Monday, 5 December 2011

Ngobrol Ngalor Ngidul 0401

Ngobrol Ngalor Ngidul 0401  

BALUN  

kalo’ ada pertanyaan silah kirim via orari-news@yahoogoups.com, atau langsung ke
unclebam@indosat.net.id

Sekadar mengingatkan kembali, di akhir edisi lewat penulis janji mau cari topik lain yang enak buat diobrolin. Belakangan ini banyak inquiries yang masuk ke penulis –baik lewat posting di maillist orari-news mau pun lewat japri– yang menanyakan atau minta diobrolin tentang BALUN. Jadi, sembari minta maaf sama beberapa rekan lantaran cukup lama mesti menunggu, di edisi ini yo kita ber-3-‘ng tentang Balun ini.

Kontroversi antara balun or no balun (perlu paké balun apa ‘nggak) bolak-balik muncul  ke permukaan sepanjang 2-3 dasawarsa terakhir, karena di samping banyak yang bilang ‘nggak ‘ngrasain beda apa-apa antara paké dan ‘nggak paké, juga banyak yang berkilah: pendahulu kita doeloe boro-boro mau paké, kenal aja belum, toh juga bisa ‘mancar seolah-olah tanpa masalah (balun dalam bentuk seperti sekarang ini –sebagai bagian dari sistim transmisi– memang baru dikenal di dasawarsa ‘60an).

BALUN adalah akronim dari kata BALance-to-UNbalance, yang sekaligus menerangkan  fungsinya sebagai sebuah rangkaian antarmuka (interfacing circuit) yang menghubungkan titik keluaran (output) yang bersifat balance dengan masukan (input) yang bersifat unbalance, atau sebaliknya (unbalance output-to-balance input). Karena impedance pada rangkaian (apa pun) yang balance dan unbalance tersebut biasanya berbeda, maka fungsi lain dari balun adalah sebagai impedance matching trasformer (kalo’ mau keren bisa ditulis Z-xfrmr) atau penyelaras bagi dua rangkaian yang berbeda impedansi, walau pun mungkin saja perbedaan tersebut seduikiiiiit sekali nilainya (makanya ada balun 1:1).

Antena dipole atau doublet dengan berbagai variantnya (Inverted Vee, Folded dipole, Driven Element pada antena Yagi dan sebagainya) – yang berupa dua kawat atau tubing yang ‘ngebentang ke kiri dan ke kanan dan di umpan di tengah-tengah (center fed)– tentunya termasuk dalam kategori rangkaian yang bersifat balance (= imbang, karena ‘ngebentang simetris ke kiri dan ke kanan), yang seyogyanya diumpan lewat feeder yang balance juga, seperti open wire atau TV-feeder (lihat gambar 1). Lantas, sumber sinyal-nya sendiri apa harus balance juga?


Idealnya sih gitu, misalnya dengan rig yang paké rangkaian push-pull sebagai penguat  akhir yang lazim digunakan para pendahulu yang disebut di awal tulisan (makanya mereka menganggap tidak perlu harus memasang balun). Sejalan dengan perkembangan jaman, di mana para operator amatir kadung merasakan enaknya paké kabel coax sebagai saltran (saluran transmisi/transmission line) dengan segala kelebihannya ketimbang open wire, maka rig yang ada sekarang –baik yang bikinan pabrik mau pun yang homebrew– hampir semuanya beroutput unbalance, dengan terminal keluaran berupa coaxial connector yang tentunya hanya cocok untuk dihubungkan lewat kabel coax (yang unbalance) ke antena di atas sana (gambar 2).

Pada gambar 1 (kiri) aslinya tidak ada koneksi ke ground (garis putus-putus pada  gambar), sehingga keseluruhan konfigurasi (rig-feederline- antena) berada dalam kondisi “balance dan simetris” yang floating (mengambang) terhadap Ground, suatu hal yang jarang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Bisa dibilang 99,99% operator bakal “terpanggil” untuk menggroundkan rig-nya, baik untuk “sedikit” pengamanan terhadap petir, terhadap electrical shock (kejutan listrik) dari rig (dan aksesoris) yang ‘nyetrum, atau sebagai return path ke ground bagi rangkaian di dalam rig itu sendiri. Walhasil, kondisi pada gambar 1 akhirnya toh jadi mirip dengan kondisi pada gb. 2, di mana keseluruhan konfigurasi berubah karakter jadi unbalance.


Pada bahasan tentang saltran beberapa waktu lalu disebutkan bahwa pada kabel coax,  sinyal (dari sumber sinyal) seharusnya merambat lewat inner conductor dan dinding sebelah dalam dari outer braid atau shieldnya (lihat garis tipis pada gambar 3 kanan, yang merupakan close-up dari feed point pada gambar 2).

Pada gambar 3, sinyal RF digambarkan sebagai garis (= arus) yang sama (equal) amplitudonya tetapi berlawanan (opposite) fasanya. Pada kondisi unbalance, ada kecenderungan sinyal akan merambat di permukaan materi konduktor (fenomena yang disebut sebagai skin effect), yang akan mengakibatkan adanya arus liar yang merambat  sepanjang dinding luar atau permukaan outer shield-nya (seperti digambarkandengan garis tipis putus-putus). Hal ini membuat permukaan outer braid ini sekarang seolah jadi konduktor ke-3,yang akan merusak keimbang dan simetrisan seluruh sistim sehingga sinyal RF (arus) tersebut jadi kehilangan karakter equal dan oppo- site-nya. Patut dicatat, dengan intensitas yang berbeda, hal yang sama (skin effect dan kondisi unbalance) sebenarnya terjadi juga pada konfigurasi yang digroundkan di gambar 1.


Tentunya bukan lantaran punya bisnis sampingan sebagai penyedia kit buat bikin balun  kalo’ Walt Maxwell, W2DU (QST, 03/1998) lantas lebih memberikan tekanan (emphasis) pada fungsi balun untuk providing proper current paths between unbalance and balance con- figuration tersebut ketimbang fungsinya sebagai impedance match- ing transformer, seperti juga dinyatakan oleh low band DX-er papan atas John Devoldere, ON4UN (di buku “Antenna & Techniques for  Lo-Band DX-ing”): Balun is mandatory in order NOT to upset the radiation pattern of  the antenna.

Sesuai dengan sifatnya, arus liar di atas lantas disebut sebagai im- balance current, yang bisa jadi biang keladi beberapa hal yang merugikan efisiensi pancaran, seperti:
z Pattern distortion, berubahnya pola pancaran (radiation pattern) lantaran bagian feed line ini jadi ikutan            memancar (radiate, karenanya disebut sebagai feedline radiation), atau karena tidak samanya (unequal) arus    di masing-masing sisi atau sayap;
z TVI, RFI dan sejenisnya, karena radiasi dari feedline tadi terkopel ke TV,  jaringan listrik di rumah,               perangkat audio, telpon dsb;
z RF in the shack – karena sebagian dari feed line yang ada di dalam ruangan ikutan  jadi “hot” radiator, yang   (a.l.) bisa menyebabkan howling effect (suara mencuit begitu PTT switch pada mik dipencet), semua barang   yang terbuat dari logam jadi “nyetrum” serta panas;
z SWR yang bandel, ‘nggak mau atau susah diturunin.

Untuk mencegah (atau menghindari) kemungkinan adanya imbal- ance current yang merayap  di permukaan kabel coax (dan sekaligus menetralkan unbalance coupling antara dua sisi konduktor dan dua sayap antena) inilah lantas dianjurkan untuk menyelakan atau memasang BalUn (mestinya Un-Bal dong ya) di antara ujung coax dengan feed point, untuk memulihkan current path supaya kembali ke kondisi equal dan opposite seperti seharusnya. Ini bisa dilakukan dengan membuat arus jadi saling mengcancel satu sama lain atau dengan mengfungsikan balun sebagai choking device (choke) untuk mengisolir, mengeblok atau membelokkan arah arus ke arah (path) yang seharusnya. Menyoal di mana balun sepantasnya diletakkan,  ada tahap ini sebaiknya kita ambil saja gambar 4 (balun ditaruh di feed point) sebagai sebuah konsensus, karena ihwal peletakan balun ini sudah ikutan berkembang jadi issue kontroversial tersendiri, yang mungkin bisa dijadikan bahan bahasan di kesempatan lain.


Kalo’ hanya untuk mengatasi dampak negatif imbalance current (tanpa memperhatikan fungsi sebagai impedance matching trans- former) dan untuk bekerja monoband, para pendahulu membuat balun dari kabel coax ¼l (makanya lantas disebut quarter wave coaxial balun) seperti pada gambar 5 berikut:



Keterangan:
Balun dibikin dari coax yang sama dengan coax untuk feeder line;z Jarak (panjang) L yang ¼l dihitung dengan rumus L = (71.3 x 0.95)/ƒ, di mana 0.95 adalah Velocity Factor (VF) dari coax yang dipakai;
z Inner conductor dan outer braid (shield) dari Coax #2 dishort di kedua ujung. Ujung  atas lantas dijumper/dishort ke inner con- ductor Coax-1, sedangkan ujung bawah dijumper/dishort ke outer braid (shied) Coax #1;
z Antara Coax #1 dan Coax #2 diberi jarak/spasi antara 1,25 – 2,50 cm;
z Coax #1 dikowak (dibuka/dikupas lapisan luar/vynil-nya) dan jumper untuk  mengshortkannya dengan Coax #2 di solderkan di situ.

Proses penalaan dilakukan 2 tahap: pertama untuk mendapatkan penunjukan SWR 1:1 dari  antenanya sendiri (biasanya dengan proses potong/sambung sayap-sayapnya), trus diikuti dengan pemasangan Coax #2 dan mengembalikan SWR ke 1:1 lagi (kali ini Coax #2 yang di prune atau dipotong ‘dikit-‘dikit). Sesudah proses penalaan selesai, seal semua ujung coax yang terbuka (termasuk kowakan pada Coax #-1) dengan isolasi-ban atau CoaxSeal, atau tutup rata dan rapat-rapat dengan lem epoxy macam epoxy steel glue (biasa dipakai untuk ‘nambal sementara kebocoran pada radiator mobil) supaya air (hujan atau embun) tidak bisa merembes masuk ke dalam kabel coax.

Lho, apa dengan disambung-sambung macam itu sayap kiri dan kanan ‘nggak bakal shorted  atau kortsluit? Menengok kembali Gambar 2, voltage di feed point kedua sayap antenna tsb. “status”nya equal in amplitude dan opposite in phase, dan inilah yang menyebabkan adanya current (arus) yang merambat di permukaan outer braid. Padakondisi seperti di Gambar 3 (arus berada dalam keadaan equal), mestinya arus yang merambat di permukaan outer braid tersebut magnitudenya = 0, karena berlawanan fasa dengan arus di sisi dalam dan karenanya saling mengcancel.

Tetapi, karena salah satu terminal feed point terhubung secara langsung ke outer  braid sedang terminal lainnya hanya sekadar terkopel secara tidak langsung, maka voltage di sisi yang terhubung langsung akan menghasilkan arus yang jauh lebih besar, sehingga hampir tidak terjadi cancellation disini.

Kembali ke Gambar 5, arus di masing- masing sisi memang bisa dibuat equal in amplitude kembali dengan membuat sambungan langsung (jumper) antara permukaan coax dengan terminal antenna yang dihubungkan dengan inner conductor- nya. Supaya kedua sayap tersebut tidak jadi shorted satu sama lain, penyambungan kudu dilakukan lewat sebuah Balun yang terbuat dari konduktor lain (Coax #2) yang dipotong sepanjang 1/ 4 lambda dan di paralel dengan konduktor yang ada (Coax #1). Resistive impedance yang sangat tinggi di ujung Coax #2 (yang inner dan outer conductors-nya saling di short, dan lantas di jumper dengan permukaan outer braid Coax #1) tersebut akan berfungsi sebagai insulator bagi voltage dan current yang ada  di terminal antenna, sehingga tidak akan terjadi kortsluiting di situ.

bersambung ke edisi yad.

1 comment: