer, juga sekaligus sebagai sebuah loading coil yang “seolah” (secara  elektrikal) menambah ukuran panjang elemen (lihat skema berikut).


Membuat antena 5/8 l:
Untuk mounting bracket dan radials bisa diambil atau dicontèk saja ukuran-ukuran, bahan dan cara pembuatan seperti yang di wedar di edisi lalu.
Untuk radiator atau elemen yang ± 120 cm tersebut - tergantung pada pemakaiannya nanti – anda bisa memilih salah satu diantara kawat stainless steel (baja nirkarat) diameter 1/16”, atau kawat tembaga AWG #10 (2,5 mm), atau aluminium tubing - seyogyanya dibuat teleskopik dari tubing dengan diameter 1/4 s/d 5/8” .
Untuk yang mau memasangnya di mobil, tentunya bahan stainless steel 1/16” yang jadi pilihan (supaya ‘nggak patah kalau kebetulan nggak sadar mesti ‘ngebrobos di bawah portal), sedangkan kawat tembaga lebih cocok untuk dipakai indoor atau digantung.
Untuk pemakaian outdoor atau portable (camping, mudik) tentunya konstruksi dengan  aluminium tubing yang jadi pilihan karena disamping yang paling kokoh di antara ketiga pilihan, juga proses penalaannya lebih mudah karena tinggal di”tarik-ulur” untuk mendapatkan SWR terbaik.

Proses perakitan
Kali ini tidak akan diberikan detail perakitan, karena banyak sekali kemungkinan yang  bisa dijajagi sesuai dengan ingenuity (keprigelan) masing-masing calon perakit.
Sekadar informasi, kalau itungannya bakal jatuh mahal untuk membeli baru, bahan kawat  stainless steel bisa dipulung dari bekas mobile antena tetangga sebelah (CBers), atau dari whip antena bekas aplikasi komersiil dan militer.
Disamping itu, di era PVC dan serba plastik sekarang ini (yang distribusi arus pada antena 5/8 λ belum ada di tahun 80an doeloe), banyak dan mudah dijumpai aksesories untuk urusan sambung-menyambung (bisa berbentuk adap- tor, bloksok, kap/dop dll) yang bisa  dialihgunakan untuk urusan rakit- merakit ini (misalnya: kap/dop bisa dimodifikasi untuk mounting koker/ coil L1 ke mounting bracket, berjenis adaptor dan bloksok bisa   dipakai sebagai reducer untuk menyambung coil L1 dengan radiator dsb).

Untuk menyambung ujung-ujung coil ke elemen dan ke ground bisa dipakai berjenis cable-shoe (tinggal pilih yang berbentuk fork, ring dsb), yang bisa disekrupkan ke elemen (atau ground) dengan self-tapping  screw (sekrup tanam).

 
ANTENA 1/2 l
Kecuali untuk driven element pada sebuah Yagi, di band 2 M jarang dipakai antena 1/2 l  dalam bentuk dipole antenna (yang center-fed, atau dengan feedpoint di tengah). Dengan karakter center-fed dipole sebagai directive antena, tentunya di luar lingkup bahasan tulisan ini yang “membatasi” untuk ‘ngebahas tentang omni-directional antenna saja.

 Kalau antena ini diumpan dari salah  satu ujung (end-fed), kembali - seperti pada antena 5/8 l - akan dijumpai kenyataan bahwa di feedpoint tersebut akan didapati voltage maxima dengan impedansi tinggi sehingga ‘nggak  bisa difeed pakai coax … Problem solving (pemecahan masalah) untuk mengatasi hal ini disamping dengan menambahkan coil di feed point seperti yang diwedar di atas, juga bisa dengan memberikan quarter wave matching stub seperti yang bisa diamati pada antenna J-Pole rancangan Lee Aurick, W1SE yang skemanya diberikan berikut ini.

J-Pole berpola pancar omni-directional dengan radiation angle yang lebih tinggi  ketimbang antena 1/4 dan 5/8 l yang duluan diwedar, dan sama sekali tidak memerlukan radial atau ground plane (yang fungsinya sudah di”rangkap” oleh matching stub).

Keterangan:
· Total panjang elemen = (1/2 + 1/4) l = ± 145 cm
· Isolator bisa dibuat dari keeping acrylic, fiber glass atau pertinax
· Shorting bar bisa dibuat dari sheet aluminium atau tembaga 1-2 mm
· Adjustment pada proses penalaan dilakukan dengan “memainkan” jarak antara  titik koneksi (klèm) dan shorting bar serta Trimmer 20 pF sampai ditemukan SWR 1:1 (buat yang sudah biasa “main” dengan antenna Yagi tentunya bisa mengenali kombinasi komponen-komponen klèm, kawat penghubung ke pin inner conductor konektor SO-239 (atau bisa pakai aluminium rod) dan trimmer ini sebagai sebuah gamma match, yang memang dipakai untuk meng-coupling signal dari sumber sinyal ke antena).

Kembali, untuk perakitannya terserah kepada masing-masing ca- per (calon perakit) untuk berimprovisasi dalam mengembangkan keprigelan-nya, karena dari sononya sebenarnya yang terniat adalah memberi pancing (lengkap dengan mata kail-nya), dan bukan langsung menyajikan sepiring ikan mas goreng (yang “kemebul”) sebagai menu utama serial tulisan ini ;-)

Nah, kembali obrolan kali ini kita cukupkan sampé di sini dulu, di edisi mendatang (bagian akhir serial ini) kita tengok rancangan “antenna sejuta ummat” era 80’an, yaitu Slim Jim antenna. 73

No comments:

Post a Comment