Showing posts with label nvis. Show all posts
Showing posts with label nvis. Show all posts

Saturday, 10 December 2011

Ngobrol Ngalor Ngidul 0704

Ngobrol Ngalor Ngidul 0704

Pancaran NVIS (Near-Vertical Incident Sky wave),  bagian III


kalo’ ada pertanyaan sila kirim lewat Ja-Um: buletin@orari.net MILIST orari_news@yahoo.groups.com
JaPri: unclebam@gmail.com

Sekedar mengingatkan kembali, antena militer  AS2599/GR dirancang  sebagai antena portable yang bisa ditenteng- tenteng operatornya untuk bekerja (de- ngan ATU) pada  rentang Frekuensi 2-30 MHz, dan dengan rentang frekuensi tersebut sebenarnya tidak di optimize untuk aplikasi NVIS di lingkungan amatir, apalagi di YB-land yang lebih mengandal-kan band 80 dan 40m untuk jaringan  komunikasi  lokal  dan  regional  di  saat- saat darurat ato bencana.

Juga keharusan menggunakan ATU ten- tunya akan mengurangi fleksibilitas ke-seluruhan konfigurasi,     walaupun sekarang ini sepertinya ATU (baik yang internal/built in maupun  yang  merupa- kan independent unit) sudah merupakan “kelengkapan wajib” di tiap stasiun, baik yang di base, portable maupun mobile.

Untuk menyesuaikan modifikasian AR2599/GR versi Jelinek N6NVG (yang diwedar di edisi kemarin) dengan sikon lokal, penulis mencoba mengadopsi rancangan antena dualband 80-40m untuk dikombinasikan  dengan  cara  perakitan (dan instalasi) versi N6NVG tersebut.

Versi gado-gado ini menggunakan 40m sebagai band utama untuk bekerja baik di siang maupun malam hari, dan 80m sebagai band cadangan di saat propaga- si kurang mendukung untuk terus beker- ja di 40m.

Sebagai “bahan racikan” penulis ambil antena dualband 80-40m yang diperke- nalkan OM Alrijanto YBØFH (yang pernah naik tayang di   BeON   beberapa   tahun silam) yang secara skematik bisa di- amati di Gambar 2.


Antena dualband 80-40m ini aslinya adalah sebuah Dipole untuk band 40m yang diberi loading coil (yang berfungsi sebagai trap) untuk membuatnya seka-ligus bekerja di 80m. Karenanya, proses perakitan antena (untuk ber)NVIS ini diawali dengan menyiapkan 2 (dua) set 40m Dipole, taruhlah yang ditala di frek- wensi tengah band tersebut (7.050, ato bikin  aja  untuk  resonan  di  frekwensi Nusantara Net yang di 7.055 MHz itu). 

Kembali merujuk ke Gambar 1, set per- tama    nantinya    difungsikan    sebagai “short   wire”,    sedangkan    set    ke-2 sesudah  ditambahkan  loading  coil  dan PigTail-nya serta ditala di 80m (tarohlah dibuat resonan di 3.860 MHz) nantinya difungsikan sebagai sebagai “long wire”- nya.

Proses perakitan dan instalasi dilakukan persis sama ato mengikuti proses pada
pembuatan versi Jelinek N6NVG yang diwedar di BeON 0703 yang lalu, yang bisa disarikan sebagai berikut:

1. Instalasi   dibuat   seperti   instalasi   2 buah Inverted Vee yang dibentang saling menyilang ke 4 arah, sehingga bentangan elemen antenna/radiator dapat sekaligus berfungsi sebagai guy wires bagi mast/tiang utama (yang di tengah).
2. Mast  dibuat  dari  bahan  non  metal/ non-conductive (pipa PVC/fiberglass, dia. 1.5”) setinggi +/- 5 mtr.
3. Ujung-ujung radiators ditarik (ke luar) ke 4 arah dan diikatkan ke tiang pan- cang.  Usahakan  ujung  radiators berada pada titik +/- 2 mtr DPT/dari permukaan tanah. Gunakan snaar pancing nylon sebagai perentang antara isolator di ujung radiators de- ngan ikatan di tiang pancang.
4. SEYOGYANYA  kedua   set  Dipole  di- bawa ke lapangan (untuk dirakit dan di install)  dalam keadaan SUDAH ter- tala  (tuned to resonant).  Dalam  kon- disi seperti ini pemakaian ATU sudah tidak terlalu diperlukan.
5. Dengan  konfigurasi  seperti  di  atas, bandwith di 80m akan terlalu sempit (+/- 50 KHz) untuk dioperasikan tan- pa ATU. Untuk “sedikit” memperlebar bandwidth ini gantilah Pigtail dengan kabel dwi-konduktor (misalnya kabel speaker Monster). Dalam keadaan Pigtail sudah tersambung dengan radiator 40m + loading coil, tala an- tena untuk resonan di sekitar 3.600 MHz (kalo’ juga diniatkan bekerja de- ngan mode CW) ato 3.700 MHz (voice only). Proses berikutnya adalah me- motong ’dikit-demi-’dikit salah satu konduktor sehingga didapatkan resonansi di sekitar 3.850 MHz ...
6. Nah, TANPA  mengharapkan  sering- sering terjadi bencana yang mengha- ruskan anda ber NVIS, tidak ada salah- nya untuk membuka payung sebelum hujan dengan segera menyiapkan NVIS antenna anda …..

Selamat bereksperimen ES GL …. [73]

Ngobrol Ngalor Ngidul 0703

Ngobrol Ngalor Ngidul 0703

Pancaran NVIS (Near-Vertical Incident Sky wave), bagian II

kalo’ ada pertanyaan sila kirim lewat Ja-Um: buletin@orari.net MILIST orari_news@yahoo.groups.com
JaPri: unclebam@gmail.com


Di  bagian akhir edisi yang  lalu penulis menjanjikan untuk mengulas tentang antena  militer  AS2599/GR, yang didisain sebagai pengganti antena Whip/ pecut pada Radio Gendong Militer PRC- 47 pada saat diperlukan area cakupan yang tidak bisa dijangkau dengan Whip antenna, misalnya pada saat harus me- mancar dengan NVIS.

Rancangan ini berupa dua buah Inverted Vee yang direntang saling menyilang dari SATU tiang (setinggi +/- 5 mtr), dengan memanfaatkan kaki-kaki elemen antena sebagai guy wires bagi tiang tersebut. 

Inverted  Vee  pertama  dipotong  untuk bekerja di F1 (band bawah, dus elemen yang panjang), sedangkan yang ke dua dipotong untuk F2 (band atas, elemen lebih  pendek),  yang  secara  skematik terlihat seperti pada Gambar 1.

Foto AS2599/GR bisa dilihat di halaman 5 BeON # 0702, dan sketsanya dapat dilihat sebagai Gambar 2 di halaman ini. AS2599/GR dibuat sesuai standard Mil- specs  (laik  dipakai  di  lingkungan  dan untuk aplikasi militer) dengan spesifikasi sbb.:
• Rentang Frekuensi: 2—30 MHz
• Polarisasi: Horizontal + Vertikal
• Power Handling: 1 KWatts
• Pola radiasi: Omnidirectional
Untuk ber-NVIS di lingkungan amatir, di tahun 1998 Dr. Carl O. Jelinek N6NVG memperkenalkan rancangan yang dia- dopsinya dari AS2599/GR itu, yang bisa dibikin dengan mempergunakan bahan- bahan yang sehari-hari mudah di dapat di lingkungan “orang sipil” - yang kita highlight di edisi ini.


N6NVG NVIS Antenna
Bahan yang diperlukan (daftar disesuai- kan dengan apa yang bisa didapat di sini):
2 btng     Pipa PVC dia. 1.5”
1 bh        Bloksok  dia.  1.5”  untuk  me- nyambung pipa di butir 1
1 bh        PVC Cap/dop 1,5”.
1 bh        Coaxial    connector    SO-239, lengkap dengan 4 set sekrup/ baut untuk memasangnya
40 mtr     Kabel bersalut, dia. 1.2-2 mm.
4 bh        isolator  untuk  ujung  masing- masing elemen
2 bh     sepatu    kabel    (cable  shoe/ kabel schoen)  model  ring,  un- tuk menjepitkan elemen  (yang                       grounded) ke “body” SO-239
Kabel coax RG-58, panjang secukupnya untuk   bisa   mencapai   “meja operator” 
Snaar pancing nylon secukupnya untuk merentang elemen 


Gambar 3 - TOP view dari PVC cap di ujung Tiang (Lihat text, Drawing NOT to scale)

Pembuatan, Pemasangan & Penalaan
• Buat  lubang  dia.  0.5”  pada  PVC  Cap untuk dudukan SO-239 dan sekrup/ bautnya (Gambar 3)
• Pasang  SO-239  dengan  menyekrup- kannya di  lubang pada PVC Cap.
• Potong kabel elemen sesuai ukuran di gambar 3: sisi pendek 2x7.62 mtr, sisi 7.62 mtr panjang 2x 11.58 mtr
• Pasangkan sepatu kabel pada elemen (bertanda GND pada Gambar 3) yang nantinya dikonèk ke salah satu pojok SO-239, pasangkan pula isolator pada ujung luar keempat elemen
• Panjang standard   pipa PVC = 4 mtr, jadi potong 2.5 mtr dari masing-masing pipa, kemudian sambung dengan blok- sok untuk mendapatkan ketinggian tiang +/- 5 mtr (atau lakukan penyam- bungan ini di”lapangan”)
• Pasangkan cap di ujung tiang, kemu- dian naikkan tiang dengan mengguna- kan  masing-masing  elemen  sebagai guy wires yang dibentang ke empat arah.
• Antena  sudah  siap  untuk  dipakai  — TENTUNYA dengan menggunakan ATU/ Antenna Tuning Unit  — karena dengan ukuran  elemen  (yang  masing-masing 2 x 7.62 dan 2 x 11.58 mtr) seperti itu antena ini tidak akan resonant di fre- kuensi manapun, apalagi di band amatir (!)


BTW, dengan footprint yang nyaris men- capai 26 x 26 m2 antenna ini rasanya “agak kegedéan” kalo’ cuma untuk di- paké berNVIS di 80 dan 40m. Di edisi depan kita coba sedikit men”jinak”kan ukuran-ukuran tersebut, TANPA harus mengkorbankan efisiensinya ….
[73]

Ngobrol Ngalor Ngidul 0702

Ngobrol Ngalor Ngidul 0702

Pancaran NVIS (Near-Vertical Incident Sky- wave)

kalo’ ada pertanyaan sila kirim lewat Ja-Um: buletin@orari.net MILIST orari_news@yahoo.groups.com JaPri: unclebam@gmail.com

Sebutan NVIS — Near-Vertical Incident Skywave merujuk kepada pancaran (sinyal) radio di band HF, yang meng- gunakan antena dengan Take off Angle mendekati 900 (nyaris tegak lurus) serta pilihan frekuensi (MUF/maximum usable frequency) yang tepat untuk menjalin jaringan komunikasi jarak dekat yang mencakup radius 0-300 Km.

Dengan antena Dipole biasa dengan feedpoint  di  ketinggian  ≥  1/4λ (10/20 mtr  untuk band 40/80m), pada jam-jam tertentu (tergantung frekuensi yang dipakai) sering terjadi jarak segitu tidak bisa diliput dengan baik karena adanya skip zone: area yang terlalu jauh untuk rambatan   ground wave, tetapi   belum cukup jauh ato masih terlalu dekat untuk  menerima  pantulan  sky wave dari ionosfir.

Pada   dasarnya,  keberhasilan  komuni- kasi   NVIS   adalah   merupakan   hasil “kolaborasi” yang pas antara tiga faktor: Power, pilihan Frekuensi dan Hi-Take off (Elevation) angle.


Konsep ato pengertian High Take Off angle (pada Gambar 1 digambarkan dengan garis solid) dapat dianalogikan dengan apa yang terjadi kalo’ anda menyemprotkan (lewat selang) air ke langit-langit (plafond) kamar anda. Bertambah rendah sudut kemiringan semprotan, bertambah jauh pula jatuhnya air yang dipantulkan; se- dangkan  kalo’  anda  arahkan  selang hampir tegak lurus ke atas, bisa-bisa anda sendiri basah kuyub keguyur air yang dipantulkan langit-langit yang hampir tepat di atas kepala anda (ato dalam hal sinyal/RF pancarannya jadi memantul dan menyebar ‘nggak jauh- jauh amat dari sumbernya).

Dengan memakai Dipole seperti yang disebut  di  paragrap  awal,  pancaran dengan Hi Take Off angle bisa didapat jika ketinggian feedpoint diturunkan sampai sekitar 2-4 mtr saja dari per- mukaan tanah.

Dalam praktek, di samping untuk aplikasi di lingkungan militer, NVIS dipakai dalam menunjang sistim komunikasi darurat di saat bencana ato EmComm/emergency comunication -  karena  beberapa  karak- teristiknya yang memang sangat pas untuk aplikasi semacam itu:

1. Tidak ada skip zone (seperti pada pancaran sky wave)
2.  Dapat menekan derau dan gangguan statik/QRN, mengurangi fading/QSB serta interference/QRM, yang pada umumnya bersumber dari luar daerah cakupan (yang bisa ketangkap lewat antena dengan Low Take Off angle)
3.  Penekanan QRN + QRM berarti S/N (signal to noise) ratio yang lebih baik (yang   tinggi),   yang   memungkinkan dipakainya pemancar berdaya rendah (lo-power).
4. Pemakaian pemancar berdaya rendah (TIDAK berarti harus QRP) sangat menguntungkan dalam kondisi terba- tasnya sumber catu daya (yang umum terjadi pada operasi militer ato di lo-kasi  bencana).
5. S/N  ratio  yang  tinggi  sangat  ideal (kalo’ diperlukan) bagi dipakainya mode RTTY, PACTOR, PSK31 ato CW di samping mode voice/phone.
6. Kondisi  terrain  ato  topografi  lokasi yang  tidak  memungkinkan  pancaran di band VHF/UHF (misalnya di daerah lembah, ceruk ato jurang, lokasi yang dikelilingi  pepohonan  lebat  atau  hutan yang menghalangi LOS/line-of- sight path) TIDAK akan mempe- ngaruhi NVIS.
7. Tidak   memerlukan   dukungan   dari fihak ketiga (dalam bentuk repeater — baik yang di darat maupun yang berupa satelit di angkasa).
8. Karena tidak memerlukan ketinggian posisi feedpoint, instalasinya relatip lebih mudah, yang memungkinkan untuk ditangani seorang diri  (sangat ideal bagi anggota pasukan komando ato  operator  EmComm  yang  harus bisa beroperasi secara mandiri).

Merujuk pada 8 points di atas, para prak- tisi dan pengguna NVIS bersetuju bahwa gabungan antara  Elevation angle 45-90 derajad, Power 20-50 watt dan Frekuensi antara 2-8 MHz adalah merupakan kom- binasi  ideal  bagi  keberhasilan  komuni-kasi NVIS.


Untuk ukuran Indonesia, pancaran NVIS memungkinkan dipakénya perangkat HF saja (= penghematan dari segi lojistik) untuk komunikasi dengan cakupan lokal (se Kabupaten) ato regional (se Propinsi). Kalo’  toh  sikon  memerlukan  jangkauan pancaran   yang   lebih   jauh   (misalnya dalam kondisi darurat ato bencana yang mengharuskan dikirimkannya laporan ke Pusat) maka posisi feedpoint Dipole yang disebut di atas tinggal dikèrèk aja, kem- bali  ke ketinggian ≥ 1/4λ tadi.

Sejarah dan perkembangan NVIS 
Selama    perang    Vietnam    US    Army (Angkatan Darat AS) melakukan serang- kaian  studi  untuk  meningkatkan  kean- dalan   sistim   komunikasi   HF   mereka, yang dilakukan baik di lapangan maupun di  dan  dari  beberapa  base/pangkalan mereka di daerah aman di wilayah Thailand.

Mereka menemukan bahwa komunikasi yang lebih reliable (handal) dapat terjalin antara base-station dengan stasiun mo- bile  (apakah  itu  jip,  panser,  tank  dsb) kalo’ whip antenna pada kendaraan itu ditekuk sampai hampir sejajar dengan permukaan tanah.
                                                                         
Dengan cara itu pancaran dari mobile stations tersebut memang diterima lebih lemah, tapi komunikasi antar-setasiun justru bisa terjalin lebih konsisten, han- dal dan nyaris tanpa   fading (QSB); dan ini diyakini bisa terjadi karena   antena pecut yang ditekuk demikian akan menghasilkan  pancaran  dengan  sudut
elevasi yang cukup tinggi (antara 45-90 derajad)

Hasil studi tersebut di awal 80an dipu- blikasikan di majalah internal mereka “Army Communicator” oleh LetKol David Fiedler,  yang  menyebutkan  juga bahwa NVIS  sudah  digunakan  oleh  pasukan Nazi Jerman   pada PD-II, dan juga oleh pasukan Blok Timur di berbagai daerah konflik, baik di dalam maupun di luar negeri pada era Perang Dingin. 

[menurut beberapa sumber, di era konfrontasi (dengan Malaysia, ta- hun 60an) tehnik NVIS sudah di- pake   oleh   pasukan   KKo/Marinir ALRI yang disusupkan ke wilayah Kalimantan Utara de-ngan perala- tan komunikasi yang memang— waktu itu — dipasok oleh Rusia/Uni Soviet]

Di lingkungan amatir radio (di Amrik) sejak musim panas tahun 1990 Patricia Gibbons - WA6UBE (penggiat Backpack-ing dan EmComm) aktip melakukan pe-maparan   tentang   konsep   NVIS   tidak hanya di berbagai pertemuan Klub Radio di tingkat lokal, tetapi juga di depan pe- serta 2x Konvensi ARRL wilayah Pantai Barat. Pemaparan biasanya diikuti de- ngan life demo yang dia lakukan dari truk (bekas/dump) punya Signal Corps/Dinas PHB militer yang dipakainya sebagai mo- bile hamshack, sesuai dengan fungsi asli truk tersebut  (Gambar 2).

Di tahun 1995, Ed Farmer AA6ZM menu- lis panjang lebar tentang NVIS ini dalam artikelnya di majalah QST edisi January 1995, yang lantas diikuti dengan boom penggunaan NVIS pada acara Field Day, di lingkungan ARES/RACES serta operasi EmComm pada umumnya.

NVIS dalam praktek
Antena   paling   sederhana   yang   dapat anda  NVIS-kan  adalah  sebuah  Dipole 1/2λ yang  dibentang  dengan  feedpoint sekitar 2-4 mtr diatas permukaan tanah. Jika anda meragukan konduktifitas tanah di bawah bentangan Dipole tersebut, bentangka n     seutas     reflektor     di bawahnya, dengan jarak (spasi) 0.15λ di antara kedua elemen. Reflektor dibuat dari   kawat/kabel   yang   sama   dengan yang digunakan untuk ‘ngebahan antena, dengan  ukuran  sepanjang  1/2λ + 5% (lihat Gambar 3).


Dari serangkaian eksperimen yang dila- kukannya, Pat Lambert, WØIPL menemu- kan  bahwa  ketinggian  0.05λ (+/- 4 mtr untuk  band  80m,  ato  +/-  2  mtr  untuk 40m) sudah cukup memadai untuk ber- NVIS. Pat juga mendapati bahwa menu- runkan ketinggian feedpoint Dipole 80m dari  10  mtr  (1/8λ) ke  2.50  mtr  dapat menurunkan   back-ground   noise   level dari S7 ke S3 (!).

Kalo’ lahan “tidak mendukung” untuk membentang full size Dipole, salah satu cara  untuk sekedar bisa berkomunikasi, adalah dengan membuat sebuah bracket khusus untuk memasang 2 buah antena  mobil 1/4λ (di Amrik banyak dipaké merk HamStick, yang versi 80m-nya  cuma +/-   2.5 mtr panjangnya) secara back-to- back/bertolak belakang dalam posisi horizontal, sehingga masing-masing Hamstick jadi berfungsi sebagai satu sayap dari sebuah Dipole. Dipole bonsai ini lantas diumpan dari tengah (pada titik sambung antara kedua pin inner conductor) seperti Dipole biasa, dengan menyelakan choke balun (versi seder- hananya dibuat dari 6-8x gulungan coax RG-58 dengan diameter 20-30 cm) pada titik sambung feedpoint dengan coax ke TX untuk mengantisipasi turunnya feedpoint impedance pada Dipole sependek itu.

Sekali lagi, Dipole bonsai macam gini hanya dianjurkan pada sikon yang bener- bener darurat, yang tidak memungkinkan untuk menaikkan   antena jenis yang footprint-nya lebih gedéan. Dengan ukur- an yang cuma segitu, penulis meragukan tingkat efisiensi dan efektifitas-nya untuk bisa menjamin a consistent and reliable QSO!

Cara lain yang lebih well-proven adalah dengan menyontèk para operator militer yang menekuk (ato membuatkan bracket khusus)   whip   antenna   di   kendaraan anda sehingga bisa membentuk sudut sekitar 30-45 derajad (lihat Gambar 4).


Di edisi depan wedaran tentang NVIS ini kita teruskan dengan membahas beberapa rancangan antena yang memang  dirancang untuk ber-NVIS,  a.l. versi amatir dari AS25999/GR yang ter- pajang di Gambar 2. 

CU then ....
[73]