Showing posts with label balun. Show all posts
Showing posts with label balun. Show all posts

Thursday, 8 December 2011

Ngobrol Ngalor Ngidul 0404

Ngobrol Ngalor Ngidul 0404 


BALUN, bagian IV

kalo’ ada pertanyaan silah kirim via orari-news@yahoogoups.com, atau langsung ke
unclebam@indosat.net.id

Sekadar mengingatkan kembali, di akhir edisi lewat penulis janji mau cari topik lain yang enak buat diobrolin. Belakangan ini banyak inquiries yang masuk ke penulis –baik lewat posting di maillist orari-news mau pun lewat japri– yang menanyakan atau minta diobrolin tentang BALUN. Jadi, sembari minta maaf sama beberapa rekan lantaran cukup lama mesti menunggu, di edisi ini yo kita ber-3-‘ng tentang Balun ini.

Choke balun yang murah-mudah-meriah
Di tulisan-tulisan tentang bermacam jenis antena, di mana perlu penulis selalu menganjurkan untuk memasangkan CHOKE balun sebelum terminasi ke feed point. Tapi dari semua choke balun yang diwedar di atas yang mana yang jadi favorit penulis?

Ada adagium yang mengatakan bahwa antena yang terbaik buat seseorang adalah antena yang memang dibikin dengan mempertimbang dan perhitungkan semua sikon yang terkait dengan si Mr. X sendiri, baik yang internal dan pribadi sifatnya (menyangkut isi kocek, selera, ambisi, kebiasaan/habit, pilihan/ preference dan sebagainya) maupun yang eksternal (“suasana” hubungan dengan YF, anak, ortu, mertoku, tetangga, lingkungan, RT/RW, mushola atau tempat ibadah lainnya deket QTH, lokasi, lahan yang ada, environment dan sebagainya), sehingga semuanya adalah teramat subyektif sifatnya. Trus, lantas apa hubungan semua bla-bla-bla ini dengan balun?

Balun tersebut kan nantinya dipasang di feed point antena yang tidak ketahuan pasti berapa impedansinya. Siapa bisa meramal berapa impedansi di feed point antena Dipole (atau Doublet, Inverted Vee, atau apapun) yang masih dalam tahap “mau dikèrèk naik ke posisinya” tersebut, apalagi kalo’ belum ketahuan setinggi apa posisi feed point nantinya! Padahal, pada saat atau tahap ini justru balun mestinya sudah terpasang rapi di posisinya, supaya ‘nggak terjadi proses naikturunin antena sampai beberapa kali!

Impedansi feed point Dipole yang “teoritis” 75-ohm dengan pola radiasi angka 8 yang bi-directional kan hanya bisa dijumpai di buku, atau pada kondisi Dipole dibentang di ketinggian free space, yang untuk di low-band HF rasanya jarang sekali bisa ditemui di kehidupan sehari-hari. Lagi pula tambah rendah posisi feedpoint, impedansinya akan turun, dan tergantung konduktifitas tanah di bawahnya bisa-bisa kedapatan impedansi yang berkisar antara 30 - 60 ohm. Lha siapa yang bener-bener tahu bagaimana konduktivitas tanah (atau lahan) yang diatasnya bakal dibentangin antena tersebut?

Kemungkinan lain adalah kalo’ misalnya salah satu sayap Dipole kemlèwèr di atas atap seng tetangga sebelah, atau sayap-sayap inverted Vee yang antara sayap kiri dan kanan ‘nggak sama sudut kemiringannya (misalnya karena ujung sisi kiri diikat di ketinggian “satu pipa” yang 6 meter sedang sisi lain ke batang bambu 8 meter), tentunya juga akan mengacaukan semua nilai atau perhitungan “teoritis” tadi!.

Untuk menghadapi kondisi yang “serba tidak pasti” dan “beyond control” seperti ini tentunya ‘nggak bakalan bisa dipaké balun yang frequency dependant dengan bandwidth yang kelewat sempit, apalagi selama ini penulis kan lebih gemar main dengan rancangan multibander – jadi balun di gambar 5 dan 6 (dan pengembangannya di gambar 7 dan 8) ‘nggak bakalan “masuk” ke daftar pilihan.

Ada kiat lama (sudah ada di ARRL Handbook awal tahun 80an) untuk bikin choke balun sederhana, tapi cukup memenuhi semua kriteria yang penulis persyaratkan, seperti broadband, murah (‘nggak perlu ada investasi ekstra), mudah dibuat (dengan ukuran- ukuran yang tolerant – gedé toleransinya - sehingga pembuatannya
‘nggak menuntut akurasi yang tinggi) yaitu dengan menggulung ujung coax (yang nantinya ditaruh di atas, deket feed point) ke bentuk coil (kaya’ ‘nggulung tambang tali yang mau disimpen, atau gulungan kawat jemuran @ 1 kiloan yang ‘njualnya digantung di toko-toko bahan bangunan) dengan “itung-itungan” sebagai berikut:

1. Untuk antena Mono bander:

Band RG-58 RG-8/RG-213
80 6 mtr – 7 gulungan*) 7 mtr – 8 gulungan
40 5 mtr – 6 gl. 7 mtr – 10 gl.
20 2.4 mtr – 8 gl. 3 mtr – 4 gl.
15 1.8 mtr – 8 gl. 2.4 mtr – 7 gl*).
10 1.4 mtr – 7 gl*). 1.8 mtr - 7 gl*)
*) di literatur aslinya disebutkan 6-8 gulungan

2. Lha kalo’ mau bikin buat yang Multibander apa ya mesti bikin sekian (jumlah band) gulungan? Literatur menyebutkan (dan itu yang selama ini ybØko/1 ikuti): gulung aja ±3 meter ujung coax jadi 7 gulungan (ini untuk coverage 80-10 m), sedangkan kalo’ mau bikin untuk hi-band HF (20 m ke atas) doang, gulung aja 2.4 meter ujung coax jadi 6-7 gulungan. Kalo’ dalam pemakaian ternyata masih ada imbalance current yang ‘nylonong di salah satu band (dalam bentuk feed line radiation atau feedline-nya ikut ‘mancar, seperti diwedar di awal bahasan – di tempat penulis biasanya di 15 m), ya khusus untuk band tersebut dibuatkan coil menurut “itung-itungan” di atas, yang pemasangannya cukup diparalel aja dengan gulungan yang ada.


Gambar 14 berikut adalah sketsa atau orèk-orèkan tanpa skala dari choke balun yang murah-mudah-meriah ini. Supaya rapi dan bentuk serta dimensi coil/gulungan ‘nggak berubah, sebelum dinaikin sebaiknya gulungan di”iket” dulu paké isolasi-tape (sebenarnya yang ini paling ‘nggak recommended, karena baru seminggu di atas sono so pasti bakalan copot), plak-ban yang waterproof atau (yang paling praktis) nylon cable-tie. Jangan lupa untuk mengseal ujung atas (yang diterminasi ke feed point) untuk membuat keseluruhan coax jadi water-tight, ‘nggak gampang “masuk-air” yang didahului dengan gejala “masuk angin” (abis, anginnya ’mbawa uap air, embun, tetes hujan dan sebagainya).

Seperti juga pada jenis balun yang lain, coil (dalam bentuk gulungan coax) ini menghasilkan impedansi kilo-an ohm juga yang lantas cukup efektip untuk meng”blok” aliran arus (liar) yang mau ‘nylonong ke bawah (atau ikutan mancar) lewat sisi luar atau permukaan outer shield atau braid dari coax itu.

Sekitar awal 2000an Steve Yates, AA5TB, memperkenalkan choke balun yang lebih sederhana pembuatannya dan enteng (bobotnya), sehingga tidak terlalu membebani feedpoint (terutama kalo’ dipasang pada Dipole antenna yang feedpointnya tergantung bebas, tidak seperti pada Inverted Vee di mana feedpoint bisa diiketin pada tiangnya).


Alih-alih 7 lilit gulungan seperti pada gambar 12, Steve melilitkan rapat-rapat ujung atas coax feed line sebanyak 5 lilitan pada koker berupa potongan pipa PVC (pralon) Ø 2”.

Untuk balun yang berupa independent unit (unit lepas, jadi gampang dicopotpindahpakaikan ke instalasi antena lain) Steve mengajukan versi # 2, yang dibikin dari lilitan trifilar (rangkap 3) kawat enamel AWG 12 (2 mm) pada sebatang ferrite rod Ø 1/2" (1,27 cm) sepanjang 6" (±15 cm). Kawat dililitkan rapat-rapat 7x pada batang ferrite yang sebelumnya sudah dililit celotape (biar ‘nggak kortsluit kalo’ sampai kawat enamel ada yang terkelupas lapisan enamelnya) seperti pada skema di gambar 15 (atas).

Seperti pada pembuatan balun versi lainnya, ujung-ujung lilitan di sisi unbalance diterminasi ke konektor coaxial SO-239, sedangkan pada sisi balance diterminasi dengan cable shoe model ring. Steve memasukkan balunnya ke sepotong pipa PVC (seyogyanya dari jenis Schedule 40, yang khusus untuk instalasi air panas atau jaringan gas di rumah-rumah gedongan, seperti Wavin type Tigris Green atau Rucika Schedule 40) Ø 1.5” sepanjang 20 - 25 cm, yang dimasing-masing ujung ditutup dengan cap atau dop-nya. Konektor SO-239 di”tanam” pada cap di ujung bawah, sedangkan cable shoes di sekrupkan ke dua buah sekrup # 10 (lengkap dengan baut dan ring- nya) yang ditanam di ujung atas pipa (kedua sayap Dipole nantinya disekrupkan di situ). Pada cap yang di atas ditanamkan eyebolt untuk nantinya dipakai sebagai cantholan tambang plastik (atau senar pancing) buat ‘ngèrèk atau ‘nggantung struktur antenna (pada feedpointnya) ke atas (lihat gambar 15 bawah). Sebaiknya semua sekrup dicari yang dari stainless steel, biar ‘nggak cepat karatan.

Sampai sekarang penulis belon sempat ‘ngejajal bikin sendiri choke balun gagasan Steve ini, yang sepertinya lebih broadband dan frequency independent ketimbang versi yang selama ini penulis pakai.

OK ‘lah, kita cukupkan sampai di sini dulu obrolan 3-‘ng tentang balun ini. Untuk edisi depan, kembali kita cari topik lain, apapun yang sekiranya pantas buat diobrolin. Tentunya masukan dari pembaca untuk bantuin cari topik seputar perantenaan is mostly welcome!

BTW, buat yang pingin punya artikel tentang balun ini dalam bentuk utuh, lengkap dan ‘nggak kepotong-potong dalam berbagai edisi seperti yang dimuat di BeON ini, sila kirim email pendek sekadarnya (atau pakai SMS, asal please sebutin email address Anda) ke alamat penulis yang ada di pojok atas kanan kolom ini.

So,until then CU ES 73

Monday, 5 December 2011

Ngobrol Ngalor-Ngidul 0403

Ngobrol Ngalor-Ngidul  0403


BALUN, bagian III

kalo’ ada pertanyaan silah kirim via orari-news@yahoogoups.com, atau langsung ke unclebam@indosat.net.id

Sebelon ‘nerusin obrolan tentang balun, penulis mau ‘ngajak pembaca kembali dulu ke gambar 5 di BeOn edisi 01/IV, bulan Juni 2004 kemarin.


Seperti dibilang di akhir tulisan edisi lalu, karena ukuran dan beratnya, coaxial dan air-core coil balun yang diwedar di dua edisi duluan dirasa kurang cocok untuk digunakan pada low-band (160,80, 40 m) antenna.

Ferrite Core Balun
Ditemukannya materi dan berkembangnya teknologi pembuatan coil dengan core (inti kumparan atau koker) dari berjenis pow- dered metal (serbuk logam yang dipadatkan) bagi berjenis aplikasi di bidang radio —termasuk untuk berjenis balun pengkopel antarrangkaian, pelan-pelan sampai juga pada aplikasi dan pembuatan balun sebagai bagian dari sistim antena dalam bentuk seperti yang lazim dijumpai sekarang—.
Sebagai core dipakai materi ferrite, baik yang berupa rod (batang pejal) atau toroid (bentuk kue donat). Untuk ini, di tahun 80an dulu di bumi anak negri banyak yang lantas memanfaatkan batang ferrite yang dipulung dari radio penerima (receiver) model lama (dengan diameter ±0.5”, panjangnya ada yang sampai 15 cm), atau bekas “kondé” (flyback) dari CRT (Cathode Ray Tube) pesawat TV lama (yang biasanya sudah dikanibal abis-abisan, misalnya trafonya dicopot untuk bikin Power Supply, tabung-tabungnya dimanfaatkan untuk driver pada TX homebrew zaman itu).



Gambar 8 adalah inkarnasi dari balun 1:4 di gambar 7B, dengan bentuk yang disqueeze abis sehingga jadi seukuran yang bisa digenggam tangan.
Untuk power sampai ±500 W untuk T-1 dipakai toroid core dari low loss Ferrite ukuran OD 2 - 2.25”, tebal 0.5 - 0.75”, sedangkan untuk lilitannya (8-10 lilit) dipakai dua utas kawat dinamo # 14 (dia. 1.6 mm) yang dirangkap (bifilar). Di literatur disebutkan toroid CF-123 (Q2 material), FT 200-61 (Q1 material), Type 73 (atau 77) untuk T-1 ini, tapi kebanyakan toroid atau rod yang didapat atau dijumpai di sini tidak lagi bisa dikenali tipe,karakteristik dan spesifikasi teknisnya; jadi sekedar ancar-ancar untuk ‘naksir spesifikasinya sila rujuk saja ukuran/dimensi yang disebutkan di atas.
Di awal tulisan ada disebutkan tentang balun 1:1, yang lebih umum digunakan pada penggunaan sehari-hari, misalnya untuk menjodohkan output unbalance dari coax 50 ohm dengan feedpoint yang sekitar 40-60 ohm di terminal antena. Buat yang mau bikin sendiri, sila amati gambar 9 berikut sebagai rujukan. Bahan-bahan dan cara pembuatan sama dengan yang di gambar 8 di atas.


Di depan disebut nama Walt Maxwell, W2DU, salah satu pakar perbalunan yang tulisan dan artikelnya selalu dirujuk oleh siapa pun yang mau tahu lebih ‘nljimet tentang urusan balun ini. Bertolak dari berbagai eksperimen yang pernah dia lakukan, Walt akhirnya menyederhanakan pembuatan balun (yang akhirnya terkenal sebagai W2DU-Balun) dengan sekadar menyisipkan Ferrite Beads (berbentuk toroid kecil dengan ID/inner diameter yang sekadar tibang pas untuk disisipi kabel coax) di ujung coax, di sisi yang akan disambungkan ke feedpoint. Tumpukan Ferrite beads di ujung coax ini akan menghasilkan impedansi yang cukup tinggi (sekitar beberapa kilo ohm), yang cukup efektif untuk mengsuppress atau ‘ngeblok imbalance current yang mau merayap turun sepanjang coax tersebut. Untuk coverage 160-10 m, dipakai +/- 30 biji beads # 43 (Amidon FB 43-1024) di ujung coax RG-213 (diameternya lebih besar dari RG-58, tapi lebih kecil dari RG-8).


Kit W2DU balun yang dipasarkan lewat ham-shops macam The Wireman, Cable Xpert Inc dan sebagainya dibikin dari 50 biji beads tipe # 73 (Amidon FB 73-2401 atau Fair-Rite 2673002401-0) yang disisipkan pada ±25 cm coax RG-58A (atau RG-141/RG-303, Teflon dielectric coax dengan OD ±5 mm). Di ujung yang unbal- ance coax tersebut di terminasi dengan male coaxial connector PL 259 (lengkap dengan adaptor) untuk menyambungkannya dengan feederline coax RG-58 atau RG-8, sedang di ujung yang balance diberikan cable-shoe model ring (cincin) sebagai terminal untuk sambungan ke kedua sayap dipole (Gambar 10).


Voltage atau Current Balun  
Di literatur disebutkan bahwa balun 1:4 di gambar 8 (A/B) adalah termasuk dalam jenis voltage balun, sedangkan balun 1:1 di gambar 9 (A/B) dan 10 termasuk dalam jajaran current balun. Voltage balun menghasilkan voltage yang sama amplitudonya dan berlawanan fasanya pada sisi balanced dari balun (di sisi yang ‘nyambung ke feed point), berapa pun nilai impedansi di titik tersebut (produce equal and opposite voltages at the balun’s balanced port regardless of the load impedance), sedangkan current balun menghasilkan current (arus) yang sama amplitudonya dan berlawanan fasanya di titik yang sama, dengan rentang impedansi yang cukup lebar pula (produce equal and opposite current over a wide range of load impedances at the balun’s balanced port).

Karena pada center-fed Dipole 1/2l di feed point terdapat current maxima (dan voltage minima), maka tentunya current balunlah yang sesuai untuk dipakai di sini (since low impedance antennas are current fed, a balun that produces equal and opposite currents at its output over a wide range of load impedances is desirable).  

Karenanya, untuk menentukan jenis balun mana yang harus dipasang   (current atau voltage balun) pada sebuah antena mesti diketahui  dan dipahami dulu distribusi arus dan voltage sepanjang elemen atau radiator antena tersebut, terutama pada feedpointnya.

Yang lain dari yang lain
Untuk menghadapi situasi yang berbeda dan untuk sekadar informasi bagi yang “siapa-tahu” bakal membutuhkan, pada gambar 11 diberikan skema dan cara pembuatan voltage balun 1:1, sedangkan pada gambar 12 diberikan skema dan cara pembuatan current balun 1:4. Berbeda dengan balun di gambar 8 s/d 10 yang menggunakan gulungan bi-filar (dua jajar kawat yang dirangkap dan dililitkan bareng-bareng), pada voltage balun 1:1 ini dipakai gulungan tri-filar (tiga rangkap kawat a, b dan c) yang dililitkan bersamaan.


Menyimpang dari nama atau sebutannya, current balun 1:4 di gambar 13 justru dipakai sebagai penyela antara balanced feeder line dengan feedpoint antena yang balanced juga. Berbeda dengan semua rangkaian sebelumnya, untuk membuatnya BalBal (iya kan, lha wong untuk interfacing Balance-to-Balance) 1:4 ini dipakai 2 buah toroid (T1 dan T2).



z  Bersambung ke Edisi Mendatang

Ngobrol Ngalor Ngidul 0402

Ngobrol Ngalor Ngidul 0402  

BALUN, bagian II

kalo’ ada pertanyaan silah kirim via orari-news@yahoogoups.com, atau langsung ke unclebam@indosat.net.id

Dalam kehidupan sehari-hari, fungsi balun sebagai impedance match- ing transformer (kalo’ mau keren boleh ditulis sebagai) untuk menjodohkan dua titik yang berbeda  impedansi bisa dilihat pada instalasi antena TV di rumah. Di toko-toko listrik masih bisa ditemukan balun 1:4 untuk menjodohkan impedansi kabel coax 3C-2V (untuk TV) yang 75 Ω dengan impedansi ± 300 Ω di feed point antena TV. Untuk urusan pancar-memancar, balun 1:4 (misalkan untuk menjodohkan kabel coax 50 Ω dengan feedpoint 200 Ω pada Log Periodic Antenna atau coax 75 Ω dengan feedpoint folded dipole yang 300 Ω) yang bisa ‘nahan power output TX sampé 1 KW bisa dibuat dari coax juga, seperti di gambar 6 berikut.



Keterangan: 
· Coax-1, panjang sebarang (any length) ke TX. Bisa 50 Ω, bisa 75 Ω sesuai keperluan;
· Coax-2 (dari jenis yang sama dengan Coax-1) sepanjang ½λ, dihitung dengan rumus L  = (143/ƒ) x 0.95.      Lebihin ‘dikit motongnya, karena Coax-2 ini yang diprune ‘dikit-‘dikit pada proses penalaan;
· Inner conductor dari Coax-1 dihubungkan ke salah satu sayap Di- pole, sedangkan  sayap yang lain          dihubungkan ke salah satu ujung inner conductor Coax-2. Ujung yang lain dijumper/dishort dengan inner         conductor Coax-1;
· Semua ujung outer conductor (braid) Coax-1 dan 2 saling dishort;
· Supaya ‘nggak kerepotan instalasinya, Coax-2 sebaiknya digulung sehingga berbentuk  gulungan dengan Ø sekitar 20-30 cm.

Cara penalaan, cara kerja dalam mengisolir kedua sayap serta segala urusan precaution untuk mencegah perembesan air ke dalam kabel coax seperti balun pada gambar 5 berlaku juga untuk balun 1:4 ini.

Cara lain untuk membuat balun 1:4 dengan dimensi yang lebih kecil ketimbang coax balun  seperti di gambar 5 dan 6 adalah dengan membuat coil balun, yang secara skematik digambarkan pada gambar 7.


Jika dua kawat yang sama jenis dan panjang dirangkai secara seri (di salah satu ujung masing-masing kawat, titik b dan c pada Gambar7A) dan paralel satu sama lain, maka pada ujung yang di paralel (titik-titik A dan D, posisi Z-2) akan didapatkan nilai impedance sebesar 4 x impedance di Z-1. Untuk mendapatkan faktor kelipatan ini, salah satu kaki dari sisi yang diparalel (titik/sisi B) bisa digroundkan, dan kedua kawat mesti dipotong sepanjang kelipatan ganjil dari ¼λ.

Hal ini disamping membuat impedansi naik 4 x lipat, ujung atau sisi yang balance  seolah jadi terisolasi (decoupled) dari ujung-ujung lain sisi yang diparalel tadi. Kalo’ kemudian gambar 7A digambar ulang dengan menerapkan kondisi-kondisi yang disebutkan di atas maka akan didapat gambar 7 B di mana:

· Ujung-ujung sisi yang diparalel diganti dengan terminal coax (co- axial  connector), dengan sisi outer conductornya di-Ground-kan.
· Masing-masing line digulung menjadi coil, yang akan berfungsi sebagai choke inductance yang mengisolir sisi yang diserie dari sisi paralel yang grounded tersebut.



Karena berfungsi sebagai choking device, balun jenis ini lantas disebut choke balun. Bandwidth-nya cukup lebar untuk mencakup band 80-10 m, sehingga cocok untuk dipasang pada berjenis antena multibander. Untuk aplikasi multibander, kawat untuk ‘ngebahan coil mesti dipotong sepanjang ¼λ pada band terrendah. Sayang, balun dengan desain seperti ini bekerja sebagai fixed-ratio transformer yang “tajam” sekali toleransinya terhadap ketidakmatchingan, sehingga tidak akan bekerja efisien kalau misalnya dipakai untuk menjodohkan kabel coax 75 Ω dengan feed point folded dipole yang mungkin karena satu dan lain hal impedansinya tidak persis 300 Ω.

Karena ukuran dan beratnya, coaxial dan air-core coil balun yang diwedar di atas  dirasa kurang cocok untuk digunakan pada low- band antenna (160-80-40 m). Sejak ditemukannya materi dan berkembangnya teknologi pembuatan coil dengan core (inti kumparan atau koker) dari berjenis powdered metal (serbuk metal yang dipadatkan) bagi berjenis aplikasi di bidang radio (termasuk untuk berjenis balun pengkopel  antarrangkaian), pelan-pelan sampai juga ke aplikasi dan pembuatan balun sebagai bagian dari sistim antena dengan bentuk seperti yang lazim dijumpai sekarang.

OK ’lah, kita akhiri dulu obrolan 3-‘ng kali ini sampai di “titik status quo” ini  dulu. Di edisi depan (abis Pemilu Presiden, semogalah bisa didapatkan Presiden dan wakilnya yang tahu dan ‘ngerti aspirasi amatir radio dan radio amatir) kita terusin dengan ‘ngobrolin pow- dered metal core macam mana yang bagus buat bikin balun,  bagaimana cara kerja dan bikin toroidal balun dan sebagainya; sampai semua bisa menyimpulkan sendiri balun macam mana yang mesti dibikin sesuai dengan sikon masing-masing.

So, until then, CU ES 73.

Ngobrol Ngalor Ngidul 0401

Ngobrol Ngalor Ngidul 0401  

BALUN  

kalo’ ada pertanyaan silah kirim via orari-news@yahoogoups.com, atau langsung ke
unclebam@indosat.net.id

Sekadar mengingatkan kembali, di akhir edisi lewat penulis janji mau cari topik lain yang enak buat diobrolin. Belakangan ini banyak inquiries yang masuk ke penulis –baik lewat posting di maillist orari-news mau pun lewat japri– yang menanyakan atau minta diobrolin tentang BALUN. Jadi, sembari minta maaf sama beberapa rekan lantaran cukup lama mesti menunggu, di edisi ini yo kita ber-3-‘ng tentang Balun ini.

Kontroversi antara balun or no balun (perlu paké balun apa ‘nggak) bolak-balik muncul  ke permukaan sepanjang 2-3 dasawarsa terakhir, karena di samping banyak yang bilang ‘nggak ‘ngrasain beda apa-apa antara paké dan ‘nggak paké, juga banyak yang berkilah: pendahulu kita doeloe boro-boro mau paké, kenal aja belum, toh juga bisa ‘mancar seolah-olah tanpa masalah (balun dalam bentuk seperti sekarang ini –sebagai bagian dari sistim transmisi– memang baru dikenal di dasawarsa ‘60an).

BALUN adalah akronim dari kata BALance-to-UNbalance, yang sekaligus menerangkan  fungsinya sebagai sebuah rangkaian antarmuka (interfacing circuit) yang menghubungkan titik keluaran (output) yang bersifat balance dengan masukan (input) yang bersifat unbalance, atau sebaliknya (unbalance output-to-balance input). Karena impedance pada rangkaian (apa pun) yang balance dan unbalance tersebut biasanya berbeda, maka fungsi lain dari balun adalah sebagai impedance matching trasformer (kalo’ mau keren bisa ditulis Z-xfrmr) atau penyelaras bagi dua rangkaian yang berbeda impedansi, walau pun mungkin saja perbedaan tersebut seduikiiiiit sekali nilainya (makanya ada balun 1:1).

Antena dipole atau doublet dengan berbagai variantnya (Inverted Vee, Folded dipole, Driven Element pada antena Yagi dan sebagainya) – yang berupa dua kawat atau tubing yang ‘ngebentang ke kiri dan ke kanan dan di umpan di tengah-tengah (center fed)– tentunya termasuk dalam kategori rangkaian yang bersifat balance (= imbang, karena ‘ngebentang simetris ke kiri dan ke kanan), yang seyogyanya diumpan lewat feeder yang balance juga, seperti open wire atau TV-feeder (lihat gambar 1). Lantas, sumber sinyal-nya sendiri apa harus balance juga?


Idealnya sih gitu, misalnya dengan rig yang paké rangkaian push-pull sebagai penguat  akhir yang lazim digunakan para pendahulu yang disebut di awal tulisan (makanya mereka menganggap tidak perlu harus memasang balun). Sejalan dengan perkembangan jaman, di mana para operator amatir kadung merasakan enaknya paké kabel coax sebagai saltran (saluran transmisi/transmission line) dengan segala kelebihannya ketimbang open wire, maka rig yang ada sekarang –baik yang bikinan pabrik mau pun yang homebrew– hampir semuanya beroutput unbalance, dengan terminal keluaran berupa coaxial connector yang tentunya hanya cocok untuk dihubungkan lewat kabel coax (yang unbalance) ke antena di atas sana (gambar 2).

Pada gambar 1 (kiri) aslinya tidak ada koneksi ke ground (garis putus-putus pada  gambar), sehingga keseluruhan konfigurasi (rig-feederline- antena) berada dalam kondisi “balance dan simetris” yang floating (mengambang) terhadap Ground, suatu hal yang jarang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Bisa dibilang 99,99% operator bakal “terpanggil” untuk menggroundkan rig-nya, baik untuk “sedikit” pengamanan terhadap petir, terhadap electrical shock (kejutan listrik) dari rig (dan aksesoris) yang ‘nyetrum, atau sebagai return path ke ground bagi rangkaian di dalam rig itu sendiri. Walhasil, kondisi pada gambar 1 akhirnya toh jadi mirip dengan kondisi pada gb. 2, di mana keseluruhan konfigurasi berubah karakter jadi unbalance.


Pada bahasan tentang saltran beberapa waktu lalu disebutkan bahwa pada kabel coax,  sinyal (dari sumber sinyal) seharusnya merambat lewat inner conductor dan dinding sebelah dalam dari outer braid atau shieldnya (lihat garis tipis pada gambar 3 kanan, yang merupakan close-up dari feed point pada gambar 2).

Pada gambar 3, sinyal RF digambarkan sebagai garis (= arus) yang sama (equal) amplitudonya tetapi berlawanan (opposite) fasanya. Pada kondisi unbalance, ada kecenderungan sinyal akan merambat di permukaan materi konduktor (fenomena yang disebut sebagai skin effect), yang akan mengakibatkan adanya arus liar yang merambat  sepanjang dinding luar atau permukaan outer shield-nya (seperti digambarkandengan garis tipis putus-putus). Hal ini membuat permukaan outer braid ini sekarang seolah jadi konduktor ke-3,yang akan merusak keimbang dan simetrisan seluruh sistim sehingga sinyal RF (arus) tersebut jadi kehilangan karakter equal dan oppo- site-nya. Patut dicatat, dengan intensitas yang berbeda, hal yang sama (skin effect dan kondisi unbalance) sebenarnya terjadi juga pada konfigurasi yang digroundkan di gambar 1.


Tentunya bukan lantaran punya bisnis sampingan sebagai penyedia kit buat bikin balun  kalo’ Walt Maxwell, W2DU (QST, 03/1998) lantas lebih memberikan tekanan (emphasis) pada fungsi balun untuk providing proper current paths between unbalance and balance con- figuration tersebut ketimbang fungsinya sebagai impedance match- ing transformer, seperti juga dinyatakan oleh low band DX-er papan atas John Devoldere, ON4UN (di buku “Antenna & Techniques for  Lo-Band DX-ing”): Balun is mandatory in order NOT to upset the radiation pattern of  the antenna.

Sesuai dengan sifatnya, arus liar di atas lantas disebut sebagai im- balance current, yang bisa jadi biang keladi beberapa hal yang merugikan efisiensi pancaran, seperti:
z Pattern distortion, berubahnya pola pancaran (radiation pattern) lantaran bagian feed line ini jadi ikutan            memancar (radiate, karenanya disebut sebagai feedline radiation), atau karena tidak samanya (unequal) arus    di masing-masing sisi atau sayap;
z TVI, RFI dan sejenisnya, karena radiasi dari feedline tadi terkopel ke TV,  jaringan listrik di rumah,               perangkat audio, telpon dsb;
z RF in the shack – karena sebagian dari feed line yang ada di dalam ruangan ikutan  jadi “hot” radiator, yang   (a.l.) bisa menyebabkan howling effect (suara mencuit begitu PTT switch pada mik dipencet), semua barang   yang terbuat dari logam jadi “nyetrum” serta panas;
z SWR yang bandel, ‘nggak mau atau susah diturunin.

Untuk mencegah (atau menghindari) kemungkinan adanya imbal- ance current yang merayap  di permukaan kabel coax (dan sekaligus menetralkan unbalance coupling antara dua sisi konduktor dan dua sayap antena) inilah lantas dianjurkan untuk menyelakan atau memasang BalUn (mestinya Un-Bal dong ya) di antara ujung coax dengan feed point, untuk memulihkan current path supaya kembali ke kondisi equal dan opposite seperti seharusnya. Ini bisa dilakukan dengan membuat arus jadi saling mengcancel satu sama lain atau dengan mengfungsikan balun sebagai choking device (choke) untuk mengisolir, mengeblok atau membelokkan arah arus ke arah (path) yang seharusnya. Menyoal di mana balun sepantasnya diletakkan,  ada tahap ini sebaiknya kita ambil saja gambar 4 (balun ditaruh di feed point) sebagai sebuah konsensus, karena ihwal peletakan balun ini sudah ikutan berkembang jadi issue kontroversial tersendiri, yang mungkin bisa dijadikan bahan bahasan di kesempatan lain.


Kalo’ hanya untuk mengatasi dampak negatif imbalance current (tanpa memperhatikan fungsi sebagai impedance matching trans- former) dan untuk bekerja monoband, para pendahulu membuat balun dari kabel coax ¼l (makanya lantas disebut quarter wave coaxial balun) seperti pada gambar 5 berikut:



Keterangan:
Balun dibikin dari coax yang sama dengan coax untuk feeder line;z Jarak (panjang) L yang ¼l dihitung dengan rumus L = (71.3 x 0.95)/ƒ, di mana 0.95 adalah Velocity Factor (VF) dari coax yang dipakai;
z Inner conductor dan outer braid (shield) dari Coax #2 dishort di kedua ujung. Ujung  atas lantas dijumper/dishort ke inner con- ductor Coax-1, sedangkan ujung bawah dijumper/dishort ke outer braid (shied) Coax #1;
z Antara Coax #1 dan Coax #2 diberi jarak/spasi antara 1,25 – 2,50 cm;
z Coax #1 dikowak (dibuka/dikupas lapisan luar/vynil-nya) dan jumper untuk  mengshortkannya dengan Coax #2 di solderkan di situ.

Proses penalaan dilakukan 2 tahap: pertama untuk mendapatkan penunjukan SWR 1:1 dari  antenanya sendiri (biasanya dengan proses potong/sambung sayap-sayapnya), trus diikuti dengan pemasangan Coax #2 dan mengembalikan SWR ke 1:1 lagi (kali ini Coax #2 yang di prune atau dipotong ‘dikit-‘dikit). Sesudah proses penalaan selesai, seal semua ujung coax yang terbuka (termasuk kowakan pada Coax #-1) dengan isolasi-ban atau CoaxSeal, atau tutup rata dan rapat-rapat dengan lem epoxy macam epoxy steel glue (biasa dipakai untuk ‘nambal sementara kebocoran pada radiator mobil) supaya air (hujan atau embun) tidak bisa merembes masuk ke dalam kabel coax.

Lho, apa dengan disambung-sambung macam itu sayap kiri dan kanan ‘nggak bakal shorted  atau kortsluit? Menengok kembali Gambar 2, voltage di feed point kedua sayap antenna tsb. “status”nya equal in amplitude dan opposite in phase, dan inilah yang menyebabkan adanya current (arus) yang merambat di permukaan outer braid. Padakondisi seperti di Gambar 3 (arus berada dalam keadaan equal), mestinya arus yang merambat di permukaan outer braid tersebut magnitudenya = 0, karena berlawanan fasa dengan arus di sisi dalam dan karenanya saling mengcancel.

Tetapi, karena salah satu terminal feed point terhubung secara langsung ke outer  braid sedang terminal lainnya hanya sekadar terkopel secara tidak langsung, maka voltage di sisi yang terhubung langsung akan menghasilkan arus yang jauh lebih besar, sehingga hampir tidak terjadi cancellation disini.

Kembali ke Gambar 5, arus di masing- masing sisi memang bisa dibuat equal in amplitude kembali dengan membuat sambungan langsung (jumper) antara permukaan coax dengan terminal antenna yang dihubungkan dengan inner conductor- nya. Supaya kedua sayap tersebut tidak jadi shorted satu sama lain, penyambungan kudu dilakukan lewat sebuah Balun yang terbuat dari konduktor lain (Coax #2) yang dipotong sepanjang 1/ 4 lambda dan di paralel dengan konduktor yang ada (Coax #1). Resistive impedance yang sangat tinggi di ujung Coax #2 (yang inner dan outer conductors-nya saling di short, dan lantas di jumper dengan permukaan outer braid Coax #1) tersebut akan berfungsi sebagai insulator bagi voltage dan current yang ada  di terminal antenna, sehingga tidak akan terjadi kortsluiting di situ.

bersambung ke edisi yad.