Ngobrol Ngalor Ngidul 0407
Omni Directional Antenna untuk band 2 M, bagian III
kalo’ ada pertanyaan silah kirim via orari-news@yahoogoups.com, atau langsung ke
unclebam@indosat.net.id
Errata:
Pas 2 hari sesudah BEON 0406 edisi November 2004 beredar, malam-malam di 40M perangkum dapat “komplain” dari salah seorang pembaca BEON yang ber”mata jeli” : “mas BAM, apa kurva distribusi arus pada antenna 5/8l di BEON terakhir ‘nggak salah ….., dan ceritanya kok gak ‘nyambung …… dst.”.
kalo’ ada pertanyaan silah kirim via orari-news@yahoogoups.com, atau langsung ke
unclebam@indosat.net.id
Errata:
Pas 2 hari sesudah BEON 0406 edisi November 2004 beredar, malam-malam di 40M perangkum dapat “komplain” dari salah seorang pembaca BEON yang ber”mata jeli” : “mas BAM, apa kurva distribusi arus pada antenna 5/8l di BEON terakhir ‘nggak salah ….., dan ceritanya kok gak ‘nyambung …… dst.”.
Lha ya saya mesti bilang apa selain berkilah: “Memang iya, karena ada sedikit kesulitan teknis waktu memindahkan orèk-orèkan saya ke format ready to print sebelum edisi tsb. “naik cetak” …...”
So, alinea ke 3 pada rubrik ‘ngobrol-‘ngalor-‘ngidul di BEON 0406 tersebut seharusnya tertulis (dan tergambari) sbb.:
Quote: Mengamati distribusi arus (current distribution) pada antena 5/8l ini, maka kalau pada gambar berikut ujung/titik A dianggap sebagai feedpoint, terlihat bahwa ujung ini berada di titik voltage maxima yang berimpedansi tinggi, yang tentunya tidak akan cocok untuk di umpan lewat kabel coax 50 ohm yang umum dipakai.
Ujung satunya lagi (ujung/titik B) – dari mana signal di”lempar” ke udara atau dipancarkan – justru berada di posisi yang serba ‘nanggung, karena idealnya signal kan dipancarkan dari titik di mana terdapat current maxima. Nah, untuk “mengakali” bagaimana impedansi di ujung A bisa diturunkan dan secara elektrikal posisi ujung B bisa digeser mendekati titik di mana terdapat current maxima (sehingga pancaran lebih efisien), pada pembuatannya di ujung A (feedpoint) lantas ditambahkan sebuah coil (L), yang di samping berfungsi sebagai impedance transformer, juga sekaligus sebagai sebuah loading coil yang “seolah” (secara elektrikal) menambah ukuran panjang elemen, dst …. unquote
PS: si “mata jeli” tsb adalah OM Rudy, YBØNM – yang dalam sejarah per-antenna-an negeri ini pernah bikin rekor (yang tak terpecahkan sampai hari ini) dengan merakit, menaikkan dan mengoperasikan antenna 80M terbesar yang pernah ada di bumi pertiwi: 3 elemen FULL SIZE 80M wire-beam dengan ketinggian feedpoint sekitar 1/2l — indeed it was a real “awesome project”, OM (!) —, yang walaupun sekarang ini bakal susah untuk dibikin “duplikat”nya, suatu saat boleh dong OM tulis di BEON ini “cerita dibalik berita” kisah sukses dari zaman Hamboree Cibubur awal 80’an itu ….
The Slim Jim Antenna
Di wedaran tentang J-Pole di edisi kemarin dijelaskan sepintas bagaimana memakai quarter wave (1/4l) matching STUB untuk mengumpan sebuah antenna 1/2l pada titik voltage maxima-nya. Sepanjang stub tersebut, dari atas (sisi terbuka yang tersambung ke elemen antenna) ke arah bawah (sisi tertutup) impedansi akan bergerak menurun. Dengan menaik-turunkan posisi “shorting bar” sepanjang sisi bawah stub tersebut bisa dicari titik pengumpanan (feedpoint) dengan impedansi 50 ohm - yang sama dengan impedansi saltran/coax-nya sehingga bisa ketemu SWR 1:1 di situ.
Di wedaran tentang J-Pole di edisi kemarin dijelaskan sepintas bagaimana memakai quarter wave (1/4l) matching STUB untuk mengumpan sebuah antenna 1/2l pada titik voltage maxima-nya. Sepanjang stub tersebut, dari atas (sisi terbuka yang tersambung ke elemen antenna) ke arah bawah (sisi tertutup) impedansi akan bergerak menurun. Dengan menaik-turunkan posisi “shorting bar” sepanjang sisi bawah stub tersebut bisa dicari titik pengumpanan (feedpoint) dengan impedansi 50 ohm - yang sama dengan impedansi saltran/coax-nya sehingga bisa ketemu SWR 1:1 di situ.
Karena diinstall pada posisi tegak terhadap permukaan bumi, J- pole berpolarisasi vertikal dengan arah pancaran yang omnidirec- tional. Vertical radiation (radiasi ke-arah vertikal) cenderung mengarah ke atas, yaitu ke ujung atas antenna, yang sebenarnya kurang bagus untuk antenna VHF, karena idealnya radiasi vertikal tersebut bisa mengarah SEJAJAR (parallel) dengan Ground (!). Kondisi ideal inilah yang lantas
dijajagi kemungkinannya oleh OM Judd, G2BCX dengan antenna Slim Jim-nya.
Sebutan Slim Jim (= si langsing Jim) merujuk kepada “hasil akhir”rancangannya, yang memang terlihat langsing dan menggunakan J-I-M (akronim dari J-Integrated-Match-ing system) sebagai matching unit yang menyatu (integrated) dengan antennanya.
Dengan sudut pancaran (radiation angle) yang cukup rendah, Judd meng-claim Slim Jim bisa 50% lebih efisien ketimbang 2 jenis GP/ Ground Plane (1/4 dan 5/8l) yang diwedar di edisi duluan, walaupun di edisi kemarin disebutkan bahwa antenna 5/8l teoritis sudah bisa menghasilkan Gain sekitar 3.3 dBi, atau setara dengan 1.2 dB ketimbang atau diatas vertical halfwave Dipole biasa ….
Cara kerja Slim Jim
Salah satu sebab dari pertambahan efisiensi tersebut adalah karena berbeda dengan J-Pole yang memakai Dipole 1/2l sebagai radiator, Judd memakai 1/2l FOLDED Dipole (dipole yang dilipat) sebagai radiator pada rancangannya.
Teoritis, pemakaian Folded Dipole - yang sebenarnya merupakan sebuah Loop mini dengan elemen sepanjang 1ë (2x 1/2l) - sudah memberikan setidaknya sekitar 1,5 - 2 dBd, walaupun sebenarnya bukan penambahan Gain ini yang di”uber” Judd. Dengan konfigurasi seperti inilah (folded dipole pada posisi tegak/vertikal dan diumpan disalah satu ujung (end-fed) lewat 1/4lmatching stub) G2BCX lantas menemukan antenna yang dapat memberikan pancaran vertikal yang hampir sejajar (= 00) dengan Ground, sehingga pancarannya bisa benar-benar terarah seperti yang di”angan”kannya, yaitu menyebar lurus (ke arah luar) dan sepenuhnya omnidirectional.
Sebagai perbandingan, kedua antenna GP yang disebut duluan pancaran vertikalnya justru mengarah keatas (tilted up) dengan sudut pancar (radiation angle) sekitar 300 atau malah lebih (!)
Distribusi arus pada kedua kaki Folded Dipole fasanya sama (=equal), sedangkan pada kedua kaki Stub fasanya saling berbalikan (=opposite), sehingga pada stub tersebut TIDAK usah dikhawatirkan ada arus liar (imbalance atau common mode current) yang bakal merobah pola radiasi, menyebabkan RF feedback dsb. Seperti disebutkan di atas, 1/4l stub akan memberikan titik low impedance di sisi bawah, sedangkan ujung atau sisi atas berfungsi sebagai coupler dengan titik high impedance dari radiator. Adanya stub ini membuat Slim Jim sama sekali tidak memerlukan radials atau ground plane apapun, yang membuatnya praktis buat dibawa-bawa (WKG por- table, emergency, operasi Dukom/Bankom, ARES, Field Day, mudik dan sebagainya.
Membuat (dan merakit) Slim Jim antenna
Slim Jim tidak terlalu rewel dalam pembuatan dan perakitannya. Hampir semua jenis “konduktor” bisa dipakai untuk ‘ngebahan an- tenna ini: kawat jemuran, kawat las, kawat tembaga berbagai diam- eter, aluminium tubing segala ukuran (dari segi kepantasan dan kemudahan handling/penanganan serta pengerjaan biasanya dipakai diameter 1/4 - 3/8”), atau bahkan 300 ohm TV feeder (yang terakhir ini karena spacing atau jarak antara kedua konduktor/elemen TIDAK terlalu kritis untuk diikuti).
Membuat (dan merakit) Slim Jim antenna
Slim Jim tidak terlalu rewel dalam pembuatan dan perakitannya. Hampir semua jenis “konduktor” bisa dipakai untuk ‘ngebahan an- tenna ini: kawat jemuran, kawat las, kawat tembaga berbagai diam- eter, aluminium tubing segala ukuran (dari segi kepantasan dan kemudahan handling/penanganan serta pengerjaan biasanya dipakai diameter 1/4 - 3/8”), atau bahkan 300 ohm TV feeder (yang terakhir ini karena spacing atau jarak antara kedua konduktor/elemen TIDAK terlalu kritis untuk diikuti).
Buat yang punya alat untuk menekuk pipa aluminium, tentunya ‘nggak masalah untuk membuat tekukan pada ujung atas bagian folded dipole tersebut, tapi buat mereka yang cuma dilengkapi alat bertukang yang paling basic, ya terpaksa aluminum tubing dipotong-potong sesuai ukuran. Untuk jarak antar kaki bikin ‘aja spacer sepanjang 6-10 cm, yang kemudian disambung-sambung seperti cara penyambungan ujung bawah matching stub pada gambar berikut
TIPS: bikin slit – belahan – sepanjang 0.5 - 1 cm di ujung-ujung potongan pipa yang mau disambung. Dengan palu kethok bagian yang sudah dibelah tsb sampai jadi rata (kalau bisa), atau pal- ing tidak jadi oval. Penyambungan dilakukan dengan meng“adu manis” (ini mah istilah tukang kayu di daerah Jawa Barat) potongan-potongan aluminum di bagian yang sudah diratakan tersebut sekrup atau rivet.
Seperti terlihat pada gambar, ujung bawah salah satu kaki Folded Dipole harus diisolir dari kaki matching stub, dan sebagai bahan untuk isolator ini bisa dipakai acrylic, pertinax, PVC (pralon), atau berjenis plastik (ada lho yangmembuatnya dari bekas batang ball point atau supidol!).
Titik-titik koneksi dengan saltran/coax pada sisi bawah matching stub dicari pada proses
Penalaan:
Pasangkan alligator clip (jepit buaya) di masing-masing ujung konduktor coax, terusjepitkan ke masing- masing kaki stub pada posisi +/- 7-8 cm dari arah bawah (area yang biasa disebut sebagai cold-end).
Injeksikan signal dan lihat berapa penunjukan SWR-nya. Kalau semua petunjuk perakitan dan instalasi diikuti denganbaik dan seksama, pada kesempatan pertama di”kenalin” signal RF tersebut biasanya SWR< 2:1 sudah bisa langsung ketemu. Sekarang tinggal proses fine tuning untuk mendapatkan SWR 1:1, yang bisa dilakukan dengan pelan-pelan menaik-turunkan posisi jepitan sambil mengamati penunjukan SWR.
Kalau SWR 1:1 sudah ditemukan, tandai titik jepitan terakhir tersebut. Ganti alligator clip dengan cable shoe, terus dengan self tapping screw (sekrup tanam) sekrupkan ke bekas yang sudah ditandai tadi.
Nah, kembali obrolan kali ini kita cukupkan sampé di sini dulu, dan seperti biasa untuk edisi mendatang perangkum menunggu usulan dari “forum” topik apa lagi yang enak
buat diobrolin di rubrik ini … So, until then …. CU ES 73.
buat diobrolin di rubrik ini … So, until then …. CU ES 73.
No comments:
Post a Comment