Ngobrol Ngalor Ngidul 0404
BALUN, bagian IV
kalo’ ada pertanyaan silah kirim via orari-news@yahoogoups.com, atau langsung ke
unclebam@indosat.net.id
Sekadar mengingatkan kembali, di akhir edisi lewat penulis janji mau cari topik lain yang enak buat diobrolin. Belakangan ini banyak inquiries yang masuk ke penulis –baik lewat posting di maillist orari-news mau pun lewat japri– yang menanyakan atau minta diobrolin tentang BALUN. Jadi, sembari minta maaf sama beberapa rekan lantaran cukup lama mesti menunggu, di edisi ini yo kita ber-3-‘ng tentang Balun ini.
Choke balun yang murah-mudah-meriah
Di tulisan-tulisan tentang bermacam jenis antena, di mana perlu penulis selalu menganjurkan untuk memasangkan CHOKE balun sebelum terminasi ke feed point. Tapi dari semua choke balun yang diwedar di atas yang mana yang jadi favorit penulis?
Ada adagium yang mengatakan bahwa antena yang terbaik buat seseorang adalah antena yang memang dibikin dengan mempertimbang dan perhitungkan semua sikon yang terkait dengan si Mr. X sendiri, baik yang internal dan pribadi sifatnya (menyangkut isi kocek, selera, ambisi, kebiasaan/habit, pilihan/ preference dan sebagainya) maupun yang eksternal (“suasana” hubungan dengan YF, anak, ortu, mertoku, tetangga, lingkungan, RT/RW, mushola atau tempat ibadah lainnya deket QTH, lokasi, lahan yang ada, environment dan sebagainya), sehingga semuanya adalah teramat subyektif sifatnya. Trus, lantas apa hubungan semua bla-bla-bla ini dengan balun?
Balun tersebut kan nantinya dipasang di feed point antena yang tidak ketahuan pasti berapa impedansinya. Siapa bisa meramal berapa impedansi di feed point antena Dipole (atau Doublet, Inverted Vee, atau apapun) yang masih dalam tahap “mau dikèrèk naik ke posisinya” tersebut, apalagi kalo’ belum ketahuan setinggi apa posisi feed point nantinya! Padahal, pada saat atau tahap ini justru balun mestinya sudah terpasang rapi di posisinya, supaya ‘nggak terjadi proses naikturunin antena sampai beberapa kali!
Impedansi feed point Dipole yang “teoritis” 75-ohm dengan pola radiasi angka 8 yang bi-directional kan hanya bisa dijumpai di buku, atau pada kondisi Dipole dibentang di ketinggian free space, yang untuk di low-band HF rasanya jarang sekali bisa ditemui di kehidupan sehari-hari. Lagi pula tambah rendah posisi feedpoint, impedansinya akan turun, dan tergantung konduktifitas tanah di bawahnya bisa-bisa kedapatan impedansi yang berkisar antara 30 - 60 ohm. Lha siapa yang bener-bener tahu bagaimana konduktivitas tanah (atau lahan) yang diatasnya bakal dibentangin antena tersebut?
Kemungkinan lain adalah kalo’ misalnya salah satu sayap Dipole kemlèwèr di atas atap seng tetangga sebelah, atau sayap-sayap inverted Vee yang antara sayap kiri dan kanan ‘nggak sama sudut kemiringannya (misalnya karena ujung sisi kiri diikat di ketinggian “satu pipa” yang 6 meter sedang sisi lain ke batang bambu 8 meter), tentunya juga akan mengacaukan semua nilai atau perhitungan “teoritis” tadi!.
Untuk menghadapi kondisi yang “serba tidak pasti” dan “beyond control” seperti ini tentunya ‘nggak bakalan bisa dipaké balun yang frequency dependant dengan bandwidth yang kelewat sempit, apalagi selama ini penulis kan lebih gemar main dengan rancangan multibander – jadi balun di gambar 5 dan 6 (dan pengembangannya di gambar 7 dan 8) ‘nggak bakalan “masuk” ke daftar pilihan.
Ada kiat lama (sudah ada di ARRL Handbook awal tahun 80an) untuk bikin choke balun sederhana, tapi cukup memenuhi semua kriteria yang penulis persyaratkan, seperti broadband, murah (‘nggak perlu ada investasi ekstra), mudah dibuat (dengan ukuran- ukuran yang tolerant – gedé toleransinya - sehingga pembuatannya
‘nggak menuntut akurasi yang tinggi) yaitu dengan menggulung ujung coax (yang nantinya ditaruh di atas, deket feed point) ke bentuk coil (kaya’ ‘nggulung tambang tali yang mau disimpen, atau gulungan kawat jemuran @ 1 kiloan yang ‘njualnya digantung di toko-toko bahan bangunan) dengan “itung-itungan” sebagai berikut:
1. Untuk antena Mono bander:
Band RG-58 RG-8/RG-213
80 6 mtr – 7 gulungan*) 7 mtr – 8 gulungan
40 5 mtr – 6 gl. 7 mtr – 10 gl.
20 2.4 mtr – 8 gl. 3 mtr – 4 gl.
15 1.8 mtr – 8 gl. 2.4 mtr – 7 gl*).
10 1.4 mtr – 7 gl*). 1.8 mtr - 7 gl*)
*) di literatur aslinya disebutkan 6-8 gulungan
2. Lha kalo’ mau bikin buat yang Multibander apa ya mesti bikin sekian (jumlah band) gulungan? Literatur menyebutkan (dan itu yang selama ini ybØko/1 ikuti): gulung aja ±3 meter ujung coax jadi 7 gulungan (ini untuk coverage 80-10 m), sedangkan kalo’ mau bikin untuk hi-band HF (20 m ke atas) doang, gulung aja 2.4 meter ujung coax jadi 6-7 gulungan. Kalo’ dalam pemakaian ternyata masih ada imbalance current yang ‘nylonong di salah satu band (dalam bentuk feed line radiation atau feedline-nya ikut ‘mancar, seperti diwedar di awal bahasan – di tempat penulis biasanya di 15 m), ya khusus untuk band tersebut dibuatkan coil menurut “itung-itungan” di atas, yang pemasangannya cukup diparalel aja dengan gulungan yang ada.
Gambar 14 berikut adalah sketsa atau orèk-orèkan tanpa skala dari choke balun yang murah-mudah-meriah ini. Supaya rapi dan bentuk serta dimensi coil/gulungan ‘nggak berubah, sebelum dinaikin sebaiknya gulungan di”iket” dulu paké isolasi-tape (sebenarnya yang ini paling ‘nggak recommended, karena baru seminggu di atas sono so pasti bakalan copot), plak-ban yang waterproof atau (yang paling praktis) nylon cable-tie. Jangan lupa untuk mengseal ujung atas (yang diterminasi ke feed point) untuk membuat keseluruhan coax jadi water-tight, ‘nggak gampang “masuk-air” yang didahului dengan gejala “masuk angin” (abis, anginnya ’mbawa uap air, embun, tetes hujan dan sebagainya).
Seperti juga pada jenis balun yang lain, coil (dalam bentuk gulungan coax) ini menghasilkan impedansi kilo-an ohm juga yang lantas cukup efektip untuk meng”blok” aliran arus (liar) yang mau ‘nylonong ke bawah (atau ikutan mancar) lewat sisi luar atau permukaan outer shield atau braid dari coax itu.
Sekitar awal 2000an Steve Yates, AA5TB, memperkenalkan choke balun yang lebih sederhana pembuatannya dan enteng (bobotnya), sehingga tidak terlalu membebani feedpoint (terutama kalo’ dipasang pada Dipole antenna yang feedpointnya tergantung bebas, tidak seperti pada Inverted Vee di mana feedpoint bisa diiketin pada tiangnya).
Alih-alih 7 lilit gulungan seperti pada gambar 12, Steve melilitkan rapat-rapat ujung atas coax feed line sebanyak 5 lilitan pada koker berupa potongan pipa PVC (pralon) Ø 2”.
Untuk balun yang berupa independent unit (unit lepas, jadi gampang dicopotpindahpakaikan ke instalasi antena lain) Steve mengajukan versi # 2, yang dibikin dari lilitan trifilar (rangkap 3) kawat enamel AWG 12 (2 mm) pada sebatang ferrite rod Ø 1/2" (1,27 cm) sepanjang 6" (±15 cm). Kawat dililitkan rapat-rapat 7x pada batang ferrite yang sebelumnya sudah dililit celotape (biar ‘nggak kortsluit kalo’ sampai kawat enamel ada yang terkelupas lapisan enamelnya) seperti pada skema di gambar 15 (atas).
Seperti pada pembuatan balun versi lainnya, ujung-ujung lilitan di sisi unbalance diterminasi ke konektor coaxial SO-239, sedangkan pada sisi balance diterminasi dengan cable shoe model ring. Steve memasukkan balunnya ke sepotong pipa PVC (seyogyanya dari jenis Schedule 40, yang khusus untuk instalasi air panas atau jaringan gas di rumah-rumah gedongan, seperti Wavin type Tigris Green atau Rucika Schedule 40) Ø 1.5” sepanjang 20 - 25 cm, yang dimasing-masing ujung ditutup dengan cap atau dop-nya. Konektor SO-239 di”tanam” pada cap di ujung bawah, sedangkan cable shoes di sekrupkan ke dua buah sekrup # 10 (lengkap dengan baut dan ring- nya) yang ditanam di ujung atas pipa (kedua sayap Dipole nantinya disekrupkan di situ). Pada cap yang di atas ditanamkan eyebolt untuk nantinya dipakai sebagai cantholan tambang plastik (atau senar pancing) buat ‘ngèrèk atau ‘nggantung struktur antenna (pada feedpointnya) ke atas (lihat gambar 15 bawah). Sebaiknya semua sekrup dicari yang dari stainless steel, biar ‘nggak cepat karatan.
Sampai sekarang penulis belon sempat ‘ngejajal bikin sendiri choke balun gagasan Steve ini, yang sepertinya lebih broadband dan frequency independent ketimbang versi yang selama ini penulis pakai.
OK ‘lah, kita cukupkan sampai di sini dulu obrolan 3-‘ng tentang balun ini. Untuk edisi depan, kembali kita cari topik lain, apapun yang sekiranya pantas buat diobrolin. Tentunya masukan dari pembaca untuk bantuin cari topik seputar perantenaan is mostly welcome!
BTW, buat yang pingin punya artikel tentang balun ini dalam bentuk utuh, lengkap dan ‘nggak kepotong-potong dalam berbagai edisi seperti yang dimuat di BeON ini, sila kirim email pendek sekadarnya (atau pakai SMS, asal please sebutin email address Anda) ke alamat penulis yang ada di pojok atas kanan kolom ini.
So,until then CU ES 73
BALUN, bagian IV
kalo’ ada pertanyaan silah kirim via orari-news@yahoogoups.com, atau langsung ke
unclebam@indosat.net.id
Sekadar mengingatkan kembali, di akhir edisi lewat penulis janji mau cari topik lain yang enak buat diobrolin. Belakangan ini banyak inquiries yang masuk ke penulis –baik lewat posting di maillist orari-news mau pun lewat japri– yang menanyakan atau minta diobrolin tentang BALUN. Jadi, sembari minta maaf sama beberapa rekan lantaran cukup lama mesti menunggu, di edisi ini yo kita ber-3-‘ng tentang Balun ini.
Choke balun yang murah-mudah-meriah
Di tulisan-tulisan tentang bermacam jenis antena, di mana perlu penulis selalu menganjurkan untuk memasangkan CHOKE balun sebelum terminasi ke feed point. Tapi dari semua choke balun yang diwedar di atas yang mana yang jadi favorit penulis?
Ada adagium yang mengatakan bahwa antena yang terbaik buat seseorang adalah antena yang memang dibikin dengan mempertimbang dan perhitungkan semua sikon yang terkait dengan si Mr. X sendiri, baik yang internal dan pribadi sifatnya (menyangkut isi kocek, selera, ambisi, kebiasaan/habit, pilihan/ preference dan sebagainya) maupun yang eksternal (“suasana” hubungan dengan YF, anak, ortu, mertoku, tetangga, lingkungan, RT/RW, mushola atau tempat ibadah lainnya deket QTH, lokasi, lahan yang ada, environment dan sebagainya), sehingga semuanya adalah teramat subyektif sifatnya. Trus, lantas apa hubungan semua bla-bla-bla ini dengan balun?
Balun tersebut kan nantinya dipasang di feed point antena yang tidak ketahuan pasti berapa impedansinya. Siapa bisa meramal berapa impedansi di feed point antena Dipole (atau Doublet, Inverted Vee, atau apapun) yang masih dalam tahap “mau dikèrèk naik ke posisinya” tersebut, apalagi kalo’ belum ketahuan setinggi apa posisi feed point nantinya! Padahal, pada saat atau tahap ini justru balun mestinya sudah terpasang rapi di posisinya, supaya ‘nggak terjadi proses naikturunin antena sampai beberapa kali!
Impedansi feed point Dipole yang “teoritis” 75-ohm dengan pola radiasi angka 8 yang bi-directional kan hanya bisa dijumpai di buku, atau pada kondisi Dipole dibentang di ketinggian free space, yang untuk di low-band HF rasanya jarang sekali bisa ditemui di kehidupan sehari-hari. Lagi pula tambah rendah posisi feedpoint, impedansinya akan turun, dan tergantung konduktifitas tanah di bawahnya bisa-bisa kedapatan impedansi yang berkisar antara 30 - 60 ohm. Lha siapa yang bener-bener tahu bagaimana konduktivitas tanah (atau lahan) yang diatasnya bakal dibentangin antena tersebut?
Kemungkinan lain adalah kalo’ misalnya salah satu sayap Dipole kemlèwèr di atas atap seng tetangga sebelah, atau sayap-sayap inverted Vee yang antara sayap kiri dan kanan ‘nggak sama sudut kemiringannya (misalnya karena ujung sisi kiri diikat di ketinggian “satu pipa” yang 6 meter sedang sisi lain ke batang bambu 8 meter), tentunya juga akan mengacaukan semua nilai atau perhitungan “teoritis” tadi!.
Untuk menghadapi kondisi yang “serba tidak pasti” dan “beyond control” seperti ini tentunya ‘nggak bakalan bisa dipaké balun yang frequency dependant dengan bandwidth yang kelewat sempit, apalagi selama ini penulis kan lebih gemar main dengan rancangan multibander – jadi balun di gambar 5 dan 6 (dan pengembangannya di gambar 7 dan 8) ‘nggak bakalan “masuk” ke daftar pilihan.
Ada kiat lama (sudah ada di ARRL Handbook awal tahun 80an) untuk bikin choke balun sederhana, tapi cukup memenuhi semua kriteria yang penulis persyaratkan, seperti broadband, murah (‘nggak perlu ada investasi ekstra), mudah dibuat (dengan ukuran- ukuran yang tolerant – gedé toleransinya - sehingga pembuatannya
‘nggak menuntut akurasi yang tinggi) yaitu dengan menggulung ujung coax (yang nantinya ditaruh di atas, deket feed point) ke bentuk coil (kaya’ ‘nggulung tambang tali yang mau disimpen, atau gulungan kawat jemuran @ 1 kiloan yang ‘njualnya digantung di toko-toko bahan bangunan) dengan “itung-itungan” sebagai berikut:
1. Untuk antena Mono bander:
Band RG-58 RG-8/RG-213
80 6 mtr – 7 gulungan*) 7 mtr – 8 gulungan
40 5 mtr – 6 gl. 7 mtr – 10 gl.
20 2.4 mtr – 8 gl. 3 mtr – 4 gl.
15 1.8 mtr – 8 gl. 2.4 mtr – 7 gl*).
10 1.4 mtr – 7 gl*). 1.8 mtr - 7 gl*)
*) di literatur aslinya disebutkan 6-8 gulungan
2. Lha kalo’ mau bikin buat yang Multibander apa ya mesti bikin sekian (jumlah band) gulungan? Literatur menyebutkan (dan itu yang selama ini ybØko/1 ikuti): gulung aja ±3 meter ujung coax jadi 7 gulungan (ini untuk coverage 80-10 m), sedangkan kalo’ mau bikin untuk hi-band HF (20 m ke atas) doang, gulung aja 2.4 meter ujung coax jadi 6-7 gulungan. Kalo’ dalam pemakaian ternyata masih ada imbalance current yang ‘nylonong di salah satu band (dalam bentuk feed line radiation atau feedline-nya ikut ‘mancar, seperti diwedar di awal bahasan – di tempat penulis biasanya di 15 m), ya khusus untuk band tersebut dibuatkan coil menurut “itung-itungan” di atas, yang pemasangannya cukup diparalel aja dengan gulungan yang ada.
Gambar 14 berikut adalah sketsa atau orèk-orèkan tanpa skala dari choke balun yang murah-mudah-meriah ini. Supaya rapi dan bentuk serta dimensi coil/gulungan ‘nggak berubah, sebelum dinaikin sebaiknya gulungan di”iket” dulu paké isolasi-tape (sebenarnya yang ini paling ‘nggak recommended, karena baru seminggu di atas sono so pasti bakalan copot), plak-ban yang waterproof atau (yang paling praktis) nylon cable-tie. Jangan lupa untuk mengseal ujung atas (yang diterminasi ke feed point) untuk membuat keseluruhan coax jadi water-tight, ‘nggak gampang “masuk-air” yang didahului dengan gejala “masuk angin” (abis, anginnya ’mbawa uap air, embun, tetes hujan dan sebagainya).
Seperti juga pada jenis balun yang lain, coil (dalam bentuk gulungan coax) ini menghasilkan impedansi kilo-an ohm juga yang lantas cukup efektip untuk meng”blok” aliran arus (liar) yang mau ‘nylonong ke bawah (atau ikutan mancar) lewat sisi luar atau permukaan outer shield atau braid dari coax itu.
Sekitar awal 2000an Steve Yates, AA5TB, memperkenalkan choke balun yang lebih sederhana pembuatannya dan enteng (bobotnya), sehingga tidak terlalu membebani feedpoint (terutama kalo’ dipasang pada Dipole antenna yang feedpointnya tergantung bebas, tidak seperti pada Inverted Vee di mana feedpoint bisa diiketin pada tiangnya).
Alih-alih 7 lilit gulungan seperti pada gambar 12, Steve melilitkan rapat-rapat ujung atas coax feed line sebanyak 5 lilitan pada koker berupa potongan pipa PVC (pralon) Ø 2”.
Untuk balun yang berupa independent unit (unit lepas, jadi gampang dicopotpindahpakaikan ke instalasi antena lain) Steve mengajukan versi # 2, yang dibikin dari lilitan trifilar (rangkap 3) kawat enamel AWG 12 (2 mm) pada sebatang ferrite rod Ø 1/2" (1,27 cm) sepanjang 6" (±15 cm). Kawat dililitkan rapat-rapat 7x pada batang ferrite yang sebelumnya sudah dililit celotape (biar ‘nggak kortsluit kalo’ sampai kawat enamel ada yang terkelupas lapisan enamelnya) seperti pada skema di gambar 15 (atas).
Seperti pada pembuatan balun versi lainnya, ujung-ujung lilitan di sisi unbalance diterminasi ke konektor coaxial SO-239, sedangkan pada sisi balance diterminasi dengan cable shoe model ring. Steve memasukkan balunnya ke sepotong pipa PVC (seyogyanya dari jenis Schedule 40, yang khusus untuk instalasi air panas atau jaringan gas di rumah-rumah gedongan, seperti Wavin type Tigris Green atau Rucika Schedule 40) Ø 1.5” sepanjang 20 - 25 cm, yang dimasing-masing ujung ditutup dengan cap atau dop-nya. Konektor SO-239 di”tanam” pada cap di ujung bawah, sedangkan cable shoes di sekrupkan ke dua buah sekrup # 10 (lengkap dengan baut dan ring- nya) yang ditanam di ujung atas pipa (kedua sayap Dipole nantinya disekrupkan di situ). Pada cap yang di atas ditanamkan eyebolt untuk nantinya dipakai sebagai cantholan tambang plastik (atau senar pancing) buat ‘ngèrèk atau ‘nggantung struktur antenna (pada feedpointnya) ke atas (lihat gambar 15 bawah). Sebaiknya semua sekrup dicari yang dari stainless steel, biar ‘nggak cepat karatan.
Sampai sekarang penulis belon sempat ‘ngejajal bikin sendiri choke balun gagasan Steve ini, yang sepertinya lebih broadband dan frequency independent ketimbang versi yang selama ini penulis pakai.
OK ‘lah, kita cukupkan sampai di sini dulu obrolan 3-‘ng tentang balun ini. Untuk edisi depan, kembali kita cari topik lain, apapun yang sekiranya pantas buat diobrolin. Tentunya masukan dari pembaca untuk bantuin cari topik seputar perantenaan is mostly welcome!
BTW, buat yang pingin punya artikel tentang balun ini dalam bentuk utuh, lengkap dan ‘nggak kepotong-potong dalam berbagai edisi seperti yang dimuat di BeON ini, sila kirim email pendek sekadarnya (atau pakai SMS, asal please sebutin email address Anda) ke alamat penulis yang ada di pojok atas kanan kolom ini.
So,until then CU ES 73
No comments:
Post a Comment