Ngobrol Ngalor Ngidul 0207
Sekadar mengingatkan kembali, di akhir edisi lalu, penulis menjanjikan mo’ cerita tentang jenis antena yang penulis -dan beberapa rekan - pernah kembangkan dari rancangan antena Lin- ear loaded Dipole 40 m yang dimuat di edisi bulan lalu.
Biar enak ‘ngobrolnya dan ‘nggak setiap kali mo’ nerangin sesuatu mesti ‘ngegambar lagi, kita bikin aja konsensus untuk memakai “tanda gambar” (hé hé hé hé, Pemilu ‘kan masih barang dua taonan lagi!) seperti
yang tercantum pada gambar 1 di bawah ini…
Untuk menggantikan gambar satu sisi dari Dipole 40 m di edisi lalu, yang dalam bentuk disederhanakan terlihat seperti gambar 2:
Nah, kan jadi lebih ringkes kelihatannya!
Aplikasi pertama tentunya seperti diniatkan semula oleh perancangnya, yaitu sebagai sebuah antena Dipole, seperti tergambar di Gambar 3:
Aplikasi pertama tentunya seperti diniatkan semula oleh perancangnya, yaitu sebagai sebuah antena Dipole, seperti tergambar di Gambar 3:
Sebagai sebuah Dipole, antena di Gambar 3 di atas diumpan dengan coax 50 ohm di titik umpan/feed point di titik A. Tentunya tergantung Power output, losses yang masih bisa ditolerir dan tebel-tipisnya dompet, bisa dipaké berjenis kabel coax di sini, macam RG-58A/U, RG-8A/U atau pun RG-174 yang diameternya cuma segedé penthol korek ukuran King-size itu. Trus lagi, kalo’ misalnya lahan yang tersedia masih tidak memungkinkan untuk ‘ngebentang antena yang toh sudah dipendekkan ini, bolehlah instalasinya dibikin macam inverted V seperti yang pernah disebut di-awal serial 3ng (‘ngobrol-‘ngalor-‘ngidul) ini.
Penalaan ke desain frekuensi dilakukan seperti proses penalaan pada antena Dipole biasa yaitu dengan memotong atau menambah dikit-dikit di ujung-ujung elemen, di titik-titik B pada Gambar 3 di atas (atau paké aja cara mudah menala antena yang pernah
Aplikasi kedua adalah kalo’ lahan bener-bener tibang pas buat ‘ngebentang satu sisi saja (tarohlah ukuran kapling yang 7 x 10 meteran). Ada dua alternatif di sini, seperti yang bisa diamati di Gambar 4 berikut. Sebenarnya yang digambarkan pada kedua konfigurasi tersebut sih sama-sama merupakan varian buat pemasangan atau instalasi antena Dipole atau Doublet biasa, cuma aja karena bentuk akhirnya jadi nylenèh atau menyimpang dari kaidah baku, untuk tidak bikin bingung para pemerhati masalah perantenaan dan para calon pengguna maka lantas ada konsensus (lagi) untuk memberi nama Antena L pada Konfigurasi A (lha bentuknya memang mirip huruf L), dan center-fed-bent- dipole untuk Konfigurasi B (arti harafiah: dipole-yang-ditekuk- dan-lantas-diumpan-di tengah).
Konfigurasi B kurang umum dijumpai (‘kali aja lantaran instalasinya bakal cukup repot dan ribet) dan terus terang penulis belum sempat ‘nyobain sendiri sehingga ‘nggak banyak yang bisa diceritain, tapi untuk Konfigurasi A sepertinya banyak pakar antena yang tertarik untuk mengulas panjang lebar, macam L A Moxon, G6XN (di bukunya: HF ANTENA FOR ALL LOCATIONS terbitan RSGB) dan L B Cebik, W4RNL (artikel di QST 12/1999). artikelnya Cebik malah menyebutkan bahwa di tahun. 50’an antena macam ini sudah dijajal (dan dioprèk-oprèk dieksperimen) oleh VK3AM dari bumi osé-tra-lia (“kamu orang
tak bisa lihat”, (OT) sudah pada tau kan legenda diketemukannya VK-land sama para bahariwan dari tanah osé sana?) alias ‘brang-kidul sono…
Mengamati tampakannya, tentu banyak yang teringat bentuk antena Ground Plane, cuma aja berbeda dengan Ground Plane yang “kumis”nya bisa 2-3 utas dengan panjang masing-masing kumis sedikit lebih panjang dari radiating element-nya sendiri, maka pada antena L kumisnya cuma satu, dengan ukuran yang sama persis dengan sisi tegaknya.
Instalasinya bisa diakal-akalin dengan berbagai cara, antara lain dengan mengèrèk ke atas sisi tegak (tarohlah ke tiang bendera atau kèrèkan si-Bejo, burung perkututnya kang Karyo) setinggi mungkin dan membentangkan sisi horizontalnya ke salah satu arah serata mungkin. Usahakan feed point berada diketinggian paling tidak 5-6 meter dari permukaan tanah.
Kelebihan konfigurasi ini ketimbang bentuk Dipole asli adalah Antena L ini jadi bisa bekerja dengan dual polarisasi, makanya ada pula yang menyebutnya dengan istilah Vertical-and-Horizon- tally-fed Dipole. Menurut pengalaman penulis yang sempat beberapa waktu memakai antena ini, dual polarisasi inilah yang banyak membantu mengurangi fading atau QSB untuk long haul QSO di 40 m (misalnya untuk jarak Jakarta-
Sorong, Jakarta-Perth atau pernah dicoba pula dari pinggiran Surabaya ke Xanana di Maluku Utara sana). Arah pancarannya cenderung omni-direc- tional, seperti yang biasa dijumpai dari antena dengan tampakan vertikal seperti ini.
Nah, sebenarnya masih ada beberapa pengembangan dan aplikasi lain yang bisa diobrolin, tapi kita “reserve” aja untuk edisi depan (more on that in the next edition). Di baris-baris akhir edisi ini penulis ‘pingin jawab pertanyaan yang mungkin terbersit di benak beberapa rekan: bisa ‘nggak ukuran segini (yang +/- 6,75 mtr per sisi) dipaké untuk bekerja di 80 m? Jawabannya mah tegas dan lugas: BISA AJA, kenapa tidak?
Ada beberapa prasyarat yang kudu dipenuhi dulu sebelon ‘ngejajal Antena L 40 m ini untuk mau (dan bisa) jalan-jalan ke band lain:
1. Copot feeder line yang coax, ganti dengan open-wire feeder (ini kaitannya dengan feed point impedance yang bakal ngegèsèr jauh dari 50 ohm);
2. Kalo’ masih ada tempat (dan bisa ketanganan), tambahkan kawat atau kabel barang 50 cm di kedua ujung (titik-titik B). Ini lantaran kita mau mengoperasikan antena ini sebagai antena Doublet, BUKAN lagi sebagai sebuah Dipole yang mesti “setia setiap saat” pada satu frekuensi tertentu alias rexona (eh sorry, maksud ané RESONAN)… yang ini kaitannya dengan pola radiasi pada frekuensi harmonik, ya supaya lobe yang terjadi manis bentuknya (bulat montok) dan tidak keluar sidelobes kecil-kecil yang bakal mengurangi kinerja antena, terutama di band-band atas);
3. Siapin Antenna Tuner, syukur-syukur kalo’ ada yang dari sono-nya memang punya
output balance (macam Z- matcher yang dikupas tuntas di BEON edisi 10-Maret 2002). Ini kaitannya dengan open wire feeder yang disebut di butir 1 di atas, dan juga lantaran kita bakal kluyuran sepanjang band-band yang ada; karena antena L kita yang semula bekerja sebagai Mono-bander sekarang berubah menjadi sebuah Multi-bander;
Konfigurasi B kurang umum dijumpai (‘kali aja lantaran instalasinya bakal cukup repot dan ribet) dan terus terang penulis belum sempat ‘nyobain sendiri sehingga ‘nggak banyak yang bisa diceritain, tapi untuk Konfigurasi A sepertinya banyak pakar antena yang tertarik untuk mengulas panjang lebar, macam L A Moxon, G6XN (di bukunya: HF ANTENA FOR ALL LOCATIONS terbitan RSGB) dan L B Cebik, W4RNL (artikel di QST 12/1999). artikelnya Cebik malah menyebutkan bahwa di tahun. 50’an antena macam ini sudah dijajal (dan dioprèk-oprèk dieksperimen) oleh VK3AM dari bumi osé-tra-lia (“kamu orang
tak bisa lihat”, (OT) sudah pada tau kan legenda diketemukannya VK-land sama para bahariwan dari tanah osé sana?) alias ‘brang-kidul sono…
Mengamati tampakannya, tentu banyak yang teringat bentuk antena Ground Plane, cuma aja berbeda dengan Ground Plane yang “kumis”nya bisa 2-3 utas dengan panjang masing-masing kumis sedikit lebih panjang dari radiating element-nya sendiri, maka pada antena L kumisnya cuma satu, dengan ukuran yang sama persis dengan sisi tegaknya.
Instalasinya bisa diakal-akalin dengan berbagai cara, antara lain dengan mengèrèk ke atas sisi tegak (tarohlah ke tiang bendera atau kèrèkan si-Bejo, burung perkututnya kang Karyo) setinggi mungkin dan membentangkan sisi horizontalnya ke salah satu arah serata mungkin. Usahakan feed point berada diketinggian paling tidak 5-6 meter dari permukaan tanah.
Kelebihan konfigurasi ini ketimbang bentuk Dipole asli adalah Antena L ini jadi bisa bekerja dengan dual polarisasi, makanya ada pula yang menyebutnya dengan istilah Vertical-and-Horizon- tally-fed Dipole. Menurut pengalaman penulis yang sempat beberapa waktu memakai antena ini, dual polarisasi inilah yang banyak membantu mengurangi fading atau QSB untuk long haul QSO di 40 m (misalnya untuk jarak Jakarta-
Sorong, Jakarta-Perth atau pernah dicoba pula dari pinggiran Surabaya ke Xanana di Maluku Utara sana). Arah pancarannya cenderung omni-direc- tional, seperti yang biasa dijumpai dari antena dengan tampakan vertikal seperti ini.
Nah, sebenarnya masih ada beberapa pengembangan dan aplikasi lain yang bisa diobrolin, tapi kita “reserve” aja untuk edisi depan (more on that in the next edition). Di baris-baris akhir edisi ini penulis ‘pingin jawab pertanyaan yang mungkin terbersit di benak beberapa rekan: bisa ‘nggak ukuran segini (yang +/- 6,75 mtr per sisi) dipaké untuk bekerja di 80 m? Jawabannya mah tegas dan lugas: BISA AJA, kenapa tidak?
Ada beberapa prasyarat yang kudu dipenuhi dulu sebelon ‘ngejajal Antena L 40 m ini untuk mau (dan bisa) jalan-jalan ke band lain:
1. Copot feeder line yang coax, ganti dengan open-wire feeder (ini kaitannya dengan feed point impedance yang bakal ngegèsèr jauh dari 50 ohm);
2. Kalo’ masih ada tempat (dan bisa ketanganan), tambahkan kawat atau kabel barang 50 cm di kedua ujung (titik-titik B). Ini lantaran kita mau mengoperasikan antena ini sebagai antena Doublet, BUKAN lagi sebagai sebuah Dipole yang mesti “setia setiap saat” pada satu frekuensi tertentu alias rexona (eh sorry, maksud ané RESONAN)… yang ini kaitannya dengan pola radiasi pada frekuensi harmonik, ya supaya lobe yang terjadi manis bentuknya (bulat montok) dan tidak keluar sidelobes kecil-kecil yang bakal mengurangi kinerja antena, terutama di band-band atas);
3. Siapin Antenna Tuner, syukur-syukur kalo’ ada yang dari sono-nya memang punya
output balance (macam Z- matcher yang dikupas tuntas di BEON edisi 10-Maret 2002). Ini kaitannya dengan open wire feeder yang disebut di butir 1 di atas, dan juga lantaran kita bakal kluyuran sepanjang band-band yang ada; karena antena L kita yang semula bekerja sebagai Mono-bander sekarang berubah menjadi sebuah Multi-bander;
Akhirul kalam, untuk edisi ini kita cukupkan sampé di sini dulu. Bulan depan kita terusin ‘ngobrolin tentang quarter-wave linear loaded element ini serta pemakaiannya pada beberapa macam rancangan antena lainnya.
So, until then, just stay tuned ES 73!
So, until then, just stay tuned ES 73!
No comments:
Post a Comment