Ngobrol Ngalor Ngidul 0303
Lebih Jauh Mengenai Saltran
Sekadar mengingatkan kembali, di akhir edisi lalu penulis janji di edisi ini mo’ nerusin ‘ngobrol tentang Saltran (sebagai akronim dari kata Saluran Transmisi); yang di edisi kemarin terhenti sampai uraian tentang Lew, K4VX yang nekad bereksperimen dengan jarak antar konduktor sekitar 1 – 1,3 cm saja.
————————
Nah, dari uraian di dua edisi sebelum ini barangkali sudah dapat disimpulkan bahwa di samping bisa dibikin sendiri, kelebi- han Open Wire ketimbang saltran jenis lain adalah nilai losses-nya yang kecil sekali, sehingga pemakaian di band High Frequency (baik pada penggunaan di lingkungan amatir radio, komersiil sampai ke bidang militer) faktor losses ini boleh diabaikan saja.
Sekadar mengingatkan kembali, di akhir edisi lalu penulis janji di edisi ini mo’ nerusin ‘ngobrol tentang Saltran (sebagai akronim dari kata Saluran Transmisi); yang di edisi kemarin terhenti sampai uraian tentang Lew, K4VX yang nekad bereksperimen dengan jarak antar konduktor sekitar 1 – 1,3 cm saja.
————————
Nah, dari uraian di dua edisi sebelum ini barangkali sudah dapat disimpulkan bahwa di samping bisa dibikin sendiri, kelebi- han Open Wire ketimbang saltran jenis lain adalah nilai losses-nya yang kecil sekali, sehingga pemakaian di band High Frequency (baik pada penggunaan di lingkungan amatir radio, komersiil sampai ke bidang militer) faktor losses ini boleh diabaikan saja.
TV Feeder
Untuk bikin antena G5RV (lihat BeON 2/II, Juli 2002) atau Subur- band Multibandernya W6JJZ (BeON 3/II, Agustus 2002) mesti dicari TV Feeder kualitas baik dengan dielektrik dari plastik PE (Polyethy- lene) warna putih dof (kusam) atau coklat tua kehitaman, berbentuk pita (ribbon) setebal ± 1 mm, kon- duktornya kawat AWG #20 atau 18 (Ø 0,8 atau 1 mm) jenis serabut (stranded), lemas, dengan jarak antar konduktor ± 0,5 - 1 cm.
Karena berbentuk pita inilah feeder jenis ini umumnya dikenal dengan sebutan Ribbon Type TV Feeder, yang dari pabriknya dibuat dengan impedansi 300 ohm
Yang jenis beginian bisa dipakai untuk transmisi dengan power output sekitar 100 Watt, cuma kaya’nya sekarang sudah sulit didapat di pasaran (mungkin masih bisa dite- mukan di gudang rumah Abah, Mertua atawa Kakek, sisa dari ja- man TV item-putih doeloe karena jaman itu tiap pembeli TV selalu dibekali kabel beginian buat insta- lasi antena pertamanya).
Dengan sedikit usaha, barangkali TV feeder yang bagus atau yang memang jenis transmission type (dielektrik dari foam/busa padat, bentuknya tetap kaya pita cuma lebih tebal dengan penampang agak oval) bisa didapatkan dari distribu- tor resmi pabrik kabel yang ada di sini, tapi kaya'nya mesti dibeli dalam bentuk roll atau glondongan 1000 feet (300 meteran) dan ‘nggak di jual eceran (belinya patungan ramé-ramé lah!).
Sekitar akhir 80'an di tukang loak masih bisa didapat feeder macam ini, (mungkin sisa-sisa dari pemancar lama di lingkungan TNI d/h ABRI atau Penerbangan Sipil) dengan lebar ± 2 cm, tebal ± 2 mm, kon- duktor serabut sebesar batang korek api dengan dielektrik foam warna putih.
TV feeder 300 ohm yang sekarang ada di pasaran (karena dalam pema- kaian sehari-hari untuk TV warna sudah digantikan dengan coax 72 ohm) kualitasnya memelas banget dan rasanya ‘nggak sampai hati untuk dipakai ‘ngebahan antena pemancar, kecuali untuk sekadar eksperimen, field day dan semacam- nya, atau memang diniatkan kalau putus atau jadi getas (begitu dipakai barang 1 - 2 bulan) ya diganti lagi, lha wong harganya memang masuk kategori “cukup terjangkau” ‘gitu!
BTW, banyak yang salah kaprah (termasuk penulis sendiri, doeloe- nya!) menyebut ribbon type TV feeder ini dengan sebutan Twin Lead. Sebenarnya, feeder TV yang pernah ada di pasaran Indonesia semuanya dari jenis ribbon type ini, sedangkan istilah Twin Lead adalah sebutan umum bagi feeder buatan pabrik yang terdiri dari dua buah konduktor (lead) yang kembar (twin), lang- sung moulded di dalam material die- lektriknya,
supaya jarak antar kon- duktornya selalu bisa terjaga rapi. Jadi, dalam sebutan Twin Lead ini termasuk juga Open Wire bikinan pabrik yang diwedar di edisi lalu,seperti juga disebut di iklan majalah QST, CQ, 73 dan sebagainya.
Kabel Coax
Berdasarkan impedansinya, kabel coax yang umum dipakai di lingkungan amatir dan gampang dida- pat di pasaran dibedakan dalam 2 jenis: impedansinya ± 50 ohm dan yang 70 ohm.
Untuk impedansi 50 ohm kita kenal coax RG-58, RG-8, RG-213 dan variantnya, sedang untuk 70 ohm
ada RG-59, RG-11, RG-216 dan berbagai variantnya. Di pasaran, variant ini bisa dilihat dari tambahan beberapa huruf seperti A, A/U, U dan X di belakang sebutan type; ini merunut pada jenis bahan plastik yang dipakai sebagai dielektriknya. Yang umum ditemui adalah variant macam RG-58A, RG-59A/U, RG-8X dan sebagainya. Karena bikinan pabrik (dus tinggal beli), ‘nggak ba- nyak yang bisa penulis bahas di sini, cuma aja kalo’ memang mau beli kabel coax, usahakan —walau agak mahal— untuk memakai merek yang sudah dikenal reputasinya se- bagai coax kualitas unggulan, seperti Belden dan Amphenol. Di pasaran beredar bermacam merk yang lebih murah (apalagi untuk yang 70 ohm karena jenis ini dipakai juga untuk antena penerima TV) tapi kualitas- nya ya ikut jadi murahan! Konduk- tor luar (scherm) anyamannya jarang- jarang, mudah terurai, suka me- nempel ke dielektriknya (susah un- tuk disolder tanpa merusak dielek- trik). Ada
merek tertentu (beberapa malah merk-nya ‘nggak kelihatan atau kabur cetakannya) dengan inner conductor yang terdiri dari satu (sing- le) kawat tembaga ukuran sekitar 0,4 - 0,8 mm! Wèlèh-wèlèh, baya- ngin kalau yang beginian putus pas pada sambungan di feed point atas sono, ya 'abis sajalah semua jerih payah kita bersusah-susah naikin antena! Sebagai dielektrik dipakai plastik jenis PE/Polyethylene (yang biasa) dalam
bentuk solid/padat atau foam (busa padat), atau kalo’ mau kualitas “unggulan” dipakai PTFE/Polytetrafluoroethylene (teflon) yang tahan panas (sampé 2500o C).
Coaxial Connector
Nah, kalo’ sudah diniatkan cari kabel coax kualitas bagus, untuk konektornya juga kudu cari yang merek Amphenol, Bendix atau Kings yang memang kualitasnya bisa diandalkan. Beberapa di anta- ranya memang dibuat untuk memenuhi Mil-specs atau pemakaian di lingkungan Avionics yang menuntut persyaratan presisi dan sekuriti ketat —ulir/draad yang tidak mu- dah dol, isolatornya (yang bagus: Teflon) tidak gampang meleleh atau mengkerut kalau kena solder— karena bagi seorang amatir tidak ada yang lebih ‘ngeselin dibanding ‘nemukan (setelah berjam-jam ‘nya- rinya) antena ‘nggak mau kerja karena sambungan di konektor (yang terpasang di feed point antena, nun jauh di atas sono) kortsluit atau sebaliknya ‘nggak tersolder dengan baik. Konektor yang umum dipakai (dan gampang dicari di pasaran) bisa dibedakan dalam 3 type: typeUHF, BNC, dan type N:
Type BNC
Ukurannya cocok untuk dipakai dengan kabel coax jenis RG-58 dan RG-59. Walaupun didesain untuk transmisi low-power di band VHF (dan UHF), banyak yang memakai- nya di HF terutama para QRPers dan back-packers karena memang praktis: koneksinya bukan sistim ulir, melainkan paké sistem bayonet model “dicolok, diputer, dan langsung nge’lock alias ‘ngunci”; sehing- ga bisa diganti atau “dipasang-dicopot-dan-dipasang lagi” secara cepat. Jenis BNC ini lebih bisa diandalkan untuk instalasi outdoor karena (kalo’ dipasang dengan baik dan benar) dari sononya memang didesain tahan cuaca alias weatherproof. Karena bentuknya yang kecil, umumnya dipaké di HT, QRP rigs, alat-alat ukur atau aksesories macam ATU dan lain sebagainya.
Edisi mendatang kita bahas tipe konektor lain yang umum serta bahasan sisa topik ini.
[73]
Dengan sedikit usaha, barangkali TV feeder yang bagus atau yang memang jenis transmission type (dielektrik dari foam/busa padat, bentuknya tetap kaya pita cuma lebih tebal dengan penampang agak oval) bisa didapatkan dari distribu- tor resmi pabrik kabel yang ada di sini, tapi kaya'nya mesti dibeli dalam bentuk roll atau glondongan 1000 feet (300 meteran) dan ‘nggak di jual eceran (belinya patungan ramé-ramé lah!).
Sekitar akhir 80'an di tukang loak masih bisa didapat feeder macam ini, (mungkin sisa-sisa dari pemancar lama di lingkungan TNI d/h ABRI atau Penerbangan Sipil) dengan lebar ± 2 cm, tebal ± 2 mm, kon- duktor serabut sebesar batang korek api dengan dielektrik foam warna putih.
TV feeder 300 ohm yang sekarang ada di pasaran (karena dalam pema- kaian sehari-hari untuk TV warna sudah digantikan dengan coax 72 ohm) kualitasnya memelas banget dan rasanya ‘nggak sampai hati untuk dipakai ‘ngebahan antena pemancar, kecuali untuk sekadar eksperimen, field day dan semacam- nya, atau memang diniatkan kalau putus atau jadi getas (begitu dipakai barang 1 - 2 bulan) ya diganti lagi, lha wong harganya memang masuk kategori “cukup terjangkau” ‘gitu!
BTW, banyak yang salah kaprah (termasuk penulis sendiri, doeloe- nya!) menyebut ribbon type TV feeder ini dengan sebutan Twin Lead. Sebenarnya, feeder TV yang pernah ada di pasaran Indonesia semuanya dari jenis ribbon type ini, sedangkan istilah Twin Lead adalah sebutan umum bagi feeder buatan pabrik yang terdiri dari dua buah konduktor (lead) yang kembar (twin), lang- sung moulded di dalam material die- lektriknya,
supaya jarak antar kon- duktornya selalu bisa terjaga rapi. Jadi, dalam sebutan Twin Lead ini termasuk juga Open Wire bikinan pabrik yang diwedar di edisi lalu,seperti juga disebut di iklan majalah QST, CQ, 73 dan sebagainya.
Kabel Coax
Berdasarkan impedansinya, kabel coax yang umum dipakai di lingkungan amatir dan gampang dida- pat di pasaran dibedakan dalam 2 jenis: impedansinya ± 50 ohm dan yang 70 ohm.
Untuk impedansi 50 ohm kita kenal coax RG-58, RG-8, RG-213 dan variantnya, sedang untuk 70 ohm
ada RG-59, RG-11, RG-216 dan berbagai variantnya. Di pasaran, variant ini bisa dilihat dari tambahan beberapa huruf seperti A, A/U, U dan X di belakang sebutan type; ini merunut pada jenis bahan plastik yang dipakai sebagai dielektriknya. Yang umum ditemui adalah variant macam RG-58A, RG-59A/U, RG-8X dan sebagainya. Karena bikinan pabrik (dus tinggal beli), ‘nggak ba- nyak yang bisa penulis bahas di sini, cuma aja kalo’ memang mau beli kabel coax, usahakan —walau agak mahal— untuk memakai merek yang sudah dikenal reputasinya se- bagai coax kualitas unggulan, seperti Belden dan Amphenol. Di pasaran beredar bermacam merk yang lebih murah (apalagi untuk yang 70 ohm karena jenis ini dipakai juga untuk antena penerima TV) tapi kualitas- nya ya ikut jadi murahan! Konduk- tor luar (scherm) anyamannya jarang- jarang, mudah terurai, suka me- nempel ke dielektriknya (susah un- tuk disolder tanpa merusak dielek- trik). Ada
merek tertentu (beberapa malah merk-nya ‘nggak kelihatan atau kabur cetakannya) dengan inner conductor yang terdiri dari satu (sing- le) kawat tembaga ukuran sekitar 0,4 - 0,8 mm! Wèlèh-wèlèh, baya- ngin kalau yang beginian putus pas pada sambungan di feed point atas sono, ya 'abis sajalah semua jerih payah kita bersusah-susah naikin antena! Sebagai dielektrik dipakai plastik jenis PE/Polyethylene (yang biasa) dalam
bentuk solid/padat atau foam (busa padat), atau kalo’ mau kualitas “unggulan” dipakai PTFE/Polytetrafluoroethylene (teflon) yang tahan panas (sampé 2500o C).
Coaxial Connector
Nah, kalo’ sudah diniatkan cari kabel coax kualitas bagus, untuk konektornya juga kudu cari yang merek Amphenol, Bendix atau Kings yang memang kualitasnya bisa diandalkan. Beberapa di anta- ranya memang dibuat untuk memenuhi Mil-specs atau pemakaian di lingkungan Avionics yang menuntut persyaratan presisi dan sekuriti ketat —ulir/draad yang tidak mu- dah dol, isolatornya (yang bagus: Teflon) tidak gampang meleleh atau mengkerut kalau kena solder— karena bagi seorang amatir tidak ada yang lebih ‘ngeselin dibanding ‘nemukan (setelah berjam-jam ‘nya- rinya) antena ‘nggak mau kerja karena sambungan di konektor (yang terpasang di feed point antena, nun jauh di atas sono) kortsluit atau sebaliknya ‘nggak tersolder dengan baik. Konektor yang umum dipakai (dan gampang dicari di pasaran) bisa dibedakan dalam 3 type: typeUHF, BNC, dan type N:
Type BNC
Ukurannya cocok untuk dipakai dengan kabel coax jenis RG-58 dan RG-59. Walaupun didesain untuk transmisi low-power di band VHF (dan UHF), banyak yang memakai- nya di HF terutama para QRPers dan back-packers karena memang praktis: koneksinya bukan sistim ulir, melainkan paké sistem bayonet model “dicolok, diputer, dan langsung nge’lock alias ‘ngunci”; sehing- ga bisa diganti atau “dipasang-dicopot-dan-dipasang lagi” secara cepat. Jenis BNC ini lebih bisa diandalkan untuk instalasi outdoor karena (kalo’ dipasang dengan baik dan benar) dari sononya memang didesain tahan cuaca alias weatherproof. Karena bentuknya yang kecil, umumnya dipaké di HT, QRP rigs, alat-alat ukur atau aksesories macam ATU dan lain sebagainya.
Edisi mendatang kita bahas tipe konektor lain yang umum serta bahasan sisa topik ini.
[73]
No comments:
Post a Comment