Friday, 9 December 2011

Ngobrol Ngalor Ngidul 0602

Ngobrol Ngalor Ngidul 0602


Single Wire Line sebagai Saltran

Bagi  rekans dari generasi akhir 70-an ke sini, rasanya jarang yang bakal terpikir un- tuk memakai single-wire line (kawat  sak- ler) sebagai saltran (penyalur transmisi). Barangkali   rekans dari the later genera- tion ini cuma selintas mendengar crita da- ri mulut-ke-mulut, baca di milist dan seba- gainya tentang aplikasi single-wire line ini pada antena Windom, salah satu ranca- ngan fenomenal yang ternyata dari zaman ke zaman tetap bisa jadi bahan diskusi (dari yang serious sampé yang sekedar debat kusir) yang menarik tentang kiner- ja, kelebihan dan kekurangannya.

Di samping antena Windom, generasi pra 70an mengenal aplikasi single-wire line ini pada rancangan yang pada zaman itu lazim disebut sebagai antena T. Juga ada antena L (padahal secara fisik tongkrong- annya lebih pantes disebut sebagai L-ter- balik ato Inverted L) dan beberapa jenis antena yang sebenarnya bisa dimasukkan dalam kategori antena random wire (ka- wat acak). Zaman itu boleh dibilang ante- na jenis inilah yang jadi pilihan pertama bagi para eksperimenter, terutama mere- ka yang tinggal di daerah ato di luar kota- kota gedé, di mana kabel coax belum me- ngalami era “coax masuk desa” atau pun kalo’ ada masih diluar jangkauan daya beli rata-rata amatir angkatan itu.

Open wire ato balanced lines pun zaman itu belon populer, baik pembuatan mau pun pemakaiannya – kecuali bagi mereka yang beruntung punya akses ke literatur ato bacaan dari luar pager, ato para mahasiswa teknik elektro yang memang dapat pelajaran tentang saltran ini. Salah satu yang bikin banyak rekan jadi males untuk eksperimen dengan balanced lines adalah ke-ogah-an untuk bikin Matching unit yang sesuai untuk menjodohkan (matching) impedansi tinggi balanced lines tersebut dengan kluaran TX yang unbalance berimpedansi (relatip) rendah.

Sesuai namanya, single-wire adalah se- utas kawat (sebagai konduktor) yang di- bentang dari terminal kluaran TX ke ante- na. Sirkit balik (return path) untuk saltran macam ini adalah langsung ke tanah atau ground. Seperti pada antena yang meng- anggap tanah di bawah bentangannya se- bagai bayangan – mirror ato image nya, maka tanah di sini berfungsi sebagai konduktor ke dua yang merupakan image dari single conductor berupa kawat sak-ler tadi.

Pada banyak kasus, kawat ini justru jadi bagian dari antena itu sendiri, dan karenanya (dengan  segala kekurangan dan kelebihannya) jadi ikutan radiate ato ‘mancar juga.

Kawat  ini bisa berupa kawat tembaga te- lanjang (zaman itoe dipaké di jaringan tel- pon dari sentral telpon ke rumah pelang- gan), kawat tembaga bersalut enamel (le- bih dikenal sebagai kawat dinamo) ato kabel kelistrikan yang bersalut, baik yang tunggal (engkel/solid) maupun yang sera- but (stranded wire).  Impedansi (charac- teristic impedance) kawat macam ini tergantung pada diameter dan ketinggian bentangannya dari permukaan tanah, yang berkisar antara 500-600 Ω untuk kawat #12 ato 14 (Ø 2.0 ato 1.6 mm) pada ketinggian 3~10 meter, ato bisa di- itung dengan rumus

Z0 =138 log (4 h/d)

Z0 = Characteristic  impedance (dalam Ω)
h =  Ketinggian  bentangan d =  Diameter kawat
(h dan d dinyatakan dalam satuan ukur yang sama)

Dengan mengkonèk kawat sak-ler terse- but ke titik di sepanjang bentangan an- tena di mana impedansi (resistive impe- dance)-nya berkisar 500-600 Ω juga, akan didapatkan kondisi matched, di ma- na sistim antena bisa dioperasikan tanpa adanya penunjukan SWR yang berarti, yang dengan mudah bisa di SWR 1:1-kan dengan sedikit adjusment ato penalaan pada rangkaian output TX, yang di era ta- bung itoe kebanyakan memakai rangkai- an Pi-section ato link coupling. Untuk    pe- makaian di era Transceiver solid state masa kini tentunya rangkaian Pi-section ato link coupling tersebut bisa dibuat sebagai unit Tuner ato Matching  unit yang terpisah (independent ato outboard unit), seperti terlihat pada gambar berikut.

Bersambung ke Edisi 03/VI

No comments:

Post a Comment