Showing posts with label linear loading. Show all posts
Showing posts with label linear loading. Show all posts

Sunday, 4 December 2011

Ngobrol Ngalor Ngidul 0207

Ngobrol Ngalor Ngidul  0207

Sekadar mengingatkan kembali, di akhir edisi lalu, penulis menjanjikan mo’ cerita  tentang jenis antena yang penulis -dan beberapa rekan - pernah kembangkan dari rancangan antena Lin- ear loaded Dipole 40 m yang dimuat di edisi bulan lalu.
Biar enak ‘ngobrolnya dan ‘nggak setiap kali mo’ nerangin sesuatu mesti ‘ngegambar  lagi, kita bikin aja konsensus untuk memakai “tanda gambar” (hé hé hé hé, Pemilu ‘kan masih barang dua taonan lagi!) seperti
yang tercantum pada gambar 1 di bawah ini…

Untuk menggantikan gambar satu sisi dari Dipole 40 m di edisi lalu, yang dalam bentuk  disederhanakan terlihat seperti gambar 2:  

Nah, kan jadi lebih ringkes kelihatannya!

Aplikasi pertama tentunya seperti diniatkan semula oleh perancangnya, yaitu sebagai  sebuah antena Dipole, seperti tergambar di Gambar 3:

Sebagai sebuah Dipole, antena di Gambar 3 di atas diumpan dengan coax 50 ohm di titik  umpan/feed point di titik A. Tentunya tergantung Power output, losses yang masih bisa ditolerir dan tebel-tipisnya dompet, bisa dipaké berjenis kabel coax di sini, macam RG-58A/U, RG-8A/U atau pun RG-174 yang diameternya cuma segedé penthol korek ukuran King-size itu. Trus lagi, kalo’ misalnya lahan yang tersedia masih tidak memungkinkan untuk ‘ngebentang antena yang toh sudah dipendekkan ini, bolehlah instalasinya dibikin macam inverted V seperti yang pernah disebut di-awal serial 3ng (‘ngobrol-‘ngalor-‘ngidul) ini.

Penalaan ke desain frekuensi dilakukan seperti proses penalaan pada antena Dipole  biasa yaitu dengan memotong atau menambah dikit-dikit di ujung-ujung elemen, di titik-titik B pada Gambar 3 di atas (atau paké aja cara mudah menala antena yang pernah



Aplikasi kedua adalah kalo’ lahan bener-bener tibang pas buat ‘ngebentang satu sisi saja (tarohlah ukuran kapling yang 7 x 10 meteran). Ada dua  alternatif di sini, seperti yang bisa diamati di Gambar 4 berikut. Sebenarnya yang digambarkan pada kedua konfigurasi tersebut sih sama-sama merupakan varian buat pemasangan atau instalasi antena Dipole atau Doublet biasa, cuma aja karena bentuk akhirnya jadi nylenèh atau menyimpang dari kaidah baku, untuk tidak bikin bingung para pemerhati masalah perantenaan dan para calon pengguna maka lantas ada konsensus (lagi) untuk memberi nama Antena L pada Konfigurasi A (lha bentuknya memang mirip huruf L), dan center-fed-bent- dipole untuk Konfigurasi B (arti harafiah: dipole-yang-ditekuk- dan-lantas-diumpan-di tengah).

Konfigurasi B kurang umum dijumpai (‘kali aja lantaran instalasinya bakal cukup repot  dan ribet) dan terus terang penulis belum sempat ‘nyobain sendiri sehingga ‘nggak banyak yang bisa diceritain, tapi untuk Konfigurasi A sepertinya banyak pakar antena yang tertarik untuk mengulas panjang lebar, macam L A Moxon, G6XN (di bukunya: HF ANTENA FOR ALL LOCATIONS terbitan RSGB) dan L B Cebik, W4RNL (artikel di QST 12/1999). artikelnya Cebik malah menyebutkan bahwa di tahun. 50’an antena macam ini sudah dijajal (dan dioprèk-oprèk dieksperimen) oleh VK3AM dari bumi osé-tra-lia (“kamu orang
tak bisa lihat”, (OT) sudah pada tau kan legenda diketemukannya VK-land sama para  bahariwan dari tanah osé sana?) alias ‘brang-kidul sono…

Mengamati tampakannya, tentu banyak yang teringat bentuk antena Ground Plane, cuma aja  berbeda dengan Ground Plane yang “kumis”nya bisa 2-3 utas dengan panjang masing-masing kumis sedikit lebih panjang dari radiating element-nya sendiri, maka pada antena L kumisnya cuma satu, dengan ukuran yang sama persis dengan sisi tegaknya.

Instalasinya bisa diakal-akalin dengan berbagai cara, antara lain dengan mengèrèk ke  atas sisi tegak (tarohlah ke tiang bendera atau kèrèkan si-Bejo, burung perkututnya kang Karyo) setinggi mungkin dan membentangkan sisi horizontalnya ke salah satu arah serata mungkin. Usahakan feed point berada diketinggian paling tidak 5-6 meter dari permukaan tanah.

Kelebihan konfigurasi ini ketimbang bentuk Dipole asli adalah Antena L ini jadi bisa  bekerja dengan dual polarisasi, makanya ada pula yang menyebutnya dengan istilah Vertical-and-Horizon- tally-fed Dipole. Menurut pengalaman penulis yang sempat beberapa waktu memakai antena ini, dual polarisasi inilah yang banyak membantu mengurangi fading atau QSB untuk long haul QSO di 40 m (misalnya untuk jarak Jakarta-
Sorong, Jakarta-Perth atau pernah dicoba pula dari pinggiran Surabaya ke Xanana di Maluku Utara sana). Arah pancarannya cenderung omni-direc- tional, seperti yang biasa dijumpai dari antena dengan tampakan vertikal seperti ini.

Nah, sebenarnya masih ada beberapa pengembangan dan aplikasi lain yang bisa diobrolin,  tapi kita “reserve” aja untuk edisi depan (more on that in the next edition). Di baris-baris akhir edisi ini penulis ‘pingin jawab pertanyaan yang mungkin terbersit di benak beberapa rekan: bisa ‘nggak ukuran segini (yang +/- 6,75 mtr per sisi) dipaké untuk bekerja di 80 m? Jawabannya mah tegas dan lugas: BISA AJA, kenapa tidak?

Ada beberapa prasyarat yang kudu dipenuhi dulu sebelon ‘ngejajal Antena L 40 m ini untuk mau (dan bisa) jalan-jalan ke band lain:

1. Copot feeder line yang coax, ganti dengan open-wire feeder (ini kaitannya dengan  feed point impedance yang bakal ngegèsèr jauh dari 50 ohm);
2. Kalo’ masih ada tempat (dan bisa ketanganan), tambahkan kawat atau kabel barang  50 cm di kedua ujung (titik-titik B). Ini lantaran kita mau mengoperasikan antena ini sebagai antena Doublet, BUKAN lagi sebagai sebuah Dipole yang mesti “setia setiap saat” pada satu frekuensi tertentu alias rexona (eh sorry, maksud ané RESONAN)… yang ini kaitannya dengan pola radiasi pada frekuensi harmonik, ya supaya lobe yang terjadi manis bentuknya (bulat montok) dan tidak keluar sidelobes kecil-kecil yang bakal mengurangi kinerja antena, terutama di band-band atas);
3. Siapin Antenna Tuner, syukur-syukur kalo’ ada yang dari sono-nya memang punya
output balance (macam Z- matcher yang dikupas tuntas di BEON edisi 10-Maret 2002). Ini kaitannya dengan open wire feeder yang disebut di butir 1 di atas, dan juga lantaran kita bakal kluyuran sepanjang band-band yang ada; karena antena L kita yang semula bekerja sebagai Mono-bander sekarang berubah menjadi sebuah Multi-bander;

Akhirul kalam, untuk edisi ini kita cukupkan sampé di sini dulu. Bulan depan kita terusin ‘ngobrolin tentang quarter-wave linear loaded element ini serta pemakaiannya pada beberapa macam rancangan antena lainnya.

So, until then, just stay tuned ES 73!

Ngobrol Ngalor Ngidul 0206

Ngobrol Ngalor Ngidul 0206


Sekadar mengingatkan kembali, di edisi September 2002 lalu, penulis menjanjikan untuk  membedah lebih lanjut tentang LINEAR LOADING, yang dipilih oleh banyak perancang dan perakit(serta pabrik) antena karena:  
a) low loss
b) TIDAK mengubah karakteristik antena atau setidaknya akan 20% lebih panjang dari selisih antara panjang
memberikan kinerja yang PALING MENDEKATI kinerja ukuran fisik elemen utuh (L NORMAL) dengan total panjang aslinya
c) Q-factornya rendah sehingga bandwidthnya lebar; karenanya elemen yang dipendekkan (L SHORT ukuran-ukuran TIDAK terlalu kritis untuk diikuti
d) pembuatannya paling mudah dan tidak menuntut ketelitian Dalam pengetrapannya, bisa diambil sebagai contoh kasus kalo’misalnya lahan yang ada hanya memungkinkan untuk merentang dengan presisi tinggi (dibanding dengan misalnya   pada pembuatan trap)   

Loading device-nya sendiri dibuat dengan menekuk atau melipat sekali (gambar A) atau beberapa kali- sperti membuat sebuah loop - drbagian dari kawat atau elemen antena yang mau dipendekan dengan lipatan / tekukan yang dibuat searah dengan bentangan elemen itu sendiri

Kalo’ bahan antenanya sudah kadung dipotong-potong (kalo’ elemen dibuat dari tubing  tentunya nggak bisa - atau ‘nggak gampang- buat ditekuk-tekuk ‘kan?), ya bagian yang hilang terpotong tersebut digantikan dengan potongan-potongan kawat/ tubing yang ditaruh berjajar dan lantas dishort atau dijumper ujung- ujungnya (gambar B)

Trus, gimana cara ‘ngitung berapa panjang bagian yang diubah bentuk jadi linear loading device ini? Lha di sini susahnya, sedikit sekali literatur atau publikasi yang ‘ngebahas tentang linear load- ing, sehingga tidak mudah mendapatkan contoh buat dicontèk atau rumus untuk diikuti.

Dari buku bertajuk Antena for Low Band DX-ing besutan John Devoldere, ON4UN (TOP-rank  low band DXer dan Contestant) dan tulisan beberapa larik di ARRL Antena Handbook pada beberapa edisi, penulis coba mereka-reka sebuah rumus yang dapat dipakai untuk sekadar ancar-ancar pemotongan kawat atau tubing:  


Dalam pengetrapannya, bisa diambil sebagai contoh kasus kalo’misalnya lahan yang ada hanya emungkinkan untuk merentang sebuah Doublet sepanjang 14 mtr (= L), padahal antena diniatkan untuk bekerja di 40 M, katakanlah dengan 7,055 MHz sebagai design frequency. Untuk resonan di 7,055 MHz, merujuk pada rumus perhitungan antena Dipole di beberapa edisi yang lalu elemen harus dibuat sepanjang 20,27 mtr (= L SHORT
), atau biar gampang buletin saja angkanya jadi 20. Dengan rumus di atas bisa dihitung L = (20 - 14) + (10-20%) = ±7 mtr, atau pada masing-masing kaki Doublet buatkan Loading device sepanjang 7/2 = 3,5 meteran. Angka perolehan yang @ 3,5 meteran ini ‘nggak kritis-kritis amat untuk diikuti, karena kalo’ toh mau mencari ukuran yang resonan di frekuensi desain 7,055 MHz, nanti pada waktu proses penalaan bisa dilakukan dengan memotong atau menambahkan pada sisa (ujung-ujung) elemen yang kemlèwèr tadi (bagian yang dekat huruf B pada gambar di atas)!

Kembali merujuk kepada literatur, di majalah CQ Ham Radio (terbitan JARL, Jepang)  edisi 08/82 halaman 278 penulis temukan rancangan antena Linear loaded Dipole 40M seperti yang ada digambar berikut:



Keterangan:
Panjang elemen per sisi = 3,18 (untuk Loadingnya) + 3,65 mtr = 6,83 mtr. Spacer dan isolator dari pipa PVC atau Acrylic sheet 2-3 mm

Ternyata walau pun bahan yang dipakai berbeda (kawat vs. tubing aluminium), bentuk fisik dan ukuran di gambar di atas mirip sekali dengan antena Linear Loaded 40 M Dipole buatan pabrik KLM, sehingga penulis ‘nggak banyak ragu waktu pingin ‘nyontèk rancangen ex Jepun tersebut. Mungkin karena capacitance effect dari jenis kabel yang dipakai untuk merakit antena ini (NYAF 2 mm), pada rakitan penulis resonansi di 7,055
MHz didapat total panjang elemen cuma 6,74 mtr. Dengan dimensi akhir yang +/- 70% dari ukuran asli tersebut (salah satu kriteria yang harus dipenuhi untuk mendapatkan kinerja yang ‘nggak kelewat melèncèng dari aslinya), ternyata cukup memuaskan hasilnya.

Dari “prototype” contèkan tersebut penulis pernah ‘ngembangkan lagi bermacam jenis  antena (bukan sekadar Dipole 40 M doank), baik untuk dipaké di home-base mau pun untuk dibawa jalan ke mana-menong, antara lain waktu pulang mudik atawa buat dibawa working portable ke beberapa tempat beberapa taon lalu. (more on that in the next edition)

So, stay tuned ES 73, guys…