Ngobrol Ngalor Ngidul 0409
S - METER
kalo’ ada pertanyaan silah kirim via orari-news@yahoogoups.com, atau langsung ke
unclebam@indosat.net.id
Di penghujung 2004 kemarin ada beberapa posting di milist orari-news yang mempertanyajawabkan ihwal penunjukan S- meter: bagaimana menafsirkannya, apa maknanya ….. dsb.
Seperti biasa kalo’ ada satu issue dilempar, berbagai tanggapan bakal muncul, dan berikut ini perangkum coba merangkum semua post- ing jadi satu, sekalian di-mix-and-match-kan di sana-sini dengan bahan-bahan yang ada di”simpenan” perangkum sendiri …
Penunjukan S - Meter
Buat amatir yang senang bereksperimen, sebuah QSO tidak akan lengkap kalau operator lawan sampai kelupaan untuk memberikan REPORT, karena laporan tersebut diperlukannya sebagai acuan dan bahan perbandingan untuk menguji hasil oprèkan (atau eksperimen) yang dilakukan pada perangkat atau perlengkapan di setasiunnya.
Untuk urusan lapor-melapor ini di lingkungan amatir dipakai RST System yang sudah cukup dikenal (diusulkan oleh W2BSR di tahun 1934, pertama muncul di ARRL Handbook thn 1936). Masalahnya sekarang, sejauh mana pemahaman masing-masing op- erator (yang minta dan yang memberi laporan) dalam menafsirkan angka RST yang saling dipertukarkan tadi ?
Karena focus serial ‘ngobrol-‘ngalor-‘ngidul ini lebih pada ihwal perantenaan, maka yang akan diulas cuma unsur S (Signal Strength) dari RST System tersebut, karena laporan kekuatan penerimaan inilah yang biasanya dirujuk untuk mengukur keberhasilan (atau kegagalan) sebuah antena yang baru dinaikin atau diekperimen.
Para pendahoeloe dari dasawarsa 60/70 an yang kebanyakan pakai TX homebrew dan receiver BC biasa (paling cuma ditambahi Pre- selector, band-spread, TR switch dan BFO) biasanya harus cukup puas dengan baku-tukar laporan dari hasil melothoti MATA KUCING di rangkaian AGC/AVC receivernya saja, sehingga berbahagialah angkatan belakangan karena hampir semua Rig (termasuk yang bikinan sendiri) sekarang ini sudah dilengkapi dengan S-meter, sehingga harusnya laporan yang diberikan bisa lebih akurat (!)
Pada S-meter, menuruti metoda pelaporan RST kekuatan sinyal yang diterima ditunjukkan dalam angka S1 s/d 9, sedangkan untuk menampilkannya ada 2 macam model : yang pakai JARUM dan yang pakai LED dalam bentuk bar (garis) atau alpha-numeric display.
Tampilan atau penunjukan yang lewat dari S9, doeloenya (zaman CR/Communication Receiver macam Hallicrafter, BC 348, Collins AR7 dsb) disebutkan dalam satuan mV (mikro Volt), terus belakangan disebutkan dalam skala 10, 20 s/d 40 (atau 60) dB, tapi ada juga beberapa merek yang cukup memberikan tanda plus (+) doang dan beberapa garis berwarna merah, yang sebenarnya lebih sederhana di penampakan tapi justru lebih realistis.
Berdasarkan konsensus yang direkomendasikan di tahun 40’an di kalangan industri dan praktisi per-radio-an (walaupun ‘nggak semua pabrik mengikutinya) untuk menafsirkan angka-angka dalam tampilan S- meter tersebut berlaku pengertian berikut :
1/ tampilan S9 dikalibrasikan dengan injeksi/penyuntikan sinyal (RF) sebesar 50 mV/50 ohm pada frekwensi tengah salah satu band (pada Multiband Transceiver atau General Coverage Receiver biasanya diambil frekwensi 14.200 MHz).
2/ tiap perobahan sebesar 1 S-unit (mis. dari S3 ke S4 atau sebaliknya) adalah sama dengan perobahan sebesar 6 dB, atau bisa ditulis-sebutkan bahwa perobahan 1 S- unit = 6 dB, yang setara dengan faktor penguatan (atau peredaman) 4x lipat.
3/ untuk satuan dB pada tampilan 10 dB, 20 dB (dst.) di atas S9 ada beberapa pendapat dalam cara penafsiran :
a/ bilangan db tersebut merujuk pada VO LTAGE Gain, yang mengacu kepada ratio penguatan terhadap (atau dibandingkan dengan) bilangan50 mV hasil kalibrasi tersebut di butir1.
b/ bilangan dB tersebut merujuk pada POWER Gain, dimana penunjukan 30 dB di atas S9 adalah setara dengan ratio penguatan sebesar 103x di atas atau terhadap sinyal lain yang diterima dengan penunjukan S9 (wah, kok ya jadi “ora maton” alias ‘nggak logis kan yaa . . . . . ), atau
c/ anggap saja bilangan dB tersebut sebagai suatu yang INDIKATIP saja sifatnya (just to indicate something, sekedar menunjukkan sesuatu), atau sebagai besaran yang RELATIP terhadap sesuatu yang lain yang bisa dijadikan pembanding, dan BUKANnya sebagai sesuatu yang absolut/mutlak !
Dari pada repot-repot, untuk QSO sehari- hari perangkum lebih cenderung pada penyebutan S9 + (plus) saja untuk tampilan di atas S9 ini (atau antar-teman bolehlah anda bilang S9 plus-plus-plus kalo’ signal-nya bener-bener menthok abis di S-meter anda), seperti yang yang dulu-dulunya dipakai pada rig buatan Amrik sana (generasi lama TenTec, Drake, Atlas, Collins, Signal-One dll - dan juga kebetulan pada rig bikinan dalam negeri TT-17 yang sekarang dipakai) karena toh seperti disebut di butir 3c di atas penunjukan S meter ini RELATIP saja sifatnya, yang kembali pada satu kata kunci: dibandingkan terhadap rujukan apa (baca penalarannya di bawah)…. !
b/ bilangan dB tersebut merujuk pada POWER Gain, dimana penunjukan 30 dB di atas S9 adalah setara dengan ratio penguatan sebesar 103x di atas atau terhadap sinyal lain yang diterima dengan penunjukan S9 (wah, kok ya jadi “ora maton” alias ‘nggak logis kan yaa . . . . . ), atau
c/ anggap saja bilangan dB tersebut sebagai suatu yang INDIKATIP saja sifatnya (just to indicate something, sekedar menunjukkan sesuatu), atau sebagai besaran yang RELATIP terhadap sesuatu yang lain yang bisa dijadikan pembanding, dan BUKANnya sebagai sesuatu yang absolut/mutlak !
Dari pada repot-repot, untuk QSO sehari- hari perangkum lebih cenderung pada penyebutan S9 + (plus) saja untuk tampilan di atas S9 ini (atau antar-teman bolehlah anda bilang S9 plus-plus-plus kalo’ signal-nya bener-bener menthok abis di S-meter anda), seperti yang yang dulu-dulunya dipakai pada rig buatan Amrik sana (generasi lama TenTec, Drake, Atlas, Collins, Signal-One dll - dan juga kebetulan pada rig bikinan dalam negeri TT-17 yang sekarang dipakai) karena toh seperti disebut di butir 3c di atas penunjukan S meter ini RELATIP saja sifatnya, yang kembali pada satu kata kunci: dibandingkan terhadap rujukan apa (baca penalarannya di bawah)…. !
Empu Cebik, W4RNL, secara ekstrem malah mem-”bull shit”-kan (terjemahan bebas: persetan dah, emangnya gue pikirin) saja penunjukan sekian dB diatas S9 tsb.: . . . is a sort of MEANINGLESS, where the thing rules the operator rather than the operator rul- ing the THING (the meter) … atau kira-kira bisa ditafsirkan sebagai ….. sesuatu yang TIDAK ADA ARTINYA, dimana lebih galakan meternya (dalam mempengaruhi mind-set si operator) ketimbang orangnya sendiri . . . (QRP Quarterly, 10/95).
Kembali pada kata kunci: dibandingkan terhadap apa – dalam praktek bilangan dB tsb memang baru ADA artinya bagi si opera- tor kalau ada pembanding yang bisa dirujuk untuk membandingkan apa yang sudah dicapai atau diperolehnya.
Contoh soal : dengan antena X, transmisi ydØxxx direport 10 dB diatas S9 di yc3yyy. Pada kondisi propagasi YANG SAMA, kalau kemudian - sesudah ganti memakai antena Y - ydØxxx yang direport 20 dB diatas S9 oleh yc3yyy, bolehlah ybs berbesar hati, karena secara RELATIP memang ada perubahan yang nyata (significant) begitu antenanya diganti. Berapa dB persisnya perolehan Gain antena Y atas antena X? Lha disini kita mesti ati-ati, karena perolehan yang (20 - 10) = 10 dB seperti direportkan yc3yyy tadi adalah
suatu yang relatip (dan indikatip) saja sifatnya, dan BUKAN berarti antena Y mempunyai Gain sebesar 10 dBx (anggap saja ada istilah baru:10 dB over antenna X, - lha wong namanya juga sekedar contoh soal – untuk menggantikan istilah dBd – over Dipole – yang lazim dipaké!).
suatu yang relatip (dan indikatip) saja sifatnya, dan BUKAN berarti antena Y mempunyai Gain sebesar 10 dBx (anggap saja ada istilah baru:10 dB over antenna X, - lha wong namanya juga sekedar contoh soal – untuk menggantikan istilah dBd – over Dipole – yang lazim dipaké!).
Untuk mengaplikasikan cara penafsiran tampilan S-meter dalam praktek sehari-hari kita coba teruskan berandai -andai sbb. :
Setasiun A , B, C dan D sama-sama memakai rig dengan Po 100 watt. Lokasi setasiun A dan B bertetangga (satu lokal), setasiun C berada +/- 1.000 KM dari kedua setasiun yang disebut pertama, sedangkan setasiun D berada 150 KM lebih jauh lagi dari C.
Di band 40M setasiun A, B dan D memakai berbagai variant Dipole biasa (In- verted Fee, Rotary Dipole dsb.), sedangkan setasiun C memakai 3 elemen Yagi rakitan sendiri (taruhlah karena ketinggian instalasinya yang ‘nanggung dan dengan shorted Driven elemen yang cuma 2 x 5 mtr + loading coil + capacitive hat cuma bisa mendapatkan Gain sekitar 6 dBd).
Setasiun A memberikan report 40 dB diatas S9 untuk B, S9 untuk C dan S8 untuk D, setasiun B memberikan report 30 dB di atas S9 untuk A dan report yang sama untuk 2 setasiun lainnya (S9 untuk C dan S8 untuk D). Setasiun C memberikan report S9 untuk A dan B serta 10 dB diatas S9 untuk D, sedangkan setasiun D memberikan S8 untuk A dan B serta S9++ untuk C .
Setasiun A memberikan report 40 dB diatas S9 untuk B, S9 untuk C dan S8 untuk D, setasiun B memberikan report 30 dB di atas S9 untuk A dan report yang sama untuk 2 setasiun lainnya (S9 untuk C dan S8 untuk D). Setasiun C memberikan report S9 untuk A dan B serta 10 dB diatas S9 untuk D, sedangkan setasiun D memberikan S8 untuk A dan B serta S9++ untuk C .
Kalau keempat rig yang dipakai di masing- masing setasiun S-meternya memang dikalibrasi dengan cara yang sama (butir 1, 2 diatas) maka para operatornya dapat menafsirkan tampilan S-meter masing-masing sbb. :
1/ Perolehan 40 dB dan 30 dB diatas S9 antara A dan B BUKAN berarti kedua setasiun diam-diam memakai Linear Am- plifier (sepatu) 1 KW di belakang rig masing-masing, tetapi karena jarak antara kedua setasiun yang RELATIP dekat, sehingga selisih yang 10 dB pun (40 - 30) dianggap MEANINGLESS (‘nggak ada artinya) oleh kedua operator.
2/ Kalau tidak diberi tahu sebelumnya, op- erator A (atau B) akan menanyakan antena apa yang dipakai di C, karena ada perbedaan signifikan (1 S unit, alias = 6 dB) dengan pancaran setasiun D yang lokasinya cuma 150 KM lebih jauh (untuk komunikasi HF, pada kondisi yang sama tambahan jarak yang 150 KM semestinya TIDAK akan menunjukkan perbedaan yang berarti (!). Begitu diberi tahu WKG CONDX di C, tanpa diberi penjelasan rinci pun ketiga operator A, B dan D akan menghitung dan menafsirkan bahwa antena di C memberikan Gain sekitar 6 dB pada pancarannya - paling >nggak over (di atas) pancaran stasiun D.
3/ Demikian juga operator C diam-diam mensyukuri Gain 6 dB (over Dipole di http://buletin.orari.net
stasiun D, yang RELATIP dekat) yang diperoleh dari antena home brew nya, baik untuk receiving maupun tranmit :‘Wow . . . , eksperimen gue berhasil ! Tunggu barang 1 - 2 bulan, sementara gue siapin elemen-elemen baru yang lebih panjangan, pakai Linear Loading dan tiangnya gue naikin satu pipa lagi . . . ).
4/ Operator D (yang diandaikan pakai rig home brew dengan Linear Amplifier dari tabung) paling ‘nggak akan mensyukuri 2 biji 807 yang dicopot dari rig AM zaman cepèkan dulu masih mau dan bisa dioperasikan dengan baik. Diam-diam dia kepikiran untuk kapan-kapan ‘nengok ke setasiun C untuk berbagi pengalaman dalam merakit antennanya, yang syukur- syukur bisa disederhanakan dengan Wire Yagi saja yang jauh lebih terjangkau…..
1/ Perolehan 40 dB dan 30 dB diatas S9 antara A dan B BUKAN berarti kedua setasiun diam-diam memakai Linear Am- plifier (sepatu) 1 KW di belakang rig masing-masing, tetapi karena jarak antara kedua setasiun yang RELATIP dekat, sehingga selisih yang 10 dB pun (40 - 30) dianggap MEANINGLESS (‘nggak ada artinya) oleh kedua operator.
2/ Kalau tidak diberi tahu sebelumnya, op- erator A (atau B) akan menanyakan antena apa yang dipakai di C, karena ada perbedaan signifikan (1 S unit, alias = 6 dB) dengan pancaran setasiun D yang lokasinya cuma 150 KM lebih jauh (untuk komunikasi HF, pada kondisi yang sama tambahan jarak yang 150 KM semestinya TIDAK akan menunjukkan perbedaan yang berarti (!). Begitu diberi tahu WKG CONDX di C, tanpa diberi penjelasan rinci pun ketiga operator A, B dan D akan menghitung dan menafsirkan bahwa antena di C memberikan Gain sekitar 6 dB pada pancarannya - paling >nggak over (di atas) pancaran stasiun D.
3/ Demikian juga operator C diam-diam mensyukuri Gain 6 dB (over Dipole di http://buletin.orari.net
stasiun D, yang RELATIP dekat) yang diperoleh dari antena home brew nya, baik untuk receiving maupun tranmit :‘Wow . . . , eksperimen gue berhasil ! Tunggu barang 1 - 2 bulan, sementara gue siapin elemen-elemen baru yang lebih panjangan, pakai Linear Loading dan tiangnya gue naikin satu pipa lagi . . . ).
4/ Operator D (yang diandaikan pakai rig home brew dengan Linear Amplifier dari tabung) paling ‘nggak akan mensyukuri 2 biji 807 yang dicopot dari rig AM zaman cepèkan dulu masih mau dan bisa dioperasikan dengan baik. Diam-diam dia kepikiran untuk kapan-kapan ‘nengok ke setasiun C untuk berbagi pengalaman dalam merakit antennanya, yang syukur- syukur bisa disederhanakan dengan Wire Yagi saja yang jauh lebih terjangkau…..
Kepalang main-main dengan bacaan S- meter dan bilangan Gain, ‘yuk kita teruskan lakon dengan skenario sbb. :
1/ Tanya: Kalau operator D matiin tèklèknya dan transmitting barefoot yang tinggal 20 watt - pada kondisi propagasi yang sama, berapa pantas-pantasnya re- port yang diberikan oleh operator A ? Jawab: Sinyal 20W kan cuma = 1/5 kekuatan sinyal yang tadinya paké 2x 807, atau setara dengan penurunan sekitar 7 dB di receiver di A, yang tentunya akan melaporkan: “Anda turun jadi 5-6/7 mas, ya sekitar 1 S-unit, TAPI masih bisa R-5, fully readable kok!”
2/ Tanya: Sudah kepalang, operator D nekad mau really WKG QRP dengan 5 Watt! Kalau propagasi di 40M masih belum berubah, kira-kira masih njampé‘nggak ke A?
Jawab: SURE, why not ? Again, 5 watt is only a matter of 6 db LESS than the ear- lier 20 watt ! Jadi, paling sial A akan memberi report : ”Lho, kok turun lagi tinggal S6 mas, diapain lagi sih . . . . ?”
Namanya juga berandai-andai, skenario diatas memang serba disederhanakan penuturannya . . . . .
Sebenarnya, dengan rig 100 watt-an dan Dipole yang sekitar 10 meteran di atas tanah (kondisi kerja rata-rata amatir di sini), kalau untuk jarak 1500 - 2000 KM saja sih di 80 dan 40M so pasti report 5/9+ masih nor- mal-normal saja adanya !
Lho, ‘gimana kalo’ cuma direport S-5 atau S-6 ? Ya dicheck dulu lha ya : band condition bagaimana, propagasi lagi ‘ngebuka apa nggak, sambungan TX - Tuner - antena apa masih bener-bener ‘nyambung dengan baik- dan-benar, dsb., dsb. . . . . .
Lagi pula, report yang S-5 atau S-6 mestinya sih BUKAN suatu yang mesti diheboh-hebohin banget, apalagi disesali sampai paké ‘mbanting mikropon atau keyer segala! Kalo’ untuk ukuran DX-ing, report segitu sih sudah teramat patut disyukuri, apalagi untuk di low-band (160, 80 dan 40M). Tengok saja koleksi QSL cards para DX-ers (those average casual DX-er, BUKAN mereka yang ‘ngoyo, yang sampé mau-maunya ‘ngemodali tèklèk 1 KW+ dan 3 elemen fullsize Yagi diatas tower 40 mtr !), mungkin ‘nggak ada 20% yang RS(T)nya 59(9) - - selebihnya paling-paling 557, 569 atau malah report yang 4/5.3 (readibility 4 to 5, signal strength 3), 5.4/5 (readibility 5, signal strength QSB 4 to 5) adalah lumrah dan biasa saja bagi mereka yang pakai mode Voice dan WKG barefoot, apalagi bagi mereka yang sengaja WKG QRP !
Jawab: SURE, why not ? Again, 5 watt is only a matter of 6 db LESS than the ear- lier 20 watt ! Jadi, paling sial A akan memberi report : ”Lho, kok turun lagi tinggal S6 mas, diapain lagi sih . . . . ?”
Namanya juga berandai-andai, skenario diatas memang serba disederhanakan penuturannya . . . . .
Sebenarnya, dengan rig 100 watt-an dan Dipole yang sekitar 10 meteran di atas tanah (kondisi kerja rata-rata amatir di sini), kalau untuk jarak 1500 - 2000 KM saja sih di 80 dan 40M so pasti report 5/9+ masih nor- mal-normal saja adanya !
Lho, ‘gimana kalo’ cuma direport S-5 atau S-6 ? Ya dicheck dulu lha ya : band condition bagaimana, propagasi lagi ‘ngebuka apa nggak, sambungan TX - Tuner - antena apa masih bener-bener ‘nyambung dengan baik- dan-benar, dsb., dsb. . . . . .
Lagi pula, report yang S-5 atau S-6 mestinya sih BUKAN suatu yang mesti diheboh-hebohin banget, apalagi disesali sampai paké ‘mbanting mikropon atau keyer segala! Kalo’ untuk ukuran DX-ing, report segitu sih sudah teramat patut disyukuri, apalagi untuk di low-band (160, 80 dan 40M). Tengok saja koleksi QSL cards para DX-ers (those average casual DX-er, BUKAN mereka yang ‘ngoyo, yang sampé mau-maunya ‘ngemodali tèklèk 1 KW+ dan 3 elemen fullsize Yagi diatas tower 40 mtr !), mungkin ‘nggak ada 20% yang RS(T)nya 59(9) - - selebihnya paling-paling 557, 569 atau malah report yang 4/5.3 (readibility 4 to 5, signal strength 3), 5.4/5 (readibility 5, signal strength QSB 4 to 5) adalah lumrah dan biasa saja bagi mereka yang pakai mode Voice dan WKG barefoot, apalagi bagi mereka yang sengaja WKG QRP !
Jadi, kalo’ QSO is just a hobby (= klangenan, kata priyantun Ngayogjokarto), just for fun (= cumbeksen, kata sobat kawanua) – lha ya ‘ngapain mesti ‘ngoyo, seperti ibaratnya ‘ngapain mesti ‘nembak lalat pakai AK-47, wong dicablèk tangan saja bisa- asal tlatèn !
Lha ya memang di sini letak tantangan atawa CHALLENGE-nya, amatir yang baik biasanya memang bener-bener sabar dan TLATÈN ! . . . .
Barangkali, dalam urusan sabar dan tlaten ini operator radio amatir cuma bisa ditandingi oleh para hobiist pemancingan, yang sesudah ‘nunggu berjam-jam dibawah hujan lebat pancingnya disamber ikan nila yang cuma seukuran empat jari . . . padahal kalo’ mau - dengan uang yang sama barangkali xyl-nya bisa dapetin 2 kg ikan yang sama di pasar dekat rumah !
Atau, BARANGKALI (sekali lagi) . . . justru faktor sabar, ‘nggak ‘ngoyo dan tlaten inilah yang bakal bikin anda ‘nggak bosan-bosan sampé 30+ tahunan menekuni dan menghayati hobby yang satu ini, macam all those OLD TIMERS yang masih bisa anda dengar di berbagai band - dengan transmisi, gaya dan polah yang begitu-begitu ‘aja dari doeloe . . . . . !
Nah, semoga obrolan di atas cukup bisa memberikan gambaran tentang penunjukan S- meter di rig yang anda paké, dan seperti biasa untuk edisi mendatang kita sama-sama cari ihwal per-antenna-an lainnya yang enak buat diobrolin ramé-ramé ……..
Until then …. CU ES 73.
No comments:
Post a Comment