Ngobrol Ngalor Ngidul
Saluran Transmisi
Ada pertanyaan? Sila kirim ke orari-news@yahoogroups.com atau konsultasi langsung ke
unclebam@indosat.net.id
unclebam@indosat.net.id
Sekadar mengingatkan kembali, di akhir edisi lalu, penulis janji di edisi ini mo’ ‘ngobrolin tentang Feeder Line (transmission line), yang dalam berbagai literatur lingkungan Jabatan Talikom lazim juga disebut dengan istilah Saltran (Saluran Transmisi); merupakan media untuk menyalurkan sinyal transmisi dari output TX ke antena. Untuk menghemat beberapa karakter, di sepanjang tulisan ini penulis mo’ pinjem-paké terminoloji Saltran
Kalo’ mau dirunut balik asal muasal kata tersebut, transmission line bisa diartikan sebagai penyalur transmisi, sedangkan feeder line berasal dari kata to feed = memberi makan, lantaran fungsinya sebagai pengumpan (menyalurkan umpan atau makanan berupa sinyal TX).
Saltran dibedakan dalam 2 (dua) jenis kelompok dasar, yaitu jenis Balance dan Unbalance. Secara fisik bisa dilihat dalam bentuk:
A. Parallel Feeder, berupa dua konduktor dari jenis yang sama, dipasang berjajar dan diusahakan selalu dalam kondisi imbang satu sama lain. Dalam pembuatannya, supaya tidak terjadi hubungan pendek (shorted atau kortsluit), antara kedua konduktor disalut dengan dielectric material yang bersifat non- conductive. Ada yang membiarkan celah dengan udara kosong (air dielectric) di antara kedua konduktor.
Distribusi tegangan dan arus merata pada feeder macam ini dan dapat dipertahankan secara imbang di sepanjang konduktor. Karenanya feeder jenis ini disebut sebagai balance(d) feeder. Termasuk dalam kelompok ini adalah open wire dan feeder TV
B. Coaxial Feeder, terdiri dari dua konduktor dari jenis yang tidak sama: satu konduktor dari kawat tunggal (solid) atau serabut (stranded) sebagai konduktor dalam dan lainnya berbentuk selongsong dari kawat anyaman (braid) sebagai konduktor luar. Dalam pembuatannya —dengan dibatasi penyekat secara “coaxial”— (co=sama, axial=as) konduktor dalam diselongsongi konduktor luar, sedang paling luar selongsong tadi dibungkus dengan salut plastik (vynil atau PE). Dilihat dari satu ujungnya, penampangnya terlihat seperti beberapa materi silindris — satu mengelilingi yang lain—
pada titik as yang sama (lihat Gambar 1).
pada titik as yang sama (lihat Gambar 1).
Dielektrik kedua konduktor bisa berbentuk pejal, foam atau udara. Jenis air dielectric tidak lazim dipakai di rentang frekuensi HF. Dari bahan dan pembuatan kedua konduktor (inner dan outer) yang saling berbeda, bisa ditebak bahwa kabel coaxial adalah feeder line dari jenis unbalance.
Sebagai penyalur transmisi, sinyal disalurkan lewat kulit luar dari inner conductor dan sisi dalam selongsong atau outer braidnya. Sebenarnya ada satu jenis Saltran lagi yaitu Wave Guide, konduktor tubing (tabung atau pipa) yang dilewati sinyal bukan pada permukaan (seperti pada konduktor Saltran sebelumnya) — konduktor di sini lebih berfungsi sebagai terowongan yang melewati enerji di dalamnya, sepanjang perjalanan terkurung di dalam dan dipantulkan sepanjang dinding dalam tubing.
Saltran yang ini dipakai di rentang frekuensi UHF/microwave, tidak umum dipakai di band HF atau pun VHF. Di samping karena mahal, handlingnya susah (diameternya paling ‘nggak 7-10 cm, kaku, berat, sambungannya memerlukan konektor khusus, juga karena spesifikasi terlalu tinggi dan berlebihan kalo’ mo dipaksakan dipaké di band-band bawah.
A.1. Open wire (ladder line atawa tangga monyet). Doeloe-doeloenya, orang hanya mengenal antena
seutas kawat (single wire) yang langsung dicolokin di output rangkaian akhir (tank-coil) pemancar.
Waktu disadari bahwa sebaiknya antena dipasang di ketinggian yang jauh dari tanah (ingat ‘kan, half-wave dipole baru kelihatan directivitynya kalo’ direntang di ketinggian ±½λ dari tanah?), “penyalur transmisi” untuk menghubungkan terminal output TX dengan feed point dari antena yang pertama dikenal adalah open wire, berupa sepasang konduktor dari kawat/kabel dari bahan dan ukuran yang sama, dipasang berjajar dengan menempatkan dielectric material di antara kedua konduktor tersebut. Sebelum ada open wire bikinan pabrik, para pendahoeloe (yang kemudian diteruskan homebrewers sampai saat ini) membuatnya dengan memasang spacers (pemisah) dari bambu, kayu, rotan, bakelite atau pertinax dengan interval tertentu di antara dan sepanjang kedua konduktor. Di era plastik ini lazimnya dibuat dari bahan PE/ polyethylene, polystyrene, acrylic/ plexiglass, teflon, fibre glass rod, PVC atau lainnya.
Karena dibuat pakai spacer antar kedua konduktor, bentuknya kaya’ tangga. Dari sinilah sebutan Ladder Line bermula (ladder=tangga). Bentuk yang kaya’ tangga jugalah (apalagi spacernya sampé 30-40 cm) orang Kulonprogo, Bantul, Sleman dan sekitarnya menyebutnya Ondo Munyuk atawa Tangga Monyet (lihat Gambar 2)
Sebagai penyalur transmisi, sinyal disalurkan lewat kulit luar dari inner conductor dan sisi dalam selongsong atau outer braidnya. Sebenarnya ada satu jenis Saltran lagi yaitu Wave Guide, konduktor tubing (tabung atau pipa) yang dilewati sinyal bukan pada permukaan (seperti pada konduktor Saltran sebelumnya) — konduktor di sini lebih berfungsi sebagai terowongan yang melewati enerji di dalamnya, sepanjang perjalanan terkurung di dalam dan dipantulkan sepanjang dinding dalam tubing.
Saltran yang ini dipakai di rentang frekuensi UHF/microwave, tidak umum dipakai di band HF atau pun VHF. Di samping karena mahal, handlingnya susah (diameternya paling ‘nggak 7-10 cm, kaku, berat, sambungannya memerlukan konektor khusus, juga karena spesifikasi terlalu tinggi dan berlebihan kalo’ mo dipaksakan dipaké di band-band bawah.
A.1. Open wire (ladder line atawa tangga monyet). Doeloe-doeloenya, orang hanya mengenal antena
seutas kawat (single wire) yang langsung dicolokin di output rangkaian akhir (tank-coil) pemancar.
Waktu disadari bahwa sebaiknya antena dipasang di ketinggian yang jauh dari tanah (ingat ‘kan, half-wave dipole baru kelihatan directivitynya kalo’ direntang di ketinggian ±½λ dari tanah?), “penyalur transmisi” untuk menghubungkan terminal output TX dengan feed point dari antena yang pertama dikenal adalah open wire, berupa sepasang konduktor dari kawat/kabel dari bahan dan ukuran yang sama, dipasang berjajar dengan menempatkan dielectric material di antara kedua konduktor tersebut. Sebelum ada open wire bikinan pabrik, para pendahoeloe (yang kemudian diteruskan homebrewers sampai saat ini) membuatnya dengan memasang spacers (pemisah) dari bambu, kayu, rotan, bakelite atau pertinax dengan interval tertentu di antara dan sepanjang kedua konduktor. Di era plastik ini lazimnya dibuat dari bahan PE/ polyethylene, polystyrene, acrylic/ plexiglass, teflon, fibre glass rod, PVC atau lainnya.
Karena dibuat pakai spacer antar kedua konduktor, bentuknya kaya’ tangga. Dari sinilah sebutan Ladder Line bermula (ladder=tangga). Bentuk yang kaya’ tangga jugalah (apalagi spacernya sampé 30-40 cm) orang Kulonprogo, Bantul, Sleman dan sekitarnya menyebutnya Ondo Munyuk atawa Tangga Monyet (lihat Gambar 2)
Pada spacer rumahan, kalau spasinya sedang-sedang (< 10 cm) selain bisa memakai belahan bambu, kayu atau rotan bisa juga dipakai potongan pipa PVC, tapi mesti dicari merk yang memang sudahdikenal baik kualitasnya seperti Pralon, Wavin, Banlon agar tidak mudah patah, melengkung, melintir atau jadi getas ditimpa perubahan cuaca.
Kalo’ adanya cuma bambu, kayu, atau rotan, sebaiknya diolah dulu dengan mencelupkannya ke larutan parafine, malam batik mendidih, politur/varnish atau cat kayu outdoor (bahan dasarnya polyurethane, melamic atau acrylic). Ini semua akan membuatnya lebih tahan cuaca (saat hujan ‘nggak ‘ngisep air karena pori-porinya tertutup, saat panas bisa menahan terpaan panas dan sinar UV yang membuatnya cepat jadi getas). [QRX]
No comments:
Post a Comment