Sunday, 4 December 2011

Ngobrol Ngalor Ngidul 0212

Ngobrol Ngalor Ngidul 0212

Sekadar mengingatkan kembali, di akhir edisi lalu penulis janji mo’ maparin yang  dimaksud dengan Gain, dB, dBd, gimana cara ‘ngitungnya, dan lain-lain. ‘Ngomong- in kinerja antena, apalagi membanding- kannya dengan antena lain TANPA tahu tentang terminologi Gain dan per-dB-an ini kaya’nya SAB (sama aja bo’ong), kan? Di beberapa edisi belakangan, penulis banyak memakai istilah dan bilangan GAIN, dB, dBd serta beberapa tabulasi dengan rincian bagaimana angka-angka tersebut ditemukan. Buat orang awam, masalah ini konon agak rumit dan ‘njlimet adanya, di edisi ini penulis mo’ coba melakukan pendekatan sederhana untuk bisa memahami pengertian dan perhitungan yang menyangkut istilah- istilah tersebut, dengan merujuk pada pendekatan yang dilakukan para empu per-antena-an macam Bill Orr, W6SAI (SK) dan Lew Mc Coy, W1ICP (SK) di berbagai tulisan mereka.

GAIN - seperti yang dipahami dalam kehidupan dan praktek sehari-hari di dunia per-antenaan - adalah perolehan kelebihan/keuntungan/nilai plus (seba- gai lawan kata istilah LOSS = kekurangan/kerugian/nilai minus) yang didapat dari pemakaian sebuah antena, dengan membandingkannya dengan antena lain yang digunakan sebagai rujukan atau reference. Kata kuncinya ada di kata membandingkannya tersebut. Gain diukur dengan satuan ukur DECIBEL (dB), yang merupakan power ratio atau perbandingan kekuatan antara
dua sumber kekuatan (sebut saja P1 dan P2), yang dihitung dengan rumus

dB = 10 log (P1 : P2)

Dari perbandingan kekuatan (antara P1 dan P2, atau d.h.i. antara Antena 1 dan Antena 2) tersebut bisa dihitung ratio penguatan (misalnya P2 berapa kali lebihkuat dari P1 atau sebalik-nya), yang secara sederhana (untuk aplikasi sehari-hari) bisa dilihat padatabel dibawah ini:

Cara pembacaan:
1/ Gain 3 dB berarti ratio penguatan 2x,10 dB = 10x, 15 dB = 31.6x dst.
2/ Perhatikan korelasi antara angka- angka di row/baris yang sama, misalnya :
0 dB =1x ; 10 dB = 10x ; 20 dB = 100 (102)x ; 30 dB = 1000 (103)x dst.
2 dB = 1.5x ; 12 dB = 15.8x ; 22 dB =158x ; dst. (di kolom berikut tiap kali naik 10x)
Para pendahulu kita di dunia per- antenaan bersetuju bahwa RUJUKAN/ reference yang  paling pas untuk mengukur atau membandingkan kinerja sebuah antena adalah antena ISOTHROPIC dan antena DIPOLE.

Antena Isothropic ‘nggak bakalan pernah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, karena  antena yang dianggap atau diandaikan bisa memancar MERATA ke SEMUA ARAH (ke atas-bawah, depan- belakang, kiri-kanan) ini hanya ada secara HIPOTETIS atau imajiner saja.

Seperti sering ditulis di edisi-edisi depan, antena Dipole dengan feed point pada ketinggian free space (setidaknya 1/2l dari permukaan tanah) mempunyai sifat pancaran yang tegak lurus terhadap bentangan antena, mengarah ke depan dan ke  belakang (bi directional) , sehingga dibandingkan dengan antena Isothropic (yang pancarannya merata kesemua arah) - untuk pancaran ke arah depan (dan belakang)
Dipole akan menunjukkan Gain (kelebihan) tertentu. Karena yang dirujuk adalah  arah pancaran (Directivity) ke depan (Forward) maka bisa disebutkan bahwa Antena Dipole mempunyai Forward Gain sebesar x (sekian) dB terhadap (atau ketimbang) antena Isothropic.

Hasil penelitian dan itung-itungan orang pinter (jadi ya percaya aja ‘deh) menghasilkan angka X=2.1 dB (atau = angka penguatan sekitar 1.7x), atau biasa dituliskan ANTENA DIPOLE 1/2l mempunyai GAIN = 2.1 dBi (huruf i merujuk kepada antena Isothropic)

Karena antena Isothropic susah dibayangin keberadaannya, dalam praktek sehari-hari orang lebih suka membandingkan kinerja sebuah Antena dengan kinerja sebuah Dipole, atau dengan kata lain Antena Dipole-lah yang dipakai sebagai rujukan, sehingga sehari- hari istilah dBd-lah yang lebih sering ditemui, dimana huruf d merujuk kepada Dipole.

Dari sinilah lantas dikembangkan kaidah- kaidah dasar untuk menghitung Gain semua jenis antena terhadap antena rujukan tertentu, asal diketahui dari jenis apa antena tersebut dan bagaimana cara kerjanya (untuk ini silah baca ulang kisah- kisah tentang berjenis antena di edisi- edisi lalu) :

1. Kalau dipakai ANTENA ISOTROPIS sebagai rujukan, maka Antena Isotropis itu sendiri tentunya mempunyai Gain 0 dbi, atau ratio penguatan 1 x terhadap antena rujukan. 
2. ANTENA DIPOLE 1/2l mempunyai Gain 2.1 dBi (lihat cetakan tebal di atas). Kalau Antena Dipole dipakai sebagai rujukan, maka Antena Dipole itu sendiri tentunya mempunyai Gain
0 dBd, atau ratio penguatan 1 x terhadap antena rujukan.
3. Antena VERTIKAL atau GROUND PLANE 1/4l mempunyai Gain 0.3 dBi, sedang antena 5/8l mempunyai Gain 3.3 dBi atau setara dengan 2 dBd (=
3.3 - 2.1).
4. Antena LOOP 1l mempunyai Gain 4.1 dBi atau = 2 dBd (= 4.1 - 2.1).
5. Pada sebuah antena (jenis apapun) yang diberi elemen parasitik berupa sebuah DIRECTOR (DIR) atau REFLECTOR (REF) akan didapatkan tambahan Gain sebesar 5 dB.
6. Pada antena HF, jika sudah ada sebuah DIRector (DIR 1) maka tambahan Gain pada penambahan DIR berikutnya (DIR 2, DIR 3 dst.) akan menunjukkan penurunan: tambahan DIR 2 menambahkan Gain 2 dB di atas perhitungan sebelumnya, sedangkan dengan penambahan DIR 3 dan DIR
4 masing-masing DIR tambahan hanya akan menambahkan Gain 1 dB di atas perhitungan sebelumnya. Tambahan DIR yang berikutnya (DIR 5 dst) TIDAK lagi menunjukkan penambahan Gain yang kentara (significant).
7. Jika dipakai REF dan DIR bersama- sama pada sebuah antena maka Gain dari REF yang semula 5 dB (kaidah 5) akan dihitung sebesar 3 dB saja.
8. Untuk mengitung perolehan Gain pada Multi Element Array yang terdiri dari beberapa
Dipole yang dirangkai secara collinear dapat diambil sebagai ancar-ancar sbb :

o Gain yang didapat dari 2 element collinear = 1.9 dBd atau +/- 2 dBd
o 3 element collinear = 3.2 dBd atau 3 dBd +
o 4 element collinear = 4.3 dBd atau 4 dBd +, dst . . .
o (lihat atau bandingkan jumlah elemen dengan angka perolehan Gain)

Karena ukurannya, untuk band HF biasanya rangkaian collinear tidak akan terdiri lebih dari 4 - 5 elemen, tapi buat sekadar berkhayal-khayal bisa dikira-kira sendiri : 5 elemen = 5 dBd +, 6 elemen = 6 dBd +, 10 elemen
= 10 dBd + dst. (bilangan dB kira-kira sama dengan jumlah elemen).

Dalam praktek sehari-hari dijumpai banyak faktor yang di luar kontrol pembuat atau perakit antena, sehingga yang bersangkutan harus nrimo sikon yang jauh dari kondisi optimal yang bisa mendukung kinerja optimal pula, misalnya lokasi dan luas lahan yang kurang menguntungkan sehingga antena tidak dapat direntang semestinya, ketinggian instalasi yang ‘nanggung, panjang Boom yang karena berbagai sebab tidak bisa dibuat 
sepanjang yang seharusnya (dengan akibat spacing antar elemen ‘nggak bisa pas sesuai itungan, yang akan mempengaruhi perolehan Forward Gain dan F/B ratio), grounding system yang kurang memadai dsb. - yang akan mempengaruhi kinerja antena sehingga perolehan Gain akan jauh menyimpang dari angka-angka ideal
tersebut dalam kaidah di atas.

Sekali lagi, perolehan Gain yang disebut dalam kaidah-kaidah di atas adalah HASIL OPTIMAL dari sebuah antena yang dibuat, diinstal dan ditala dengan dan pada KONDISI OPTIMAL (misal: feed point pada di ketinggian free space).

Untuk antena di band HF, kondisi seperti ini kaya’nya hanya bisa didapat lewat simulasi komputer atau lewat pembuatan model yang scaled down (dibuat dalam skala yang diperkecil, misalnya: 1 : 10, 1 : 50 dsb.) di Lab atau Antena Farm yang khusus dikondisikan untuk keperluan studi perbandingan (karena harus selalu ada antena rujukan sebagai pemban- ding) seperti  ini. Kalau ada iklan di majalah atau brosur antena yang menyebutkan bilangan dB TANPA menyebutkan dibandingkan terhadap rujukan antena apa ya harap maklum saja dah, boleh dibilang yang beginian sekadar cipoa’ atawa kibul-kibulan pabrik atau tukang bikin 
antena saja. Karena alasan inilah, sejak beberapa tahun belakangan iklan produsen antena di majalah QST (majalah resmi ARRL) di Amrik sana TIDAK boleh mencantumkan angka dB DOANG, kecuali kalau secara jelas dicantumkan bilangan dalam satuan dBi atau dBd, yang merujuk terhadap antena macam mana antena tersebut dibandingkan.

Nah, sekarang jadi ketauan kan, dari mana penulis sok-tau-tau-an bikin tabulasi perolehan Gain beberapa jenis antena yang diwedar di edisi-edisi sebelum ini. Sekadar contoh aplikasi kaidah-kaidah di atas dalam menghitung perolehan Gain bisa dilihat di bawah ini:
1. Gain dari sebuah antena Yagi 3 element yang terdiri dari DIR - DE - REF bisa dihitung sbb. :


2. Gain dari sebuah 5 elemen Cubical Quad yang terdiri dari DIR1- DIR2 - DIR3 - DE - REF adalah:


Lantas, apa arti semua bilangan dB tersebut dalam kehidupan sehari-hari?
Mengambil contoh 1 di atas, kalo’ aja operator A dan B di 80 m sama-sama memakai pemancar berdaya 100 W, tapi A ‘mancar paké antena Dipole (atau variant-nya, macam Inverted Vee) sedangkan B paké 3 element wire-Yagi (kaya’ yang kira-kira 20 tahun lalu rekan- rekan lokal Kramatjati/Halim Perdana- kusuma pernah bikin pada acara Field- day di Cibubur), trus taruhlah kondisi di stasiun A sama dengan di stasiun B (misalnya kedua antena sama-sama diinstall dengan feedpoint pada ketinggian 13 m), maka stasiun  C (taruhlah sekitar 1000 km jaraknya dari A dan B yang kebetulan satu lokal) akan menerima sinyal B seolah-olah beliau ini paké TX berdaya 630 W (Gain 8 dB = ratio penguatan 6,3x).

Demikian juga dengan contoh 2, kalo’ aja sama-sama di 15 m; operator A memakai pemancar berdaya 100 W dengan antena Dipole, sedangkan B bekerja QRP dengan daya 5 W tetapi antenanya 5 element Cu- bical Quad, maka stasiun C akan mene- rima sinyal B seolah-olah doi paké TX berdaya 100 W juga (Gain 13 dB = ratio penguatan 20x, jadi sinyal 5 W tadi seolah- olah dikasih booster berdaya 100W).

Sebenarnya perolehan Gain yang signifikan pada contoh 2 akan lebih kelihatan kalo’ diandaikan A dan B sama- sama paké TX 100 watt-an. Nun jauh di sana, C akan terloncat dari kursinya waktu sinyal B “masuk”, karena sinyal tersebut begitu ‘ngejlegur dengan ratio penguatan yang 20x, seolah TX B ditambahin thèklèk atawa sepatu atawa after burner bikinan ‘da Firson, YDØLZH yang 2 kW itu!

Nah, selama ini kita upleg ‘ngomongin tentang antenanya doang. Ada beberapa rekan yang ‘nanya, ‘gimana kalo’ di edisi depan kita ganti topik, tapi ‘nggak jauh- jauh amat kok, kita kupas-tuntas aja tentang FEEDER LINE: kapan kita musti paké coax, kenapa orang mau susah payah bikin sendiri open wire feeder dan lainnya.

Now, until then, just stay tuned … CU ES 73


No comments:

Post a Comment