Ngobrol Ngalor Ngidul 0612
40m Half Square Antenna
kalo’ ada pertanyaan sila kirim lewat JARUM: buletin@orari.net MILIST orari-news@yahoo.groups.com JAPRI: unclebam@gmail.com
Pengantar:
Salah satu directive antenna yang cukup populer di kalangan DX-er berkantong cekak adalah Half Square Antenna, yang sepintas tongkrongan dan dimensinya mirip dengan sebuah dipole biasa yang disambungkan ke sebuah vertikal 1/4λ pada masing-masing ujungnya.
Kedua buah vertikal 1/4λ tersebut lantas diumpan bareng-bareng (phased fed) dari ujung atas salah satu vertikal. Sinyal berjalan lewat segmen atas antena yang berupa dipole 1/2λ itu menuju ujung atas vertikal satunya, sehingga kedua vertikal tersebut serempak memancarkan sinyal ke angkasa.
Karena ukurannya, bagi homebrewers yang demen ber-low band DX-ing, kaya’ nya cuma versi buat band 40m aja yang bakal keta- nganan buat dikerjain sendiri, dari proses ’ngebahan, merakit sampé naikinnya.
Kenapa Vertikal?
Antena vertikal cukup populer bagi low- band DX-ers lantaran salah satu karakteristik antena ini adalah take-off angle-nya yang rendah (sekitar 20').
Untuk mendapatkan sudut pancar segitu sebuah dipole (ato variant-nya, termasuk antena Yagi) mesti dinaikin dengan feed point pada posisi setidaknya 1/2λ dari permukaan tanah — suatu yang agak muskil buat rata-rata amatir anak negri, yang paling-paling mengandalkan 2 batang pipa galvanized ato lonjoran bambu yang disambung-sambung (!).
Bagi para DX-er, salah satu sebab kenapa ogah memaké antena vertikal adalah karena sifatnya yang omni-directional, sehingga tidak bisa menolak QRM yang ’ngerubutin dari segala penjuru, yang kadang-kadang sampe “mengubur” stasiun DX yang dituju. Belum lagi kecenderungannya untuk noisy (brisik) dan tuntutannya akan sistim radial yang cukup ekstensip, yang bagi banyak rekans dianggap cukup ngrepotin.
Sebelum pecah PD-II, Woody Smith W6BCX banyak bereksperimen dengan Inverted Groundplane (antena vertikal yang diumpan dari atas).
Diem-diem (karena kegiatan amatir radio dilarang pada masa perang) Woody memendam keinginan untuk mengembangkan eksperimennya lebih lanjut dengan ‘ngejajal 2 ato lebih elemen vertikal.
Baru segera sesudah PD-II usai, keinginan ini jadi kenyataan, dan lewat serangkaian ujicoba lahirlah versi 2 elemen, yang kemudian dikenal sebagai Half Square Antenna (untuk selanjutnya di tulisan ini disingkat HSq) .
Versi asli HSq dibikin dari seutas kawat sepanjang 1λ (full wave lenght), yang masing-masing ujungnya ditekuk 90' sepanjang 1/4λ, dan dibentang memben- tuk huruf U yang terbalik (Inverted U) — sehingga tongkrongannya mirip dengan sebuah dipole 1/2λ yang diberi kuncir 1/4λ di kedua ujungnya. Inverted U ini lantas diumpan dari salah satu pojok flat top-nya.
Belum sempat ‘ngejajal naikin sendiri rancangannya, Woody harus pindah QTH ke lain negara bagian. Sebelum pergi, dia tinggalkan pesan buat rekan—rekannya untuk mencoba naikin, ato melanjutkan bereksperimen dengan rancangannya tersebut.
Sayang, idee ini kurang mendapat response, karena kebanyakan mereka belum bisa diyakinkan bahwa kiat sesederhana itu (cuma dengan penam- bahan kuncir) akan memberikan peningkatan yang signifikan terhadap kinerja sebuah dipole 1/2λ.
Di kediaman barunya Woody berfikir, mungkin disain yang lebih complicated akan lebih bisa menarik perhatian. Maka di majalah CQ edisi Maret 1948 Woody melansir rancangan Bobtail Curtain, yang berupa bentangan flat top sepanjang 1λ penuh yang diberi kuncir 1/4λ di tiga titik: di tengah dan pada kedua ujung.
Disain baru ini mendapat tanggapan positip banyak yang melaporkan bahwa tirai Bobtail ini bener-bener bisa diandalkan untuk nge-DX (it was a great DX performer), terutama untuk jangkauan > 2.500 mil (!!!).
Walaupun ada juga yang karena keterbatasan lahan — melaporkan keberhasilan versi dengan hanya 2 buah kuncir vertikal, betapapun ingatan bahwa pada dasarnya antena ini adalah hasil othak-athikan sebuah bentangan kawat 1λ (tanpa memperhatikan footprint-nya lagi) membuat orang jeri untuk ngejajal Bobtail curtain di low-band HF, sehingga pelan-pelan disain ini meredup dari perhatian para lo-band DX-ers.
Justru HSq - sesudah lewat hampir 30 tahun sejak diuthak-athik W6BCX - kemudian jadi naik daun, gara-gara artikel Ben Vester K3BC di edisi Maret 1974 majalah QST.
Ben cukup lama memakai Bobtail curtain untuk mojok di 80m DX-window, sampai suatu hari badai merontokkan salah satu sayap 1/2λ-nya. Anehnya, di dalam ham shack-nya Ben ngga’ ‘ngrasain perbedaan apapun, baik saat memancar maupun menerima. Sesudah melakukan serang- kaian test, dia tuliskan hasilnya dalam artikel di QST tersebut di atas, dengan judul yang merujuk balik ke nama asli yang dilansir Woody 30 tahun yll.: “The HALF SQUARE Antenna”.
Lewat 20 tahun kemudian, sesudah melakukan sendiri berjenis ujicoba di hi- band, Paul Carr, N4PC (redaktur teknik majalah CQ) melansir versi 40m HSq di CQ edisi September 1994, yang — karena merupakan hasil eksperimen paling mutakhir yang bisa ditemui - penulis coba wedar di edisi ini.
Merakit HSq antenna
Dengan merujuk kepada gambar berikut, ikuti petunjuk perakitan sbb.:
1. 40 mtr kawat tembaga, 1.6—2 mm, bersalut PVC/nylon, jenis stranded/ serabut.
2. 2 bh isolator (bikin aja dari potongan pipa PVC ato acrylic sheet 5 mm)
3. coax RG-58 (feeder line) secukupnya (dari feedpoint ke TX, pertimbangkan panjang keseluruhan dengan memper- hatikan cara penyambungan feeder- line pada baris-baris berikut)
Proses perakitan:
1. Seperti terlihat pada gambar, HSq ter- diri dari 2 segmen: 1 segmen vertikal 1/4λ dan 1 segmen 3/4λ (flat top 1/2λ yang di titik A tersambung lang- sung dengan 1/4λ vertikal di sisi lain).
2. Sesuai butir 1 di atas, potong kawat untuk kedua segmen dengan panjang masing-masing 10 dan 30 mtr.
3. Perhatikan gambar, pada titik A sisi flat top yang 20 mtr LANGSUNG TER- SAMBUNG dengan sisi vertikal yang 10 mtr (jangan sampé ada sambungan di titik A, karena di situ ada pertemuan dua gaya tarik: ke samping (horizontal) dan ke bawah. Kiat yang dipaké N4PC ialah dengan menekuk/melipat bagian yang 10 mtr tersebut, kemudian tekukan/lipatan tersebut dimasukkan ke salah satu lubang pada isolator. Buat loop kecil pada ujung tekukan, masukkan isolator ke loop tersebut kemudian tarik (ke arah ke dua sisi, horizontal dan vertikal), sampé loop mengecil dan akhirnya ter”kunci” mati (bagusnya, kiat ini meng- tidak usah- kan urusan solder menyolder yang rawan putus itu !)
4. Lakukan cara pengikatan (ke isolator) yang sama pada ujung lain dari flat top, tapi inget di ujung ini tidak ada “kuncir” sepuluh meter yang harus di- klewerkan ke bawah. Alih-alih tersambung ke kuncir, pada titik ini sambungkan flat top dengan inner conductor dari coax/feederline.
5. Ikatkan kuncir vertikal pada lubang lain dari isolator , kemudian sambung- kan outer braid/serabut dari coax ke kuncir tersebut.
6. Yang kudu diperhatikan adalah dalam menarik coax (ke arah TX) JANGAN menggantungkan coax sejajar dengan kuncir, karena kemungkinan akan ada interaksi antara keduanya (yang bisa mengacaukan penunjukan SWR!). Sesudah langkah 6 ini dilakukan, HSq sudah siap untuk dikèrèk naik ke kedua tiang yang tentunya sudah disiapkan sakbelonnya.
Penalaan:
Naikkan HSq dengan mengusahakan jarak +/- 2 mtr dari ujung bawah kedua sisi vertikal dengan permukaan tanah. Di samping mencegah biar nggak ‘nyampluk kepala orang yang lewatdi bawahnya, juga ketinggian segitu masih cukup mudah terjangkau di saat harus melakukan trimming & pruning (memotong ‘dikit-demi-’dikit) ujung-ujung sisi vertikal ini pada proses penalaan, sampé didapat penunjukan SWR terrendah (paling nggak di bawah 1:1.4).
Pemotongan mesti dilakukan SAMA pada kedua sisi, dan pemotongan pada sisi yang langsung tersambung ke serabut coax akan lebih kliatan efeknya (pada penunjukan SWR) ketimbang sisi yang lain.
Kinerja yang diharapkan:
1. Walopun dari jauh tongkrongannya seperti dipole 1/2λ biasa, HSq polari-sasinya vertikal.
2. Take off angle +/- 200, yang cukup “menjanjikan” untuk nge-DX.
3. Arah pancaran bi-directional dengan pola radiasi angka 8 yang nyaris sempurna (tegak lurus terhadap arah bentangan antena) — ato yang dikenal juga dengan istilah “bow-tie” pattern.
4. Gain sekitar 3.75 dBi
Dari keempat parameter di atas, sebenarnya bukan perolehan Gain yang pas-pasan itu benar yang merupakan daya tarik rancangan ini, melainkan pada directivity (pengarahan) dan take-off anglenya HSq juga meniadakan salah satu ke-ogah- an banyak rekans akan antena vertikal, yaitu tuntutan akan adanya sistim ground- ing yang cukup ekstensip untuk mau bekerja sempurna.
Kalo’ misalnya ketinggian mast/tiang yang ada cuma 9 mtr, tekuk aja 3 mtr bagian bawah sisi vertikal ke arah dalam (lihat gambar di bawah), sehingga jarak minimal dari ujung bawah kuncir ke permukaan tanah yang 2 mtr itu tetap dapat diperta- hankan.
Bagi rekans yang memang demen uthak- athik, mungkin bisa dicoba memperpen- dek panjang fisik kuncir yang seharusnya +/- 10 mtr itu dengan menggunakan linear loading, sehingga bisa didapatkan ukuran baru (sekitar 7 mtr) yang mungkin akan lebih mudah untuk di”tangan”i, apalagi bagi mereka yang ‘ngerjain sendi- ri dari urusan ‘ngebahan (proses potong memotong kawat) sampé naikinnya.
BTW, walopun teoritis perolehan Gain-nya cuma segitu, di berbagai milist banyak yang melaporkan bahwa HSq ini tidak malu-maluin kalo’ diajak trèk-trèkan dengan 2-elemen Yagi yang diinstall pada ketinggian feedpoint yang nyaris sama.
Kalo’ mau — ukuran-ukuran tersebut di atas bisa aja di scale up/down untuk cakupan di band-band lain, dengan mempertahankan 2 mtr sebagai jarak minimal dari ujung bawah kedua kuncir ke permukaan tanah.
Selamat mencoba, ES HPI DX-ing (!) [73]
No comments:
Post a Comment