Ngobrol Ngalor Ngidul 0702
Pancaran NVIS (Near-Vertical Incident Sky- wave)
kalo’ ada pertanyaan sila kirim lewat Ja-Um: buletin@orari.net MILIST orari_news@yahoo.groups.com JaPri: unclebam@gmail.com
Sebutan NVIS — Near-Vertical Incident Skywave merujuk kepada pancaran (sinyal) radio di band HF, yang meng- gunakan antena dengan Take off Angle mendekati 900 (nyaris tegak lurus) serta pilihan frekuensi (MUF/maximum usable frequency) yang tepat untuk menjalin jaringan komunikasi jarak dekat yang mencakup radius 0-300 Km.
Dengan antena Dipole biasa dengan feedpoint di ketinggian ≥ 1/4λ (10/20 mtr untuk band 40/80m), pada jam-jam tertentu (tergantung frekuensi yang dipakai) sering terjadi jarak segitu tidak bisa diliput dengan baik karena adanya skip zone: area yang terlalu jauh untuk rambatan ground wave, tetapi belum cukup jauh ato masih terlalu dekat untuk menerima pantulan sky wave dari ionosfir.
Pada dasarnya, keberhasilan komuni- kasi NVIS adalah merupakan hasil “kolaborasi” yang pas antara tiga faktor: Power, pilihan Frekuensi dan Hi-Take off (Elevation) angle.
Konsep ato pengertian High Take Off angle (pada Gambar 1 digambarkan dengan garis solid) dapat dianalogikan dengan apa yang terjadi kalo’ anda menyemprotkan (lewat selang) air ke langit-langit (plafond) kamar anda. Bertambah rendah sudut kemiringan semprotan, bertambah jauh pula jatuhnya air yang dipantulkan; se- dangkan kalo’ anda arahkan selang hampir tegak lurus ke atas, bisa-bisa anda sendiri basah kuyub keguyur air yang dipantulkan langit-langit yang hampir tepat di atas kepala anda (ato dalam hal sinyal/RF pancarannya jadi memantul dan menyebar ‘nggak jauh- jauh amat dari sumbernya).
Dengan memakai Dipole seperti yang disebut di paragrap awal, pancaran dengan Hi Take Off angle bisa didapat jika ketinggian feedpoint diturunkan sampai sekitar 2-4 mtr saja dari per- mukaan tanah.
Dalam praktek, di samping untuk aplikasi di lingkungan militer, NVIS dipakai dalam menunjang sistim komunikasi darurat di saat bencana ato EmComm/emergency comunication - karena beberapa karak- teristiknya yang memang sangat pas untuk aplikasi semacam itu:
1. Tidak ada skip zone (seperti pada pancaran sky wave)
2. Dapat menekan derau dan gangguan statik/QRN, mengurangi fading/QSB serta interference/QRM, yang pada umumnya bersumber dari luar daerah cakupan (yang bisa ketangkap lewat antena dengan Low Take Off angle)
3. Penekanan QRN + QRM berarti S/N (signal to noise) ratio yang lebih baik (yang tinggi), yang memungkinkan dipakainya pemancar berdaya rendah (lo-power).
4. Pemakaian pemancar berdaya rendah (TIDAK berarti harus QRP) sangat menguntungkan dalam kondisi terba- tasnya sumber catu daya (yang umum terjadi pada operasi militer ato di lo-kasi bencana).
5. S/N ratio yang tinggi sangat ideal (kalo’ diperlukan) bagi dipakainya mode RTTY, PACTOR, PSK31 ato CW di samping mode voice/phone.
6. Kondisi terrain ato topografi lokasi yang tidak memungkinkan pancaran di band VHF/UHF (misalnya di daerah lembah, ceruk ato jurang, lokasi yang dikelilingi pepohonan lebat atau hutan yang menghalangi LOS/line-of- sight path) TIDAK akan mempe- ngaruhi NVIS.
7. Tidak memerlukan dukungan dari fihak ketiga (dalam bentuk repeater — baik yang di darat maupun yang berupa satelit di angkasa).
8. Karena tidak memerlukan ketinggian posisi feedpoint, instalasinya relatip lebih mudah, yang memungkinkan untuk ditangani seorang diri (sangat ideal bagi anggota pasukan komando ato operator EmComm yang harus bisa beroperasi secara mandiri).
Merujuk pada 8 points di atas, para prak- tisi dan pengguna NVIS bersetuju bahwa gabungan antara Elevation angle 45-90 derajad, Power 20-50 watt dan Frekuensi antara 2-8 MHz adalah merupakan kom- binasi ideal bagi keberhasilan komuni-kasi NVIS.
Untuk ukuran Indonesia, pancaran NVIS memungkinkan dipakénya perangkat HF saja (= penghematan dari segi lojistik) untuk komunikasi dengan cakupan lokal (se Kabupaten) ato regional (se Propinsi). Kalo’ toh sikon memerlukan jangkauan pancaran yang lebih jauh (misalnya dalam kondisi darurat ato bencana yang mengharuskan dikirimkannya laporan ke Pusat) maka posisi feedpoint Dipole yang disebut di atas tinggal dikèrèk aja, kem- bali ke ketinggian ≥ 1/4λ tadi.
Sejarah dan perkembangan NVIS
Selama perang Vietnam US Army (Angkatan Darat AS) melakukan serang- kaian studi untuk meningkatkan kean- dalan sistim komunikasi HF mereka, yang dilakukan baik di lapangan maupun di dan dari beberapa base/pangkalan mereka di daerah aman di wilayah Thailand.
Mereka menemukan bahwa komunikasi yang lebih reliable (handal) dapat terjalin antara base-station dengan stasiun mo- bile (apakah itu jip, panser, tank dsb) kalo’ whip antenna pada kendaraan itu ditekuk sampai hampir sejajar dengan permukaan tanah.
Dengan cara itu pancaran dari mobile stations tersebut memang diterima lebih lemah, tapi komunikasi antar-setasiun justru bisa terjalin lebih konsisten, han- dal dan nyaris tanpa fading (QSB); dan ini diyakini bisa terjadi karena antena pecut yang ditekuk demikian akan menghasilkan pancaran dengan sudut
elevasi yang cukup tinggi (antara 45-90 derajad)
Hasil studi tersebut di awal 80an dipu- blikasikan di majalah internal mereka “Army Communicator” oleh LetKol David Fiedler, yang menyebutkan juga bahwa NVIS sudah digunakan oleh pasukan Nazi Jerman pada PD-II, dan juga oleh pasukan Blok Timur di berbagai daerah konflik, baik di dalam maupun di luar negeri pada era Perang Dingin.
[menurut beberapa sumber, di era konfrontasi (dengan Malaysia, ta- hun 60an) tehnik NVIS sudah di- pake oleh pasukan KKo/Marinir ALRI yang disusupkan ke wilayah Kalimantan Utara de-ngan perala- tan komunikasi yang memang— waktu itu — dipasok oleh Rusia/Uni Soviet]
Di lingkungan amatir radio (di Amrik) sejak musim panas tahun 1990 Patricia Gibbons - WA6UBE (penggiat Backpack-ing dan EmComm) aktip melakukan pe-maparan tentang konsep NVIS tidak hanya di berbagai pertemuan Klub Radio di tingkat lokal, tetapi juga di depan pe- serta 2x Konvensi ARRL wilayah Pantai Barat. Pemaparan biasanya diikuti de- ngan life demo yang dia lakukan dari truk (bekas/dump) punya Signal Corps/Dinas PHB militer yang dipakainya sebagai mo- bile hamshack, sesuai dengan fungsi asli truk tersebut (Gambar 2).
Di tahun 1995, Ed Farmer AA6ZM menu- lis panjang lebar tentang NVIS ini dalam artikelnya di majalah QST edisi January 1995, yang lantas diikuti dengan boom penggunaan NVIS pada acara Field Day, di lingkungan ARES/RACES serta operasi EmComm pada umumnya.
NVIS dalam praktek
Antena paling sederhana yang dapat anda NVIS-kan adalah sebuah Dipole 1/2λ yang dibentang dengan feedpoint sekitar 2-4 mtr diatas permukaan tanah. Jika anda meragukan konduktifitas tanah di bawah bentangan Dipole tersebut, bentangka n seutas reflektor di bawahnya, dengan jarak (spasi) 0.15λ di antara kedua elemen. Reflektor dibuat dari kawat/kabel yang sama dengan yang digunakan untuk ‘ngebahan antena, dengan ukuran sepanjang 1/2λ + 5% (lihat Gambar 3).
Dari serangkaian eksperimen yang dila- kukannya, Pat Lambert, WØIPL menemu- kan bahwa ketinggian 0.05λ (+/- 4 mtr untuk band 80m, ato +/- 2 mtr untuk 40m) sudah cukup memadai untuk ber- NVIS. Pat juga mendapati bahwa menu- runkan ketinggian feedpoint Dipole 80m dari 10 mtr (1/8λ) ke 2.50 mtr dapat menurunkan back-ground noise level dari S7 ke S3 (!).
Kalo’ lahan “tidak mendukung” untuk membentang full size Dipole, salah satu cara untuk sekedar bisa berkomunikasi, adalah dengan membuat sebuah bracket khusus untuk memasang 2 buah antena mobil 1/4λ (di Amrik banyak dipaké merk HamStick, yang versi 80m-nya cuma +/- 2.5 mtr panjangnya) secara back-to- back/bertolak belakang dalam posisi horizontal, sehingga masing-masing Hamstick jadi berfungsi sebagai satu sayap dari sebuah Dipole. Dipole bonsai ini lantas diumpan dari tengah (pada titik sambung antara kedua pin inner conductor) seperti Dipole biasa, dengan menyelakan choke balun (versi seder- hananya dibuat dari 6-8x gulungan coax RG-58 dengan diameter 20-30 cm) pada titik sambung feedpoint dengan coax ke TX untuk mengantisipasi turunnya feedpoint impedance pada Dipole sependek itu.
Sekali lagi, Dipole bonsai macam gini hanya dianjurkan pada sikon yang bener- bener darurat, yang tidak memungkinkan untuk menaikkan antena jenis yang footprint-nya lebih gedéan. Dengan ukur- an yang cuma segitu, penulis meragukan tingkat efisiensi dan efektifitas-nya untuk bisa menjamin a consistent and reliable QSO!
Cara lain yang lebih well-proven adalah dengan menyontèk para operator militer yang menekuk (ato membuatkan bracket khusus) whip antenna di kendaraan anda sehingga bisa membentuk sudut sekitar 30-45 derajad (lihat Gambar 4).
Di edisi depan wedaran tentang NVIS ini kita teruskan dengan membahas beberapa rancangan antena yang memang dirancang untuk ber-NVIS, a.l. versi amatir dari AS25999/GR yang ter- pajang di Gambar 2.
CU then ....
[73]
No comments:
Post a Comment