Saturday, 3 December 2011

Ngobrol Ngalor Ngidul 0201

Ngobrol Ngalor Ngidul 0201


Sekadar mengingatkan kembali, di akhir edisi lalu penulis menjanjikan rancangan Multi- band Antenna yang ukuran- nya agak kecilan, ya supaya‘nggak bikin “‘ngepèr” para penghuni kapling BTN…

Sebelum ‘ngobrol perkara antena yang dimensinya kecilan tersebut, sekadar mengingatkan kembali (buat yang sudah pernah tahu): untuk menghemat lahan, antena doublet BOLEH dan BISA, artinya tidak harus dibentang bener-bener  ‘ngejeplak lurus ke kiri kanan! Di band HF, antena jenis ini cukup toleran, asal kita tahu aja batasan-batasan toleransinya.

Yang paling populer adalah dibentang model huruf V terbalik atawa Inverted Vee (lihat Gambar 1 di bawah). Model beginian syaratnya cuma satu: usahakan sudut di feed point TIDAK lebih kecil dari 1200 supaya tidak terjadi signal cancellation antarelemen di situ. Disamping menghemat lahan, cara ini juga menghemat TIANG, karena cukup 1 tiang saja di tengah kebon untuk nyantholin feedpoint, sedang ujung elemen cukup dicantholin lijstplank dan ke cabang jambu kluthuk di sisi lainnya. Usahakan ujung tadi tidak lebih rendah dari 3 meteran di atas tanah, ya supaya ‘nggak ada tetangga lewat yang keslomot selagi kita transmit (pada band-band tertentu it’s HOT with RF, man!).

Kalo’ mo lebih hemat tempat lagi, bentang aja seperti huruf U terbalik (inverted U), seperti gambar yang di tengah. Usahakan bagian horizontal yang tertinggal panjangnya tidak KURANG dari 2 x 1/8 (=
1/4) lambda dari frekuensi terrendah (ya kira-kira 20 meteran untuk band 80 M) Ujung juga tidak lebih rendah dari 3 meteran di atas tanah seperti pada Inverted Vee di  atas. Model beginian ya memang kembali perlu dua tiang, atau malah 3 kalo’ nggak mau bagian feedpointnya jadi kelewat ngelendong ke bawah keberatan feederline-nya!

Alternatif lain adalah membentangnya secara zigzag, yang kalo’ dilihat dari bawah bentuknya jadi seperti huruf Z yang kaku (serba siku). Syaratnya mirip dengan  inverted U, yaitu usahakan bagian yang paling dekat feedpoint terbentang minimal 2x 1/8wl. Yang beginian memang bisa mempertahankan elemen untuk tetap terbentang rata, tapi mesti modalin paling tidak 4 tiang yang sama tinggi!

Jadi, dengan segala kekurangan dan kelebihannya ya monggo kerso ‘lah, model mana yang paling pas buat lahan Anda.


MULTI-band Antenna dengan ukuran < 1/2 wl (pada frekuensi terrendah).

Seperti di edisi yang lalu, babakan ini kita awali saja dengan jenis antena yang memakai open wire sebagai feeder line.

Lew McCoy, W1ICP (SK) dalam berbagai tulisannya (yang kemudian dirangkum dalam bukun McCoy on Antennas terbitan CQ Communications, Inc.) membuat rumusan sederhana yang akhirnya menjadi dasar bagi “terjelmanya” McCoy Dipole: 1 – make the dipole as long as possible and as high as possible (bentang saja sepanjang mungkin dan setinggi mungkin), dan 2 – one should shoot for a length that is at least one-quarter wavelength on the lowest band (panjang minimal paling ‘nggak 1/4wl pada band/ frekuensi terrendah).

Dari rumusan ini serta dari artikel di buku ARRL Antenna Anthology (1978), saya pernah memakai Dipole 10 meteran (dengan elemen 2 x 10 meter), yang nyatanya cukup praktis dan efisien, baik sebagai antena standby di QTH mau pun untuk dibawa wira-wiri WKG PORTABLE. Angka-angka atau ukuran ini diambil “asal comot” (from the thin air) saja, ya karena angkanya pas dan supaya gampang diiingat, gitu aja… (di buku Antenna Anthology tersebut disebut ukuran 2 x 33’). Antena ini dibuat dari kabel speaker (kabel Monster kalo’ kantong lagi tebel, atawa kabel yang merah-item kalo’ lagi “kanker”)  10 meter yang lantas dibelah dua: yang merah dibentang ke kanan, yang item dibentang ke kiri (atau sebaliknya, who cares?). Untuk isolatornya (baik yang di tengah mau pun di kedua ujung, juga untuk bikin open wire feeder-nya) dipaké potongan pipa PVC (Pralon) atau potongan acrylic sheet yang dipulung dari sana-sini (embah Amang alm., pelukis dari Surabaya pernah menyebut aji-aji “luru-luru kiwo- tengen” untuk urusan “pulung-memulung” ini).

Contoh magic figures lain adalah 88’ (2 x 13,41 meter) yang di era komputer ini direkomendasikan LB. Cebik, W4RNL sesudah Oom Elbee (demikian dia membiasakan dirinya dipanggil) melakukan serangkaian 
eksperimen, analisa dan simulasi. Walau pun ia memujikan ukuran ini sebagai ukuran yang cukup efektif dan efisien untuk bekerja di 80-10 M, mesti diingat bahwa kebanyakan peneliti dari ‘brang-kulon sana menggunakan rujukan band 20 M. Ini sedikit berlainan dengan kebanyakan “aktivis HF anak negeri” yang “pejah-gesang” (hidup atawa mati) maunya upleg di 80 M saja (atau paling-paling ditambah 40 dan 15 M).

Kalo’ ‘ngikuti obrolan di berbagai milis Amrik sono, banyak yang mengclaim sukses berQRP-ria from coast-to-coast (kalo’ basa sininya barangkali ya dari Sabang sampai Merauke) dengan versi half-size (panjang total cuma 13 meteran) dari rancangan Oom Elbee ini, tentunya dengan cakupan band 40-10 M saja.

MULTI-band Antenna dengan ukuran yang mesti diukur dengan PAS (dan di- feed pake kabel coax).

Contoh di atas boleh dibilang serba random (acak) atau ‘nggak perlu mesti presisi banget, maka untuk dua contoh berikut ini. motong kabelnya ‘nggak boleh main-main, kudu bener-bener diukur, kalo’ nggak mau kinerjanya mencong ke mana-mana.

Yang pertama adalah yang paling beken di sepanjang dua dasawarsa terakhir ini, walau pun antena ini sudah mulai dieksperimen sejak tahun pasca PD II oleh Louis VARNEY, G5RV (SK) – dan karenanya juga dinamakan sesuai callsign penemunya: Antenna G5RV, dengan bentuk fisik seperti di Gambar 2.

Untuk edisi sekarang cukup diketahui bentuk fisik seperti gambar ini dulu, tapi yang perlu diingat adalah OM Varney memang mengembangkan antenanya dengan mengacu pada keinginan untuk punya antena yang bekerja optimal di band 20 M, sehingga ukuran di gambar dihitung dengan design frequency sekitar 14 Mhz. Buat rekan amatir yang masuk kategori “pejah gesang” di 80 (dan 40 M), penulis merekomendasikan antena Suburband Multibander rekaan Charles Lofgren, W6JJZ.


Walau pun bentuk fisiknya mirip sekali dengan antena G5RV (cuma ukurannya lebih kecil, makanya penulis anggap lebih cocok buat rekan-rekan di sini), antena ini sama sekali BUKAN modifikasi dari rancangan OM Varney. OM Lofgren mengambil band 40 M (7 MHz) sebagai design frequencynya, malah kebetulan yang dipakai sebagi rujukan pemikiran adalah frekuensi sekitar 7.040 MHz, yang merupakan QRP calling frequency di Whiskey-land sono. Karenanya, kalo’ ditala dengan pas antena ini bisa dipakai TANPA ATU (tuner) di 40 M (dan 20 M). Taruhlah sesudah ditala baik-baik bisa didapatkan SWR 1:1 di 7.055 MHz (frekuensi Nusantara Net), maka di CW segment 20M bisa didapat SWR dibawah 1.5:1, sehingga penulis pikir rancangan ini bakal cocok buat rekan-rekan Penegak (YB, YE) yang senang mamah gombal (rag-chewing) pagi-pagi atau sepulang ‘ngantor di 40 M, trus dilanjutin maleman ‘dikit check-in di SEA-Net, Family Hours dsb. TANPA harus ngothak-athik ATU.

Bagaimana Varney dan Lofgren bisa- bisanya sampé ‘nemukan ukuran-ukuran tersebut, rasanya pantas kita jadikan bahan obrolan buat edisi depan. OK? If so, ya sabar saja dulu dah, CUAGN next month!

No comments:

Post a Comment