Ngobrol Ngalor Ngidul 0408
W3EDP, rancangan antenna untuk penghuni kapling BTN 6 x 15 mtr2
kalo’ ada pertanyaan silah kirim via orari-news@yahoogoups.com, atau langsung ke
unclebam@indosat.net.id
Salah satu rancangan antenna dari zaman voor de oorlog (sakbelonnya PD-II) yang di era serba dijital ini kembali dilirik orang adalah rancangan W3EDP ini. Sama dengan G5RV yang sudah duluan populer, nama antenna ini merujuk kepada callsign dari penemunya. Berbeda dengan G5RV yang dikenali sebagai callsign OM L. Varney, saat ini sudah tidak bisa dirunut balik lagi siapa nama di belakang call sign W3EDP tersebut. Asal tau aja, rancangan ini sudah dipakai di lingkungan amatir sejak sekitar paruh kedua dasawarsa
30an.
Sampai akhir dasawarsa 90an kemarin, di kalangan QRPers dan apartment dwellers (penghuni apartemen atau condo) di negri- negri seberang lautan antenna rekaan W3EDP ini cukup populer adanya. Walaupun W3EDP semula cuma meniatkan antennanya untuk dipakai saat Field day, working portable atau pada kondisi darurat/emergency - sebagai instalasi sementara atau sekedar sebagai back up, ‘nyatanya banyak yang lantas keterusan memakainya sebagai antenna permanen di QTH, lantaran desainnya yang sederhana, ukuran-ukuran yang masih “ketanganan” untuk dikerjain sendiri, dan dengan kinerja yang memadai sebagai sebuah Multi-band (80-10M) antenna.
Kaya’nya W3EDP mereka rancangannya ini sebagai sebuah end-fed RANDOM WIRE ANTENNA (antenna dengan kepanjangan acak), walaupun sekarang sudah ‘nggak ‘ngacak lagi, karena panjangnya mesti diukur bener sepanjang 25,60 mtr (= 84’ ). Untuk bisa bekerja multi band diperlukan sebuah Matching Unit berupa rangkaian Parallel LC tuner dan 2 buah counterpoise sepanjang 5,18 mtr (untuk band 80 - 40 - 15 - 10 M) dan 1,98 mtr (khusus untuk band 20 M).
kalo’ ada pertanyaan silah kirim via orari-news@yahoogoups.com, atau langsung ke
unclebam@indosat.net.id
Salah satu rancangan antenna dari zaman voor de oorlog (sakbelonnya PD-II) yang di era serba dijital ini kembali dilirik orang adalah rancangan W3EDP ini. Sama dengan G5RV yang sudah duluan populer, nama antenna ini merujuk kepada callsign dari penemunya. Berbeda dengan G5RV yang dikenali sebagai callsign OM L. Varney, saat ini sudah tidak bisa dirunut balik lagi siapa nama di belakang call sign W3EDP tersebut. Asal tau aja, rancangan ini sudah dipakai di lingkungan amatir sejak sekitar paruh kedua dasawarsa
30an.
Sampai akhir dasawarsa 90an kemarin, di kalangan QRPers dan apartment dwellers (penghuni apartemen atau condo) di negri- negri seberang lautan antenna rekaan W3EDP ini cukup populer adanya. Walaupun W3EDP semula cuma meniatkan antennanya untuk dipakai saat Field day, working portable atau pada kondisi darurat/emergency - sebagai instalasi sementara atau sekedar sebagai back up, ‘nyatanya banyak yang lantas keterusan memakainya sebagai antenna permanen di QTH, lantaran desainnya yang sederhana, ukuran-ukuran yang masih “ketanganan” untuk dikerjain sendiri, dan dengan kinerja yang memadai sebagai sebuah Multi-band (80-10M) antenna.
Kaya’nya W3EDP mereka rancangannya ini sebagai sebuah end-fed RANDOM WIRE ANTENNA (antenna dengan kepanjangan acak), walaupun sekarang sudah ‘nggak ‘ngacak lagi, karena panjangnya mesti diukur bener sepanjang 25,60 mtr (= 84’ ). Untuk bisa bekerja multi band diperlukan sebuah Matching Unit berupa rangkaian Parallel LC tuner dan 2 buah counterpoise sepanjang 5,18 mtr (untuk band 80 - 40 - 15 - 10 M) dan 1,98 mtr (khusus untuk band 20 M).
Keterangan Gambar:
z Elemen antenna, seyogyanya dari kawat stranded (bukan kawat solid atau tunggal), berisolasi (berlapis plastik/vynil), sepanjang 25.60 mtr.
z Matching unit, terdiri dari:
L1: koker PVC dia 2”, lilitan dengan kawat # 16-18 (1 – 1,2 mm), L total 21 lilit (untuk 80M), di tap pada lilitan ke 7 (40M), dan ke 5 (20M keatas)
L2: 2-4 lilit kawat email # 14-18 (1 – 1,6 mm), dililitkan pada cold end (sisi bawah) L1.
C: variable capacitor 360-500 pf (BC Type, 2- gang @ 250 pf)
z 2 buah counterpoises, seyogyanya dibuat dari kawat bersalut (mis. kabel NYAF), masing-masing sepanjang 5,18 mtr (untuk80-40-15- 10M) dan 1,98 mtr (untuk 20M).
Rangkaian Matching unit ini harus floating (mengambang) terhadap Ground, jadi semua komponen mesti diisolasi terhadap chassisnya,. sedangkan untuk C-nya disamping harus terisolir terhadap chassis (dan Ground) juga shaft (as)nya mesti diisolir terhadap kenop atau tombolnya, karena semua bagian variable kapasitor ini akan HOT with RF pada waktu ‘mancar, sehingga bisa-bisa jari operatornya mak-nyooos keslomot RF(!).
Salah satu alternatip untuk peng-kopel-an L1 ke TX adalah seperti digambarkan di sebelah, dimana inner conductor dari coax (yang dari TX) langsung di-tap-kan pada L1, walaupun cara ini agak merepotkan pada waktu penalaan pertama, karena mesti ‘ngerok (bisa pakai amplas, pakai cutter dsb.) lapisan email pada kawat dimana nantinya ujung coax tersebut di tap-kan, dan titik tapping ini mesti dicari satu-satu untuk tiap-tiap band ….
Dari semua literature dan publikasi yang ada di koleksi perangkum, belum pernah bisa ditemukan “cerita dibalik fakta” bagaimana dan dari mana W3EDP mendapat wangsit untuk ukuran-ukuran yang terbilang ‘nylenèh dan ‘nanggung tersebut (untuk 80M ukuran ini lebih panjang dari 1/4ƒÉ, tapi kurang dari 3/8ƒÉ), tapi barangkali bukan cuma kebetulan kalau angka 84’ tersebut mendekati angka “love-‘n-kisses”nya empu (per-antenna- an) LB Cebik, W4RNL yang 88’ (26,82 mtr), yang ditemukan Cebik sekitar setengah abad kemudian melalui berbagai eksperimen dan simulasi di komputernya (lihat bahasannya di BeON beberapa edisi yll.).
Beda utama antara kedua rancangan tersebut adalah Cebik memang meniatkan kawat 88’ tersebut untuk diumpan ditengah-tengah (sebagai sebuah center-fed Doublet), sedangkan seperti dibilang di depan W3EDP dari sono-nya merancangnya sebagai sebuah end-fed antenna. Untuk mereka yang berminat (dan kebetulan juga tahu caranya), barangkali studi Cebik lewat simulasi computer tersebut (pakai program ELNEC dari Roy M Wallen,W7EL - bisa dilihat di situs http:// www.cebik.com) bisa dipakai juga untuk “menelaah” antenna ini.
Dalam bahasa awam, bisa di runut bahwa di 80M antenna ini bekerja sebagai end-fed Marconi antenna biasa (mungkin dengan kinerja yang sedikit lebih baik dengan adanya sedikit kelebihan panjang yang disebut di atas), di 40M sebagai antena end-fed Hertz (half wave) antenna, di 20 M sebagai 2x half wave collinear . . . .dst.
Berbeda dengan antenna Marconi yang memerlukan grounding system yang nyaris sempurna (dengan sekian banyak radials) untuk bisa bekerja dengan baik dan efisien, seperti disebut diatas W3EDP hanya memerlukan kedua counterpoises tadi untuk bisa bekerja multi-band.
Syahdan, kata sahibul hikayat, di tahap-tahap awal eksperimennyaW3EDP ‘ngebentang kawat yang 25.60 mtr tersebut dari hamshack ke pucuk pohon eik di belakang rumah, dan cara yang serupa tapi tak sama juga dilakukan para apartment dwellers di zaman modern ini. Ada yang menceritakan bagaimana dia “narik” bentangan kawatnya dari balcony lantai 5 ke pucuk tiang bendera di lapangan parkir di depan kompleks(!), dan counterpoisenya di klèwèrin begitu aja dilantai balkon.Tidak diceritakan bagaimana kinerja antenna yang jadinya ‘nungging kearah bawah tersebut, tapi barangkali yang mau di point out adalah bagaimana sederhana dan “nggak rewel”nya rancangan ini … .. Trus, bagaimana menerapkan rancangan ini di kapling BTN seperti disebut di judul risalah ini?
Satu kiat dalam ‘mbentang antenna adalah bahwa kawat yang 25 meteran tersebut tidak harus dibentang tegak lurus, jejeg vertikal 90' terhadap permukaan bumi (!). Yang penting asalkan bagian elemen dengan current maxima (atau node) bisa berada di posisi setinggi mungkin serta se”bebas” mungkin dari dedaonan, atap tetangga, penangkal petir, tower, line PLN – apalagi yang SUTET atau SUTEM, antenna TV atau parabola, dll). Nah, dengan kiat ini kita coba ‘ngakali bagaimana ukuran yang 25 mtr tersebut bisa “masuk” ke lahan yang pas-pasan (untuk antenna 80 dan 40M) tersebut.
Seperti disebut duluan, karena menyangkut perkara keamanan W3EDP sebaiknya dibikin dari kawat bersalut (atau kabel), karena kalau pakai kawat telanjang, sapa tau sewaktu- waktu bisa putus dan jatuh pas ‘nimpa kawat listrik (atau telpon) yang ‘mbentang didepan rumah? Juga dari segi kenyamanan (convenience ) dalam membuat dan mengoperasikannya, karena kabel beginian biasanya cukup lemas (ketimbang kawat tembaga bersalut email/kawat dinamo) buat ditekak-tekuk dan diregang sana-sini pada proses instalasinya.
Di pasaran barang-barang kelistrikan dikenal kabel NYAF (yang bisa ditemui dengan berbagai ukuran/diameter) atau bisa juga dipakai kabel speaker yang cukup baik kwalitasnya (seperti kabel audio Monster, tapi cari yang masih kluaran negeri sebrang, karena akhir-akhir ini banyak beredar kabel speaker Monster-monsteran yang ‘nggak lebih baik dari kabel speaker merah-item yang dulu banyak dipakai di kalangan audiophile.kelas menengah kebawah)
Taruhlah hamshack anda ada dibagian depan rumah (misalnya di kamar tamu atau kamar tidur depan), atau ekstrimnya justru dibagian belakang (dekat dapur atau kamar pembantu …). Nah, dari jendela (atau lubang angin) tariklah kawat elemen antenna tersebut ke lijstplank rumah (sebaiknya di situ dipasang isolator dari materi non-konduktip seadanya, supaya kawat ‘nggak sampai ‘nempel langsung ke bidang lijstplank), terus dari situ tarik atau kèrèk keujung tiang bambu yang sebelumnya sudah dipancang di pojok lahan (boleh pojok depan atau pojok belakang, tergantung posisi hamshack). Dari situ tarik ke pucuk tiang bambu satu lagi yang juga sudah dipancang duluan di pojok lahan yang berseberangan dengan posisi tiang pertama (bentangannya jadi kearah diagonal, misalkan didepan dipojok kiri dan di belakang di pojok kanan), Nah, sekarang ukur (atau dikira-kira aja SEBELUM proses bentang-membentang dimulai) berapa meter kawat yang sudah terbentang …..
Misalkan dari jendela ke lisjtplank ada tarikan sepanjang 2 mtr, terus naik ke ujung bambu # 1 sekitar 5 meteran,‘ngebentang lagi ke tiang # 2 barang 15 mtr, dengan demikian sudah terbentang (2 + 5 +
15) = 22 mtr kawat. Untuk meng”genap”kan jadi 25 mtr +, klèm atau ikatkan sepotong pipa aluminium dia. 1/2–1” sepanjang 3 mtr (inipun boleh dibikin telescoping dari 2 atau 3 pipa berlainan diameter) di ujung atas tiang # 2 tadi. Supaya ‘nggak short, ada baiknya bagian pangkalnya di selongsong paké pipa PVC yang inner diameternya tibang pas untuk “telescoping” dengan pipa aluminiumnya (supaya rapi dan ‘nggak gampang oblak). Ujung elemen kawat sebaiknya diterminasi dengan cable shoe yang berbentuk ring atau fork, terus nantinya di tancep dengan sekrup tanam (self tapping screw) ke ujung bawah pipa aluminium yang sudah berselongsong PVC tadi ….
15) = 22 mtr kawat. Untuk meng”genap”kan jadi 25 mtr +, klèm atau ikatkan sepotong pipa aluminium dia. 1/2–1” sepanjang 3 mtr (inipun boleh dibikin telescoping dari 2 atau 3 pipa berlainan diameter) di ujung atas tiang # 2 tadi. Supaya ‘nggak short, ada baiknya bagian pangkalnya di selongsong paké pipa PVC yang inner diameternya tibang pas untuk “telescoping” dengan pipa aluminiumnya (supaya rapi dan ‘nggak gampang oblak). Ujung elemen kawat sebaiknya diterminasi dengan cable shoe yang berbentuk ring atau fork, terus nantinya di tancep dengan sekrup tanam (self tapping screw) ke ujung bawah pipa aluminium yang sudah berselongsong PVC tadi ….
Nah, selesailah sudah urusan bentang- membentang kawat. Idealnya sih Matching Unit ditaruh persis dibawah pangkal kawat yang di jendela tadi, tapi kalau ini jadi bikin repot (karena anda mesti ‘ngluarin tangan tiap kali mau tuning waktu pindah band), siapkan +/- 1 mtr potongan kabel coax bekas (bisa RG-58 yang 50 ohm, atau RG-59 yang 70 ohm – karena dengan panjang cuma segitu untuk di band HF urusan impedansi dan Velocityfactor ‘nggak usah dipusing-pusingin amat) untuk menghubungkan elemen antenna menyelip-nyelip diantara jalusi lubang angin sampai ke Matching Unit. Yang disolder- sambungkan adalah inner conductor dari coax, sedangkan salah satu ujung shield atau outer braid-nya kalau bisa sebaiknya di-short atau di jumper ke chassis Matching Unit, sehingga dia menjadi bagian dari keseluruhan konfigurasi elemen antenna-Matching Unit- counter poises yang justru harus berada di posisi floating terhadap Ground seperti disebut di depan.
Kalau anda cuma mau bekerja monobander, tentunya Matching Unit-nya bisa dibuat sesederhana mungkin, karena tidak diperlukan tapping macem-macem. Kalau memang maunya kerja multi-bander, ya mesti tlatèn waktu menalanya (tuning) untuk mencari titik tapping yang paling pas pada tiap band. Idealnya adalah kalau didapat posisi tapping dimana bukaan Variable kondensator C berada di posisi tengah-tengah (jam 12), terutama di band-band yang memang lebar rentangannya (seperti 500 kc pada 80M dan350 kc di 20M), supaya gampang kalau harus hopping from edge-to edge (‘cat-loncat dari ujung-ujung band, misalnya waktu lari-lari dari main CW di segmen bawah trus main voice di phone band, di atas).
Nah, kembali obrolan kali ini kita cukupkan sampé di sini dulu, dan seperti biasa untuk edisi mendatang kita sama-sama cari ihwal per-antenna-an lainnya, yang enak buat diobrolin ramé-ramé ……..
Until then …. CU ES 73.
No comments:
Post a Comment