Saturday, 10 December 2011

Ngobrol Ngalor Ngidul 0702

Ngobrol Ngalor Ngidul 0702

Pancaran NVIS (Near-Vertical Incident Sky- wave)

kalo’ ada pertanyaan sila kirim lewat Ja-Um: buletin@orari.net MILIST orari_news@yahoo.groups.com JaPri: unclebam@gmail.com

Sebutan NVIS — Near-Vertical Incident Skywave merujuk kepada pancaran (sinyal) radio di band HF, yang meng- gunakan antena dengan Take off Angle mendekati 900 (nyaris tegak lurus) serta pilihan frekuensi (MUF/maximum usable frequency) yang tepat untuk menjalin jaringan komunikasi jarak dekat yang mencakup radius 0-300 Km.

Dengan antena Dipole biasa dengan feedpoint  di  ketinggian  ≥  1/4λ (10/20 mtr  untuk band 40/80m), pada jam-jam tertentu (tergantung frekuensi yang dipakai) sering terjadi jarak segitu tidak bisa diliput dengan baik karena adanya skip zone: area yang terlalu jauh untuk rambatan   ground wave, tetapi   belum cukup jauh ato masih terlalu dekat untuk  menerima  pantulan  sky wave dari ionosfir.

Pada   dasarnya,  keberhasilan  komuni- kasi   NVIS   adalah   merupakan   hasil “kolaborasi” yang pas antara tiga faktor: Power, pilihan Frekuensi dan Hi-Take off (Elevation) angle.


Konsep ato pengertian High Take Off angle (pada Gambar 1 digambarkan dengan garis solid) dapat dianalogikan dengan apa yang terjadi kalo’ anda menyemprotkan (lewat selang) air ke langit-langit (plafond) kamar anda. Bertambah rendah sudut kemiringan semprotan, bertambah jauh pula jatuhnya air yang dipantulkan; se- dangkan  kalo’  anda  arahkan  selang hampir tegak lurus ke atas, bisa-bisa anda sendiri basah kuyub keguyur air yang dipantulkan langit-langit yang hampir tepat di atas kepala anda (ato dalam hal sinyal/RF pancarannya jadi memantul dan menyebar ‘nggak jauh- jauh amat dari sumbernya).

Dengan memakai Dipole seperti yang disebut  di  paragrap  awal,  pancaran dengan Hi Take Off angle bisa didapat jika ketinggian feedpoint diturunkan sampai sekitar 2-4 mtr saja dari per- mukaan tanah.

Dalam praktek, di samping untuk aplikasi di lingkungan militer, NVIS dipakai dalam menunjang sistim komunikasi darurat di saat bencana ato EmComm/emergency comunication -  karena  beberapa  karak- teristiknya yang memang sangat pas untuk aplikasi semacam itu:

1. Tidak ada skip zone (seperti pada pancaran sky wave)
2.  Dapat menekan derau dan gangguan statik/QRN, mengurangi fading/QSB serta interference/QRM, yang pada umumnya bersumber dari luar daerah cakupan (yang bisa ketangkap lewat antena dengan Low Take Off angle)
3.  Penekanan QRN + QRM berarti S/N (signal to noise) ratio yang lebih baik (yang   tinggi),   yang   memungkinkan dipakainya pemancar berdaya rendah (lo-power).
4. Pemakaian pemancar berdaya rendah (TIDAK berarti harus QRP) sangat menguntungkan dalam kondisi terba- tasnya sumber catu daya (yang umum terjadi pada operasi militer ato di lo-kasi  bencana).
5. S/N  ratio  yang  tinggi  sangat  ideal (kalo’ diperlukan) bagi dipakainya mode RTTY, PACTOR, PSK31 ato CW di samping mode voice/phone.
6. Kondisi  terrain  ato  topografi  lokasi yang  tidak  memungkinkan  pancaran di band VHF/UHF (misalnya di daerah lembah, ceruk ato jurang, lokasi yang dikelilingi  pepohonan  lebat  atau  hutan yang menghalangi LOS/line-of- sight path) TIDAK akan mempe- ngaruhi NVIS.
7. Tidak   memerlukan   dukungan   dari fihak ketiga (dalam bentuk repeater — baik yang di darat maupun yang berupa satelit di angkasa).
8. Karena tidak memerlukan ketinggian posisi feedpoint, instalasinya relatip lebih mudah, yang memungkinkan untuk ditangani seorang diri  (sangat ideal bagi anggota pasukan komando ato  operator  EmComm  yang  harus bisa beroperasi secara mandiri).

Merujuk pada 8 points di atas, para prak- tisi dan pengguna NVIS bersetuju bahwa gabungan antara  Elevation angle 45-90 derajad, Power 20-50 watt dan Frekuensi antara 2-8 MHz adalah merupakan kom- binasi  ideal  bagi  keberhasilan  komuni-kasi NVIS.


Untuk ukuran Indonesia, pancaran NVIS memungkinkan dipakénya perangkat HF saja (= penghematan dari segi lojistik) untuk komunikasi dengan cakupan lokal (se Kabupaten) ato regional (se Propinsi). Kalo’  toh  sikon  memerlukan  jangkauan pancaran   yang   lebih   jauh   (misalnya dalam kondisi darurat ato bencana yang mengharuskan dikirimkannya laporan ke Pusat) maka posisi feedpoint Dipole yang disebut di atas tinggal dikèrèk aja, kem- bali  ke ketinggian ≥ 1/4λ tadi.

Sejarah dan perkembangan NVIS 
Selama    perang    Vietnam    US    Army (Angkatan Darat AS) melakukan serang- kaian  studi  untuk  meningkatkan  kean- dalan   sistim   komunikasi   HF   mereka, yang dilakukan baik di lapangan maupun di  dan  dari  beberapa  base/pangkalan mereka di daerah aman di wilayah Thailand.

Mereka menemukan bahwa komunikasi yang lebih reliable (handal) dapat terjalin antara base-station dengan stasiun mo- bile  (apakah  itu  jip,  panser,  tank  dsb) kalo’ whip antenna pada kendaraan itu ditekuk sampai hampir sejajar dengan permukaan tanah.
                                                                         
Dengan cara itu pancaran dari mobile stations tersebut memang diterima lebih lemah, tapi komunikasi antar-setasiun justru bisa terjalin lebih konsisten, han- dal dan nyaris tanpa   fading (QSB); dan ini diyakini bisa terjadi karena   antena pecut yang ditekuk demikian akan menghasilkan  pancaran  dengan  sudut
elevasi yang cukup tinggi (antara 45-90 derajad)

Hasil studi tersebut di awal 80an dipu- blikasikan di majalah internal mereka “Army Communicator” oleh LetKol David Fiedler,  yang  menyebutkan  juga bahwa NVIS  sudah  digunakan  oleh  pasukan Nazi Jerman   pada PD-II, dan juga oleh pasukan Blok Timur di berbagai daerah konflik, baik di dalam maupun di luar negeri pada era Perang Dingin. 

[menurut beberapa sumber, di era konfrontasi (dengan Malaysia, ta- hun 60an) tehnik NVIS sudah di- pake   oleh   pasukan   KKo/Marinir ALRI yang disusupkan ke wilayah Kalimantan Utara de-ngan perala- tan komunikasi yang memang— waktu itu — dipasok oleh Rusia/Uni Soviet]

Di lingkungan amatir radio (di Amrik) sejak musim panas tahun 1990 Patricia Gibbons - WA6UBE (penggiat Backpack-ing dan EmComm) aktip melakukan pe-maparan   tentang   konsep   NVIS   tidak hanya di berbagai pertemuan Klub Radio di tingkat lokal, tetapi juga di depan pe- serta 2x Konvensi ARRL wilayah Pantai Barat. Pemaparan biasanya diikuti de- ngan life demo yang dia lakukan dari truk (bekas/dump) punya Signal Corps/Dinas PHB militer yang dipakainya sebagai mo- bile hamshack, sesuai dengan fungsi asli truk tersebut  (Gambar 2).

Di tahun 1995, Ed Farmer AA6ZM menu- lis panjang lebar tentang NVIS ini dalam artikelnya di majalah QST edisi January 1995, yang lantas diikuti dengan boom penggunaan NVIS pada acara Field Day, di lingkungan ARES/RACES serta operasi EmComm pada umumnya.

NVIS dalam praktek
Antena   paling   sederhana   yang   dapat anda  NVIS-kan  adalah  sebuah  Dipole 1/2λ yang  dibentang  dengan  feedpoint sekitar 2-4 mtr diatas permukaan tanah. Jika anda meragukan konduktifitas tanah di bawah bentangan Dipole tersebut, bentangka n     seutas     reflektor     di bawahnya, dengan jarak (spasi) 0.15λ di antara kedua elemen. Reflektor dibuat dari   kawat/kabel   yang   sama   dengan yang digunakan untuk ‘ngebahan antena, dengan  ukuran  sepanjang  1/2λ + 5% (lihat Gambar 3).


Dari serangkaian eksperimen yang dila- kukannya, Pat Lambert, WØIPL menemu- kan  bahwa  ketinggian  0.05λ (+/- 4 mtr untuk  band  80m,  ato  +/-  2  mtr  untuk 40m) sudah cukup memadai untuk ber- NVIS. Pat juga mendapati bahwa menu- runkan ketinggian feedpoint Dipole 80m dari  10  mtr  (1/8λ) ke  2.50  mtr  dapat menurunkan   back-ground   noise   level dari S7 ke S3 (!).

Kalo’ lahan “tidak mendukung” untuk membentang full size Dipole, salah satu cara  untuk sekedar bisa berkomunikasi, adalah dengan membuat sebuah bracket khusus untuk memasang 2 buah antena  mobil 1/4λ (di Amrik banyak dipaké merk HamStick, yang versi 80m-nya  cuma +/-   2.5 mtr panjangnya) secara back-to- back/bertolak belakang dalam posisi horizontal, sehingga masing-masing Hamstick jadi berfungsi sebagai satu sayap dari sebuah Dipole. Dipole bonsai ini lantas diumpan dari tengah (pada titik sambung antara kedua pin inner conductor) seperti Dipole biasa, dengan menyelakan choke balun (versi seder- hananya dibuat dari 6-8x gulungan coax RG-58 dengan diameter 20-30 cm) pada titik sambung feedpoint dengan coax ke TX untuk mengantisipasi turunnya feedpoint impedance pada Dipole sependek itu.

Sekali lagi, Dipole bonsai macam gini hanya dianjurkan pada sikon yang bener- bener darurat, yang tidak memungkinkan untuk menaikkan   antena jenis yang footprint-nya lebih gedéan. Dengan ukur- an yang cuma segitu, penulis meragukan tingkat efisiensi dan efektifitas-nya untuk bisa menjamin a consistent and reliable QSO!

Cara lain yang lebih well-proven adalah dengan menyontèk para operator militer yang menekuk (ato membuatkan bracket khusus)   whip   antenna   di   kendaraan anda sehingga bisa membentuk sudut sekitar 30-45 derajad (lihat Gambar 4).


Di edisi depan wedaran tentang NVIS ini kita teruskan dengan membahas beberapa rancangan antena yang memang  dirancang untuk ber-NVIS,  a.l. versi amatir dari AS25999/GR yang ter- pajang di Gambar 2. 

CU then ....
[73]

No comments:

Post a Comment